Nationalgeographic.co.id—Kecurangan selama pertandingan olahraga bukanlah hal baru di zaman modern. Entah itu penggunaan doping, wasit yang tidak adil, atau atlet yang menjegal lawannya.
Ternyata, kecurangan selama pertandingan olahraga sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Dalam sejarah dunia kuno, kecurangan pun terjadi saat olimpiade Yunani kuno.
Para atlet Olimpiade zaman dahulu tidak mempunyai obat-obatan peningkat performa.
Namun menurut mereka yang mengetahui era tersebut dengan baik, jika orang Yunani kuno bisa melakukan doping, sejumlah atlet pasti akan memilikinya.
“Kami hanya mengetahui sedikit contoh kecurangan, namun hal ini mungkin cukup umum terjadi,” kata David Gilman Romano, profesor arkeologi Yunani di Universitas Arizona.
Namun para atlet di era Yunani kuno mempunyai kepentingan yang bersaing. “Hukum, sumpah, peraturan, pejabat yang waspada, tradisi, rasa takut akan hukuman cambuk, suasana keagamaan dalam pertandingan, dan rasa hormat pribadi. Semua ini berkontribusi dalam menjaga pertandingan dari kecurangan,” tulis Clarence A. Forbes, profesor di bidang atletik klasik di Ohio State University, pada 1952.
Menurutnya, sebagian besar dari ribuan kontes selama berabad-abad berlangsung bersih dalam sejarah dunia kuno.
Dalam sejarah dunia kuno, orang-orang Yunani kuno terbukti kreatif dalam daya saingnya. Beberapa berusaha membawa kesialan kepada atlet untuk mencegah kesuksesan mereka.
Menurut Romano, “Tablet kutukan dapat ditemukan dalam konteks atletik. Misalnya, potongan timah diukir dengan kutukan, lalu dilipat dan diletakkan di lantai di bagian penting fasilitas atletik.”
Dilihat dari catatan pengelana Pausanias di abad kedua masehi, sebagian besar kecurangan di Olimpiade kuno terkait dengan penyuapan atau permainan yang licik.
Bukan suatu kebetulan, dasar mitologis dari pertandingan Olimpiade melibatkan keduanya, menurut tulisan Romano.
Tokoh yang dianggap sebagai pendiri Olimpiade, Pelops, melakukannya sebagai perayaan pernikahan dan kemenangan keretanya atas raja Oinomaos. Rampasan tersebut diperolehnya setelah menyuap kusir raja untuk menyabot perjalanan kerajaan.
Olimpiade pertama diadakan pada tahun 776 SM. Namun bukti arkeologis menunjukkan bahwa Olimpiade tersebut mungkin telah dimulai berabad-abad sebelumnya.
Referensi mengenai contoh-contoh kecurangan yang legendaris telah bertahan selama berabad-abad. Sebuah adegan di mana seorang pegulat mencoba mencungkil mata lawannya dan menggigitnya secara bersamaan.
Di saat yang sama, wasit bersiap untuk memukul pegulat ganda dengan tongkat atau tongkat. Adegan tesebut menghiasi sisi cangkir dari sekitar tahun 490 SM.
Di Yunani modern, tiang penyangga yang dulunya menampung patung-patung besar masih berdiri kokoh di jalan menuju stadion kuno.
Namun, patung-patung ini bukanlah patung yang mengagung-agungkan prestasi atletik. Patung-patung itu menjadi pengingat akan atlet dan pelatih yang berbuat curang.
Dalam dokumentasi Pausanias, ada tiga metode utama ketidakjujuran dalam Olimpiade kuno.
Ada beberapa cerita tentang negara-negara kota yang mencoba menyuap atlet-atlet papan atas. Mereka diminta untuk berbohong soal daerah asalnya. Saat itu ada seorang atlet mencalonkan diri ke Syracuse dan bukannya kampung halamannya di Croton. Maka, Croton merobohkan patung dirinya dan menyita rumahnya untuk digunakan sebagai penjara umum.
Kemudian terjadi suap langsung antar atlet atau antar orang terdekat atlet untuk memengaruhi hasil.
Pada tahun 388 SM, pada Olimpiade ke-98, seorang petinju bernama Eupolus dari Thessaly menyuap tiga lawannya agar dia menang.
Keempat pria tersebut didenda berat. Setelah itu, ada enam patung perunggu Zeus, empat di antaranya memiliki tulisan tentang skandal tersebut dan peringatan bagi atlet masa depan.
Terakhir, ada pelanggaran dan trik terlarang di Olimpiade kuno. Pada sebuah fragmen drama satir, sekelompok pemain mengaku terdiri dari atlet yang ahli dalam gulat, balap kuda, lari, tinju, menggigit, dan memutar testis.
Para atlet dipukuli dengan tongkat atau dicambuk karena melanggar pemain lain. Mereka melakukan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan, seperti memulai lebih awal dalam lomba lari.
Hukuman juga diberikan karena atlet mencoba mempermainkan sistem yang menentukan pertandingan.
Dan ternyata, penonton juga melakukan kecurangannya sendiri di Olimpiade dalam sejarah dunia kuno. Seorang wanita berpakaian seperti pria untuk melihat putranya tampil.
Dia kemudian ditangkap dan dihukum. Para hakim bahkan terkadang mendapat masalah. Ada sebuah contoh di mana para pejabat memilih untuk menobatkan anggota negara kota mereka sendiri, sebuah konflik kepentingan yang jelas.
Seluruh negara kota juga bisa mendapat masalah. Pada tahun 420 SM, menurut Pausanias, Sparta dilarang mengikuti Olimpiade karena melanggar perjanjian damai.
Akan tetapi, salah satu atlet mereka mengikuti perlombaan kereta dengan berpura-pura mewakili Thebes.
Atlet itu menang. Dan dalam kegembiraannya, terungkap siapa kusir sebenarnya. Dia dicambuk dan kemenangan akhirnya dicatat sebagai milik Thebes, tanpa menyebutkan nama atletnya.
Ternyata, tindakan curang yang menghalalkan segala cara untuk menang bukanlah hal yang baru. Dalam sejarah dunia kuno, ada dokumentasi tentang kecurangan yang dilakukan dalam Olimpiade kuno.