Menjumpai Keharmonisan Budaya Minahasa yang Berkelindan di Sekitar Danau Tondano

By Yussy Maulia, Selasa, 5 Desember 2023 | 15:53 WIB
Makam Tuanku Imam Bonjol terletak di Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa. (Dok. National Geographic Indonesia/Donny Fernando)

Menurut Rikson, kampung-kampung Jawa tersebut dulunya merupakan tempat pengasingan tahanan Belanda. Para tahanan tersebut “dibuang” oleh sekutu Belanda di rawa dekat Danau Tondano.

“Lalu, orang Tondano mengungsikan mereka ke perkampungan mereka. Mereka juga diperlakukan dengan baik, bahkan dihibahkan tanah untuk dimanfaatkan sebagai ladang kehidupan,” ungkap Rikson.

Masyarakat Minahasa juga meyakini jargon yang berbunyi “Sulut sulit disulut”. Jargon ini digunakan oleh masyarakat untuk merespons ketika ada pihak yang mencoba memecah belah mereka.

“Kami tidak suka dibeda-bedakan. Orang Minahasa semua bersaudara apa pun suku, ras, atau agamanya, baik Minahasa Tomohon atau Minahasa dari daerah lain,” kata Rikson.

Baca Juga: Merangkai Manik-manik Keragaman Budaya di Tondano, Tuan Rumah Minahasa Wakefest 2023

Peninggalan Belanda dan Jepang yang dilestarikan

Danau Tondano juga dikelilingi dengan berbagai peninggalan dari masa penjajahan Belanda dan Jepang. Salah satunya adalah Benteng Moraya yang paling populer di kawasan tersebut.

Benteng Moraya dibangun oleh masyarakat Minahasa untuk mempertahankan daerahnya dari serangan Belanda. Di sekitar benteng tersebut, ada kumpulan waruga-waruga atau kuburan kuno yang terbuat dari batu.

Waruga atau kuburan kuno yang terbuat dari batu, salah satu jejak peninggalan sejarah di Minahasa. (Dok. National Geographic Indonesia/Donny Fernando)

Di pegunungan sekitar Danau Tondano juga banyak ditemukan gua-gua peninggalan Jepang. Beberapa gua memiliki kedalaman yang dangkal, sedangkan beberapa lainnya menembus sampai ke bukit layaknya terowongan bercabang.

Selain itu, kedatangan sekutu Belanda dan Jepang di Minahasa juga melahirkan kesenian yang cukup unik, yaitu tari kabasaran. Jika biasanya tarian memiliki kostum, musik, dan nuansa yang menyenangkan, tari kabasaran justru sebaliknya.

“Kabasaran adalah tarian untuk para warane—sebutan bagi orang-orang yang pergi berperang. Penari kabasaran biasanya pakai pakaian yang seram, gerakannya seram, dan ada (membawa) senjata,” cerita Kepala Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Minahasa Sizzy Matindas.