Socrates dan Konfusius: Filosofi yang Serupa, Dunia yang Berbeda

By Tri Wahyu Prasetyo, Rabu, 10 Januari 2024 | 15:00 WIB
Socrates, filsuf Yunani kuno berpengaruh dalam sejarah dunia di akhir kehidupannya begitu tragis. (Wikimedia Commons)

Nationlgeographic.co.id—Socrates dari Yunani dan Konfusius dari Tiongkok merupakan dua tokoh sentral dalam sejarah pemikiran filosofis. Masing-masing mewakili tradisi filsafat Barat dan Timur.

Meskipun hidup pada zaman yang berbeda dan dalam konteks budaya yang jauh, ada beberapa kesamaan dalam ajaran mereka. Kedua filsuf ini sangat menekankan pentingnya etika, moralitas, dan cara hidup yang baik.

Menurut Philip Chrysopoulos, dilansir dari laman Greek Reporter, kedua orang ini mendapatkan gelar "orang bijak" dari orang-orang, bahkan selama masa hidup mereka.

Socrates lahir dari keluarga kelas menengah Athena pada tahun 470 SM. “Ide-idenya, yang kemudian disampaikan melalui tulisan-tulisan muridnya, Plato, membuatnya dijuluki sebagai pendiri Filsafat Barat.”

Demikian juga, “Konfusius lahir dari keluarga kaya raya di negara bagian Lu pada tahun 551 SM.” Ia besar dalam keluarga sederhana, tidak kaya dan tidak pula miskin, “tetapi ketika ayahnya meninggal, Konfusius terpaksa bekerja.”

Seperti halnya Socrates, filsafat Konfusius memiliki pengaruh yang besar di seluruh Tiongkok dan Asia Timur hingga hari ini.

“Kedua tokoh ini hidup pada masa pergolakan politik dan sosial di mana nilai-nilai dan praktik-praktik tradisional ditantang,” ungkap Philip.

Hidup selama Perang Peloponnesos (431-404 SM), Socrates berusaha memberdayakan orang-orang Yunani untuk berpikir sendiri. Karena itu, ia dijatuhi hukuman mati atas tuduhan tidak bermoral dan merusak generasi muda.

Demikian juga Konfusius, hidup pada masa-masa terakhir dinasti Zhou yang penuh gejolak. Ia mencoba membujuk para penguasa feodal yang bertikai untuk memeluk ajarannya, namun tidak berhasil.

Kedua pemikir ini menerima pendidikan, dan mereka sangat akrab dengan literatur serta musik dari budaya masing-masing. Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan awal mereka, tetapi pada usia pertengahan, keduanya memiliki murid-murid berbakat.

Pentingnya Kebajikan bagi Socrates dan Konfusius

Baik Konfusius maupun Socrates, kebijaksanaan dan kebajikan dipandang sebagai inti dari kehidupan yang bermakna. Keduanya meyakini bahwa belajar, pencarian, dan pemahaman merupakan kunci untuk mencapai kebijaksanaan.

Konfusius menganggap hati yang baik sebagai kualitas bawaan setiap individu. Namun, hal ini jarang disadari secara utuh oleh setiap orang. Baginya, kebaikan adalah hubungan cinta kasih yang sejati di antara manusia.

Socrates, sementara itu, juga menekankan pentingnya menjalani kehidupan yang bermoral dan baik sebagai jalan menuju kebahagiaan dan kepuasan. Dia juga percaya bahwa cinta adalah bahan bakar untuk menggerakkan kita menuju kebaikan.

Hubungan manusia yang tepat adalah persahabatan, dan kebaikan adalah sumber dari cita-cita dan apa yang seharusnya tuntunan dalam setiap tindakan manusia.

Socrates, demikian juga Konfusius, percaya bahwa kecenderungan manusia adalah lebih menyukai keindahan daripada kebajikan. Di sisi lain, mereka mengajarkan kepada murid-muridnya untuk fokus menjadi pribadi yang berbudi luhur, untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Oleh karena itu, mereka menekankan bahwa pendidikan adalah salah satu sarana utama untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Philip menjelaskan, pertama-tama, bagi kedua filsuf ini, penting bagi seseorang untuk memiliki pengetahuan diri. Hal ini adalah sesuatu yang paling penting.

“Hal ini termasuk menyadari apa yang diketahui dan tidak diketahui,”  jelas Philip.

Filsafat dan Praktik

Konfusius menggambarkan dirinya sebagai “seseorang yang tidak menciptakan apa-apa”. Ia mengklaim bahwa seluruh yang ia ketahui, adalah hasil dari proses belajar. 

Dalam mengajar, ia mengajak murid-muridnya untuk mempelajari dan merefleksikan diri terhadap karya-karya klasik yang lebih tua. 

Dengan demikian, Philip menjelaskan, hal tersebut memungkinkan para muridnya untuk menciptakan relasi antara “masalah-masalah moral di masa lalu dan masa kini melalui pemikiran akademis yang mendalam.”

Nilai-nilai moral sangatlah penting bagi Socrates dan Konfusius. Ketika Socrates diadili, dalam pembelaannya, ia berkata, "Selama saya masih bisa bernapas dan mampu, saya tidak akan berhenti mempraktikkan filsafat."

Dia menolak untuk meninggalkan komitmennya dalam mencari kebijaksanaan. Hal inilah yang pada akhirnya berujung pada kematiannya. Konfusius juga berkomitmen pada keyakinan moralnya dan berdiri teguh untuk apa yang dia yakini.

Persamaan lain antara Socrates dan Konfusius adalah bahwa kedua filsuf ini tidak mendiskriminasi siapa pun karena status atau kekayaan mereka. Mereka siap untuk mengajar siapa saja yang memiliki kemampuan.

Filosofi pendidikan Socrates dan Konfusius bertujuan untuk memuliakan dan memanusiakan karakter penguasa dengan melahirkan pemimpin yang bijaksana dan berbudi luhur.

Legasi Socrates dan Konfusius

Buku Michael Schuman tentang pemikiran Konfusius. (MICHAEL SCHUMAN)

Ide-ide pendidikan Socrates sering diadopsi di berbagai institusi pendidikan untuk mendorong pemikiran kritis siswa.

Dialog antara guru dan murid, yang dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan, mengeksplorasi keyakinan-keyakinan mendasar yang membentuk pandangan dan opini murid.

Sementara itu, Konfusianisme sedang menikmati kebangkitan kembali di Tiongkok dan juga mendapatkan perhatian internasional. Kebangkitan ini dimulai dari kalangan akademisi dan secara bertahap menyebar ke kalangan pemimpin dan masyarakat. 

“Sejak tahun 2004, pemerintah Tiongkok telah mendirikan lebih dari tiga ratus Institut Konfusianisme di seluruh dunia,” jelas Philip.