Nationalgeographic.co.id—Yunani kuno sering dianggap sebagai tempat lahirnya peradaban. Tempat dan waktu di mana banyak institusi dan penemuan yang kita miliki saat ini diciptakan.
Namun bila dilihat lebih jauh, peradaban Mesir kuno ternyata memberikan pengaruh terhadap seni, agama, filsafat, dan mitologi Yunani kuno. Seperti apa pengaruh peradaban Mesir kuno terhadap Yunani kuno dalam sejarah dunia?
Agama: kosmogoni serupa di Mesir dan Yunani kuno dalam sejarah dunia
Untuk mengukur sejauh mana pengaruh Mesir kuno terhadap Yunani, kita harus mulai dari awal. Saat membandingkan kosmogoni (mitos yang menjelaskan asal-usul dunia dan segala isinya) dari kedua peradaban, kita menemukan beberapa kesamaan. Kedua peradaban mengembangkan catatan-catatan yang berbeda mengenai penciptaan dunia sepanjang sejarahnya.
“Namun kesamaannya sangat mencolok ketika Anda melihat yang utama,” tulis Rosie Lesso di laman The Collector.
Pertama-tama, para dewa dan dewi purba Mesir dan Yunani kuno sama-sama lahir secara spontan dari Dewa Chaos. Di peradaban Yunani kuno, ada Gaia, Tartarus, dan Eros dalam Theogony karya Hesiod. Lalu Atum menurut Hermopolitan Cosmogony Mesir.
Dewa-dewa lainnya adalah keturunan dewa-dewa awal ini. Artinya, baik dewa Mesir maupun Yunani merupakan bagian dari dua keluarga besar.
Lebih jauh lagi, di kedua kosmogoni, dewa dan dewi pertama mewakili kekuatan alam. Gaia adalah perwujudan bumi, Tartarus adalah neraka, dan Erebus adalah kegelapan. Di Mesir, dewa primordial, Atum, melahirkan Shu (udara) dan Tefnut (kelembaban), yang kemudian menjadi permaisuri. Keduanya memiliki dua anak: Geb (tanah) dan Nut (langit).
Para dewa dalam kedua mitologi tidak hanya berhubungan satu sama lain, tetapi reproduksi mereka tampaknya mirip dengan manusia normal. Hal ini merupakan ciri yang tidak umum dalam mitologi dunia lain dan pasti dipelajari oleh orang Yunani dari Mesir.
Sejarah: pengunjung awal dari Yunani Kuno
Herodotus adalah orang pertama yang menulis kisah masa lalu yang bisa kita sebut sejarah. Di saat yang sama, ia juga merupakan salah satu penulis yang paling banyak dibaca pada zaman dahulu. Herodotus mengunjungi Mesir kuno pada pertengahan abad ke-5 SM. Saat itu Mesir berada di bawah kekuasaan raja-raja Persia, musuh lama Yunani kuno.
Di sana, dia melihat sendiri banyak adat istiadat yang kemudian dia uraikan dalam bukunya yang berjudul Histories. Yang terpenting, Herodotus secara sistematis bertemu dan mewawancarai setiap orang yang memiliki pengetahuan tentang masa lalu.
Saat kembali ke Yunani, masyarakat ingin mengetahui segala hal tentang negeri eksotis Mesir. Bagi bangsa Yunani, Mesir kuno dikelilingi aura misteri dan keajaiban. Apa yang mereka pelajari bahkan lebih menakjubkan daripada yang dapat mereka bayangkan.
“Mulai dari deskripsi makam dan monumen yang terbuat dari batu dan piramida raksasa hingga pemujaan masyarakat Mesir terhadap kucing,” tambah Lesso. Termasuk fakta bahwa dewa-dewa Mesir kuno sebagian adalah binatang, sebagian lagi manusia.
Penulis lain mengikuti jejak Herodotus dan mengunjungi mesir kuno.
Filsafat: Misteri Orpheus dan Isis
Bagi orang Yunani kuno, sudah menjadi rahasia umum bahwa Mesir adalah sumber segala kebijaksanaan. Dan kebijaksanaan tersebut cukup kuno. Maka tidak mengherankan jika mitos-mitos populer menceritakan tentang banyak perjalanan awal para filsuf ke Mesir. Namun sebagian besar dari mitos-mitos tersebut tidak dapat dikonfirmasi secara historis.
Negarawan besar Athena, Solon, dikatakan oleh Herodotus mengunjungi Mesir pada saat Amasis II menjadi Firaun. Plato mungkin menginjakkan kaki di Negeri Sungai Nil sekitar tahun 393 SM. Hal ini terlihat jelas dalam dialog-dialognya, di mana ia mengeklaim bahwa tradisi Mesir sudah ada sejak 9.000 tahun yang lalu.
Plato juga menjelaskan dalam bukunya Phaedrus bagaimana tulisan ditemukan oleh dewa Mesir Thoth. Para ilmuwan Thales dan Pythagoras dikatakan memperoleh sebagian besar pengetahuan mereka dari studi mereka di Mesir. Menurut Plutarch, kita tidak akan memiliki teorema Pythagoras yang terkenal jika bukan karena pengaruh Piramida Giza.
Namun Pythagoras tidak hanya pergi ke Mesir untuk belajar matematika. Konon, dia juga diinisiasi dalam Misteri Orphic. Doktrin ini melibatkan keterlibatan dalam beberapa ritual rahasia dan memurnikan jiwa dan tubuh seseorang melalui penerapan praktik pertapa.
Praktik-praktik inilah yang kemudian diajarkan Pythagoras kepada para asistennya di koloni Kroton, di Calabria modern, Italia.
Yang lebih populer di kalangan orang Yunani adalah Misteri Isis, yang menjadi populer setelah penaklukan Aleksander Agung. Isis adalah salah satu dewi utama sepanjang sejarah Mesir dan terus demikian pada Periode Yunani-Romawi.
Kalender: menjaga waktu di masa lalu
Orang Mesir kuno mengembangkan sistem pencatatan hari yang revolusioner pada saat itu. Mereka adalah salah satu peradaban pertama yang memperhatikan hubungan antara pergerakan bintang dan benda langit lainnya serta perubahan musim.
Misalnya, mereka memperhatikan bagaimana bintang Sirius akan terbit pada saat yang sama dengan dimulainya banjir tahunan di Sungai Nil. Kemunculan pertama bintang tersebut di langit terjadi setiap 365 hari.
Kalender Yunani awal pada dasarnya sama dengan kalender Mesir. Mereka bahkan berutang budi kepada Mesir atas penemuan metode pencatatan waktu yang paling umum, clepsydra atau jam air. Jam bayangan atau jam matahari jauh lebih dapat diandalkan, namun orang Yunani menganggap clepsydra lebih praktis karena dapat diangkut.
Perbedaan utama antara kalender Yunani dan Mesir adalah fakta bahwa orang Yunani mengidentifikasi bulan dengan dewa tertentu.
Seni: patung dan posenya
Di kalangan sejarawan seni, sudah menjadi praktik umum untuk membedakan antara gaya seni Mesir yang naturalistis dan gaya seni Yunani yang lebih halus.
Namun, saat ini praktik tersebut diperdebatkan. Secara umum diterima bahwa seni Mesir tidak kalah dengan seni Yunani dan faktanya seni Yunani berutang banyak pada seni Yunani. Misalnya, patung pemuda monumental kuno yang dikenal sebagai kouroi (jamak dari kouros) menjadi bukti pengaruh Mesir.
“Tidak hanya dalam proporsi dan teknik yang digunakan tetapi juga dalam postur tubuh manusia,” ungkap Lesso lagi.
Patung laki-laki Mesir yang berdiri selalu menggambarkan individu yang berdiri dengan satu kaki ke depan. Hal ini menciptakan rasa dinamisme yang ditiru oleh orang Yunani dan disempurnakan dari generasi ke generasi.
Bangsa Yunani kuno akhirnya mengembangkan varian postur mereka sendiri yang dikenal sebagai contrapposto. Postur ini melibatkan individu yang menyandarkan berat badannya pada salah satu kaki, sementara kaki lainnya tetap ditekuk dan bebas. Karena ketegangan otot-otot yang berbeda di setiap kaki, hal ini memaksa para seniman Yunani untuk mempelajari anatomi manusia.
Seniman Yunani kemudian membuat patung-patung Yunani klasik memiliki tampilan dinamisme dan emosi. Harus diakui, patung-patung karya seniman Yunani kuno masih memukau orang di seluruh dunia hingga saat ini.
Astrologi: lahirnya rasi bintang dalam sejarah dunia
Dalam sejarah dunia, orang Mesir kuno mengetahui posisi dan pergerakan setiap benda langit dengan ketepatan yang mencengangkan. Diodorus dari Sisilia bahkan berkomentar bahwa orang Mesir dapat meramalkan gerhana matahari, sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh orang Yunani pada saat itu.
Masuk akal jika bangsa Mesir kuno juga membuat peta langit, yang dikenal sebagai zodiak. Peta langit itu dibuat berdasarkan pengetahuan yang diwarisi dari bangsa Babilonia kuno.
Zodiak tersebut berisi dua belas rasi bintang yang membentuk 36 decan setiap tahun. Setiap decan diwakili oleh satu bintang tertentu dan keseluruhan sistem didasarkan pada pengamatan terbitnya bintang Sirius.
Hampir setiap konstelasi yang dikenal orang Mesir di kemudian hari memiliki kesesuaiannya dengan zodiak Yunani.
Mitologi: Sinkretisme Mesir dan Apropriasi Yunani
Pengaruh peradaban Mesir kuno yang paling bertahan lama di Yunani adalah agama. Bagaimanapun, orang-orang Yunani adalah orang pertama yang terkejut melihat dewa-dewa Mesir yang aneh dengan kepala binatang dan tubuh manusia.
Namun, ini bukanlah gambaran yang lengkap, karena mitologi dan agama Mesir sangat kaya dan berbelit-belit.
Herodotus adalah penulis sejarah pertama yang menceritakan fenomena yang dikenal sebagai sinkretisme. Sinkretisme identifikasi dewa-dewa dari agama yang berbeda satu sama lain.
Sinkretisme sangat penting pada Periode Helenistik, setelah penaklukan Aleksander Agung. Horus menjadi Apollo, Ptah menjadi Hephaestus, Isis diidentikkan dengan Demeter, Neith dengan Athena, dan seterusnya.
Dewa-dewa di Mesir tidak hanya mempunyai satu penampakan saja, melainkan banyak. Misalnya, Thoth, dewa kebijaksanaan dan penemu kitab suci dalam mitos, direpresentasikan sebagai babon, manusia berkepala ibis, atau manusia seutuhnya.
Gambaran terakhir inilah yang diambil dan diadaptasi oleh orang-orang Yunani ke dalam agama mereka sendiri, menggabungkannya dengan Hermes. Gabungan tersebut melahirkan Hermes Trismegistos, atau “Hermes yang Tiga Kali Terbesar.”