Ada yang Gila di Desa Ini: Penjaga Segara yang Kini Dihormati

By Utomo Priyambodo, Jumat, 8 Desember 2023 | 08:56 WIB
M. Mansur (52 tahun) sedang duduk di atas sebuah speed boat yang biasa dia gunakan untuk mengawasi laut di Muara Badak. (Josua Marunduh/National Geographic Indonesia)

“Dulu sering ada yang datang tengah malam ke rumah juga, suruh berhenti mengawasi. Tapi ya namanya kami niat baik aja, ya berjalan aja apa yang bisa kami jalani,” lanjutnya lagi.

Pokmaswas Bina Lestari mendapat kewenangan untuk mengawasi perairan Muara Badak dan sekitarnya karena sudah dikukuhkan oleh Kepala Desa Tanjung Limau dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur. Mereka berwenang untuk melaporkan aksi penangkapan ikan ilegal yang mereka lihat dan para pelakunya dapat dikenai hukuman pidana.

Salah satu warga Desa Tanjung Limau yang semula menentang aksi Mansur dalam Pokmaswas Bina Lestari adalah Abbas (49). Abbas juga seorang nelayan. Dia mengaku dulu menentang Mansur karena belum mengerti tujuan kegiatan Pokmaswas Bina Lestari dan menganggap kegiatan itu mengganggu aktivitasnya sebagai nelayan.

“Dulu yang namanya kita nelayan biasa, banyak kan yang dari [Pokmaswas] itu tidak boleh dikerjakan. Misalnya trawl itu enggak dibolehkan,” tutur Abbas kepada saya.

Abbas dulu terbiasa menangkap ikan di Muara Badak menggunakan pukat harimau atau trawl. Ukuran lubang jaring pukat harimau sangat kecil sehingga bisa menjaring apa saja yang dilewatinya termasuk ikan-ikan kecil. Oleh karena itulah, alat tangkap ini telah dilarang karena tidak ramah lingkungan.

Pada akhirnya Abbas sadar bahwa aksi Mansur dalam Pokmaswas Bina Lestari ternyata bertujuan baik. Bahkan, pelarangan penggunaan pukat harimau dan alat tangkap lain yang tak ramah lingkungan ternyata kemudian berdampak baik bagi para nelayan seperti dirinya. Jumlah ikan di perairan Muara Badak jadi lebih berlimpah dan lebih dekat dengan pesisir.

“Namanya dulu kan mancing-mancing ikan itu harus jauh, sekarang sudah agak dekat,” kata Abbas yang akhirnya ikut bergabung menjadi anggota Pokmaswas Bina Lestari sejak tiga tahun terakhir.

Berbeda dengan Abbas yang semula menentang, Alimuddin (37) bisa memahami maksud kegiatan Pokmaswas Bina Lestari sedari awal. Dia langsung mendukung Pokmaswas karena sepakat dengan tujuan baiknya. Seperti Abbas, sebagai nelayan tangkap, dulu Alimuddin juga sempat menggunakan pukat harimau.

Ketika Pokmaswas Bina Lestari melarangnya menggunakan pukat harimau demi keberlanjutan perikanan Muara Badak, Alimuddin paham itu kegiatan yang baik. Sebab, pukat harimau menjaring ikan-ikan kecil sehingga tidak sempat tumbuh besar dan bertelur.

“Kalau misalnya terus-terusan begini, lama-lama ikan kan habis. Apalagi yang kecil-kecilnya itu kan semuanya kena. Kalau kena yang kecil-kecil, artinya mubazir. Soalnya kan enggak ada harganya juga. Jadi betul juga ini yang dibilangin ini. Lama-lama [kalau pakai trawl, ikan] kan habis,” ujar Alimuddin.

Karena tugasnya berisiko dengan konflik dan pergesekan dengan nelayan lain, hingga kini beberapa anggota Pokmaswas menolak identitas mereka dibuka ke publik karena takut mengundang bahaya. Contohnya, seorang anggota Pokmaswas yang sehari-hari berkegiatan di laut. “Dia menyediakan jasa mengantar pemancing. Ngantar pemancing, tetapi sekaligus jadi mata-mata kami di laut,” kata Mansur.

“Jadi kalau ada kapal asing yang nggak dikenal, dia foto, kirim ke kami. Nanti kami yang tindak lanjuti ke laut. Dia sendiri tak mau dikasih tahu identitasnya.”