Penemuan Manusia Piltdown, Jadi Kebohongan Terbesar Sejarah Dunia

By Hanny Nur Fadhilah, Senin, 8 Januari 2024 | 07:00 WIB
Ilustrasi para ilmuwan meneliti fosil Manusia Piltdown yang ditemukan oleh Charles Dawson dalam catatan sejarah dunia. (Public domain)

Nationalgeographic.co.id—Manusia Piltdown adalah salah satu penipuan ilmiah terbesar dalam catatan sejarah dunia. Untuk mengungkap pemalsuan evolusi manusia ini, membutuhkan waktu puluhan tahun.

Selama beberapa dekade, penemuan Manusia Piltdown dipuji sebagai mata rantai yang hilang dalam evolusi manusia. Hal ini menarik imajinasi para ilmuwan dan masyarakat dalam sejarah dunia.

Tipuan Manusia Piltdown dilakukan oleh seseorang yang berusaha mendapatkan ketenaran, pengakuan dan ketenaran di dunia sains.

Pada awal abad ke-20, orang-orang tertarik untuk menemukan 'mata rantai yang hilang' dalam evolusi manusia. Hal ini diyakini bahwa penemuan tersebut akan memberikan bukti bagi teori evolusi dan membantu mengisi kesenjangan dalam pemahaman ilmiah tentang asal usul manusia.

Teori evolusi, yang pertama kali dikemukakan oleh Charles Darwin pada pertengahan abad ke-19, telah diterima secara luas di kalangan komunitas ilmiah pada awal abad ke-20.

Namun, masih banyak yang harus dipelajari mengenai detail evolusi manusia, khususnya transisi dari kera ke manusia dalam sejarah dunia.

Menemukan mata rantai yang hilang dipandang sebagai cara untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan dan memberikan bukti nyata bagi teori evolusi. 

Selain itu, gagasan tentang mata rantai yang hilang menangkap imajinasi populer dan memicu minat masyarakat terhadap sains dan asal usul manusia.

Dipercaya bahwa menemukan mata rantai yang hilang akan membantu menjawab pertanyaan mendasar tentang hakikat umat manusia dan tempat kita di alam.

Penemuan Tengkorak Manusia Piltdown

Pada tahun 1912, tim arkeolog yang dipimpin oleh Charles Dawson menemukan sisa-sisa spesies hominid yang sebelumnya tidak diketahui di lubang kerikil di Piltdown, sebuah desa di Sussex, Inggris.

Sisa-sisanya terdiri dari tengkorak, tulang rahang, dan beberapa pecahan tulang anggota badan.

Dawson mengklaim bahwa tulang-tulang tersebut setidaknya berusia 500.000 tahun dan mewakili tahap transisi dalam evolusi manusia, di mana ukuran otak bertambah sementara rahang tetap primitif.

Penemuan ini dirayakan secara luas dan dengan cepat menjadi salah satu penemuan terpenting dalam sejarah evolusi manusia. 

Manusia Piltdown, demikian nama spesimen tersebut, menantang pandangan umum bahwa otak dan rahang telah berevolusi bersama pada manusia. Sebaliknya, hal ini tampaknya menunjukkan bahwa otak telah berevolusi terlebih dahulu, dan rahang telah tertinggal. 

Namun keraguan terhadap Manusia Piltdown mulai muncul pada tahun 1920-an dalam catatn sejarah dunia. Usia tulang-tulang tersebut dipertanyakan. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa mereka mungkin jauh lebih muda dari perkiraan semula.

Yang lain mengungkapkan bahwa rahang dan tengkoraknya tampaknya milik spesies hominid yang berbeda. Giginya telah diwarnai secara artifisial agar terlihat lebih tua.

Terlepas dari kritik tersebut, Manusia Piltdown terus dianggap sebagai bukti evolusi manusia selama beberapa dekade. Baru pada tahun 1950-an hoax tersebut akhirnya terungkap.

Pada tahun 1953, teknik penanggalan baru mengungkapkan bahwa tulang-tulang tersebut hanya berumur beberapa ratus tahun, bukan ratusan ribu.

Dua sistem penanggalan absolut digunakan untuk mengungkap tipuan Manusia Piltdown. Mereka disebut penanggalan fluor dan penanggalan radiokarbon. 

Penanggalan fluor adalah metode untuk menentukan usia relatif tulang dengan mengukur jumlah fluor yang dikandungnya. Semakin banyak fluor yang terkandung dalam suatu tulang, semakin lama tulang tersebut terkubur. 

Dalam kasus tulang Manusia Piltdown, penanggalan fluor menunjukkan bahwa tulang tersebut jauh lebih muda dari perkiraan sebelumnya, menunjukkan bahwa tulang tersebut bukanlah mata rantai yang hilang dalam evolusi manusia.

Penanggalan radiokarbon adalah teknik penanggalan absolut lainnya yang mengukur jumlah karbon-14 dalam suatu sampel untuk menentukan umurnya.

Metode ini digunakan untuk menentukan usia tulang rahang Manusia Piltdown, yang ditemukan jauh lebih muda dari tengkoraknya.

Usia tulang rahang tersebut sama dengan usia orangutan, sehingga mendukung dugaan bahwa tulang rahang tersebut telah diwarnai secara artifisial dan dikikir agar terlihat lebih mirip manusia.

Mereka memberikan bukti nyata bahwa tulang-tulang tersebut bukanlah mata rantai yang hilang dalam evolusi manusia, melainkan sebuah tipuan yang disengaja yang dilakukan oleh seseorang yang mencari ketenaran dan pengakuan.

Siapa yang bertanggung jawab atas penipuan tersebut?

Identitas orang yang bertanggung jawab atas hoax Manusia Piltdown masih menjadi misteri hingga saat ini. Pemalsuan ini begitu rumit dan canggih sehingga diyakini merupakan pekerjaan lebih dari satu orang. 

Beberapa nama telah dikemukakan sebagai kemungkinan pelaku hoax tersebut, termasuk penemu asli Manusia Piltdown, Charles Dawson, dan ilmuwan terkemuka saat itu, seperti Arthur Smith Woodward dan Pierre Teilhard de Chardin.

Yang lain bahkan menuding Sir Arthur Conan Doyle, pencipta Sherlock Holmes, yang tinggal di Sussex pada saat penemuan itu dan diketahui tertarik pada arkeologi. Namun, tidak ada bukti nyata yang mendukung klaim tersebut.

Ada kemungkinan juga bahwa tipuan tersebut adalah ulah orang iseng atau kolektor fosil amatir yang ingin membuat dirinya terkenal.

Terlepas dari siapa yang bertanggung jawab, tipuan Manusia Piltdown dalam catatan sejarah dunia adalah sebuah kisah peringatan tentang bahaya angan-angan dan penipuan ilmiah.

Hal ini juga menunjukkan pentingnya pengawasan cermat dan skeptisisme dalam proses ilmiah. Meskipun hoaks ini menghambat studi tentang evolusi manusia selama beberapa dekade, pada akhirnya kebohongan sejarah ini membantu memperkuat keilmuan dengan memaksa para ilmuwan untuk mengembangkan metode penyelidikan dan analisis yang lebih teliti.