Misteri Sejarah Babilonia, Untuk Apa Nabonidus Pergi ke Arab?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 4 Januari 2024 | 19:00 WIB
Potret purbakala Nabonidus, raja terakhir Kekaisaran Babilonia Baru, bersama bulan dan matahari. Dalam sejarah Babilonia, Nabonidus sempat melarikan diri ke Tayma, sebuah oasis di Arab. (British Museum)

Nationalgeographic.co.id—Penghujung Kekaisaran Babilonia Baru memiliki cerita menarik sebelum dikuasai oleh Korseh II (Koresh Agung) dari Kekaisaran Akhemeniyah Persia.

Raja terakhir Kekaisaran Babilonia Baru adalah Nabonidus (556-539 SM) yang naik takhta setelah pembunuhan Labashi-Marduk yang hanya berkuasa beberapa bulan saja.

Para ahli sejarah masih memperdebatkan apakah Nabonidus yang naik takhta punya peran dalam pembunuhan Labashi Marduk. Yang jelas, ketika diangkat, Nabonidus tidak mengira akan menjadi raja walaupun mungkin menginginkannya.

Nabonidus bisa dibilang tokoh kerajaan dari sejarah Babilonia yang unik dan penuh misteri. Hingga suatu ketika pada 552 SM sampai 542 SM, Nabonidus menghilang.

Raja itu mengasingkan diri di Tayma, sebuah oasis gurun yang kaya di Arab (hari ini di Provinsi Tabuk, Arab Saudi). Dia memercayakan putranya, Belsyazar untuk memerintah di ibu kota Babilonia.

Para ahli sejarah tidak mengetahui alasan pasti mengapa pengasingan ini dilakukan oleh raja terakhir Kekaisaran Babilonia Baru itu. Pendapat mengatakan bahwa pengasingan ini disebabkan oleh perselisihan pemuka agama dan oligarki dalam sejarah Babilonia. Ada pula yang berpendapat bahwa Nabonidus pergi karena penyakit gila.

Ada pula pertanyaan lainnya, apa yang membuat Tayma menarik dikunjungi Nabonidus? Cerita pengasingan ini tidak hanya terdokumentasi dalam peninggalan Kerajaan Babilonia Baru, tetapi juga di Perjanjian Lama kitab Habakuk 3:3.

Mengasingkan diri ke Tayma tanpa kejelasan

Bisa jadi, Nabonidus tertarik pada Tayma ketika kampanye militer melawan Edom, kerajaan yang terletak di Transyordania, yang memberontak. Kampanye ini terjadi pada Mei 553 SM yang membuat banyak bangsa Yahudi ditawan dalam sejarah Babilonia.

Usai menaklukkan pemberontak, Nabonidus berkampanye di Arab melawan suku Dadanu (Lihyan). Suku ini berkuasa selama Zaman Besi di bagian utara Jazirah Arab hingga Yathrib (sekarang Madinah).

Kampanye tersebut membuat kota-kota lain di Arabia, termasuk Tayma ditaklukkan Kekaisaran Babilonia Baru. Tayma disebutkan menjadi pusat pemerintahan sementara pada musim panas 552 SM. Setelah itulah, Nabonidus tinggal di sana selama ekitar satu dekade dan baru kembali ke ibu kota Babilonia.

Kota Tayma adalah oasis penting yang dilintasi jalur perdagangan Arab, namun lemah secara pertahanan. Fakta ini masuk akal jika menjadi alasan mengapa Kekaisaran Babilonia Baru menguasainya. Namun, sangat tidak jelas mengapa Nabonidus mengasingkan diri di Tayma.

Bisa jadi, alasan agama adalah yang sangat penting. Diyakini, ibunya adalah pendeta wanita bulan Sin. Nabonidus sendiri secara terang-terangan menyembah Sin. Kepercayaan ini berbeda dengan penduduk ibu kota Babilonia yang merupakan pusat pemujaan Marduk.

Dalam penyembahan Marduk, otoritas agama menyelenggarakan festival untuk masyarakat yang disebut Festival Tahun Baru. Dalam festival tesebut, raja harus menyerahkan dirinya kepada Marduk, melepaskan mahkota dan lambang kerajaannya sementara, menyerahkan takhtanya, berdoa, dan menerima hukuman keras dari pendeta.

Nabonidus tentu menolak, secara penyembahan kepada Marduk. Dia kerap menelantarkan festival Tahun Baru yang membuatnya difitnah oleh para pendeta Marduk.

Sikapnya juga sangat mengacuhkan Marduk. Terbukti dalam Silinder Nabonidus, prasasti berbahan tanah liat, dia mendirikan kuil untuk tiga dewa, Sin di Harran, Anunitu (dewi perang) di Sippar, dan dewa matahari Samas di Sippar.

Pendapat lain justru mengatakan bahwa pengasingan Nabonidus ke Tayma adalah karena situs arkeologi. Di sana terdapat prasasti suci yang membuatnya mencari pengalaman spiritualnya.

Berpindah agama ke monoteistik? 

Ada pula yang memperkirakan Nabonidus ke Tayma karena sakit dan berupaya menyembuhkan diri. Alasan ini agak aneh karena masa kepergiannya adalah sekitar satu dekade.

Namun, pendapat ini punya dasar karena terdapat Doa Nabonidus dari Naskah Laut Mati yang ditemukan di Qumran, Tepi Barat, Palestina sekitar 1946 dan 1956. Naskah itu mengatakan bahwa Nabonidus menderita maag, sehingga dia harus mundur dari kota Babilonia dan tinggal ke Tayma.

Di Tayma, dia disembuhkan oleh pengusir setan Yahudi. Doanya pun bernuansa monoteistik Yahudi seperti berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memohon pengampunan dosa. Isi ini menarik karena membuka kemungkinan Nabonidus memeluk monoteistik agama baru setelah dari Tayma.

Bagaimanapun, sumber sejarah Babilonia mengatkaan bahwa Nabonidus kembali pada 542 SM. Namun, pada saat itu, Kekaisaran Babilonia Baru sedang berhadapan dengan kekuatan Kekaisaran Akhemeniyah yang dipimpin Koresh Agung.

Kekaisaran besar itu kemudian jatuh dengan menyerahnya sang raja. Uniknya, Nabonidus meminta dirinya dapat hidup relatif bebas. Kekaisaran Akhemeniyah pun mengizinkannya.

Koresh Agung memulai kekuasaan Persia dengan mengembalikan artefak keagamaan ke tempat suci asalnya, termasuk mengizinkan orang-orang Yahudi kembali ke Yerusalem. Izin itu membuat bangsa Yahudi dapat membangun kembali Bait Suci.