Pokmaswas memberi insentif kepada para anggota dan pelapor tindak pidana yang rajin memberikan laporan. Insentif itu berupa anggaran untuk internet telepon seluler. “Jadi kami kirimkan paket data itu, jadi dia aktif memberi laporan,” beber Mansur.
Penggunaan teknologi juga telah membantu pokmaswas dalam memberikan efek jera kepada para pelaku penangkapan ikan ilegal. Teknologi menambah efektivitas teguran ketimbang hanya menegur para pelaku secara langsung di atas laut. Misalnya dengan memotret aksi penangkapan ikan ilegal itu dan mengunggah fotonya ke Facebook.
Mansur mengungkapkan, “Itu nanti dari keluarganya juga komen, ‘Sudah, kamu berhenti aja daripada bikin malu.’”
Pokmaswas Bina Lestari adalah satu dari hanya 10 Pokmaswas yang aktif di Provinsi Kalimantan Timur. Paling sedikit dibanding provinsi-provinsi lain di Pulau Kalimantan. Menurut data tahun 2022 dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ada 193 Pokmaswas yang aktif di seantero Pulau Kalimantan. Yang terbanyak di Provinsi Kalimantan Selatan dengan jumlah 102 kelompok, 10 kali lipat lebih banyak dari jumlah Pokmaswas aktif di Kalimantan Timur.
Mohamad Ardi Partadisastra, Pengawas Perikanan Muda di Direktorat Pemantauan dan Operasi Armada, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) KKP, menjelaskan pembentukan Pokmaswas tidak bisa dipaksakan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. “Inisiatif dari masyarakatnya sendiri. Masyarakatnya punya kesadaran untuk menjaga sumber daya perikanannya,” kata Ardi.
Lebih lanjut Ardi memaparkan bahwa dasar hukum pembentukan Pokmaswas di Indonesia adalah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor: Kep.58/MEN/2001, tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Peraturan itu kemudian diturunkan dan dirincikan ke dalam Perdirjen PSDKP No.5 Tahun 2021 tentang Pembinaan Pokmaswas di Bidang Kelautan dan Perikanan.
Ardi mengatakan jumlah Pokmaswas yang ada di seluruh Indonesia sebenarnya “lebih dari 2.500 kelompok.” Namun, yang aktif memang kurang dari setengahnya. “Prioritas nasionalnya ada 1.100,” tambah Ardi.
"PR-nya itu adalah kalau kami, bagaimana sih untuk meningkatkan bukan lagi kuantitas [menambah jumlah Pokmaswas], ya, tetapi bagaimana meningkatkan kualitasnya.”
Kualitas yang dimaksud Ardi adalah keaktifan dan kemandirian Pokmaswas dalam melakukan kegiatan-kegiatannya. “Pembinaannya yang lebih penting. [Pokmaswas] perlu dibina agar anggotanya lebih aktif,” tegas Ardi. Selain itu, “bagaimana agar dinas provinsi itu bisa membina kelompok agar bisa mandiri sendiri.”
Ardi mengakui bahwa dengan luas laut Indonesia yang mencapai 3,2 juta kilometer persegi, aparat pemerintah tentu takkan sanggup menjaganya sendiri karena keterbatasan personel. Oleh karena itulah, dibentuk sistem pengawasan masyarakat. Ardi mengatakan keberadaan Pokmaswas “sangat bermanfaat.”
“Informasi dari Pokmaswas bisa menjadi bahan untuk operasi kami,” ujarnya.