Mengapa Planet dalam Tata Surya Dinamai dari Dewa Mitologi Romawi?

By Hanny Nur Fadhilah, Selasa, 9 Januari 2024 | 17:00 WIB
Sebagian besar planet dalam tata surya diberi nama dari dewa dan dewi mitologi Romawi. (Historyskills)

Nationalgeographic.co.id—Planet-planet di tata surya sebagian besar memiliki nama yang mencerminkan mitologi Romawi kuno. Apa alasan di balik penamaan tersebut?

Dalam pikiran Romawi kuno, langit malam adalah tempat para dewa memainkan kisah-kisah tentang gairah, kekuatan, dan intrik.

Dewa-dewa di Mitologi Romawi diyakini berkuasa atas setiap aspek kehidupan. Planet-planet bergerak melintasi langit tidak seperti bintang tetap, menarik imajinasi para astronom Romawi dan dipandang sebagai pembawa pesan ilahi atau perwujudan dewa-dewa mereka.

Para astronom Romawi awal, seperti para pendeta, menghabiskan malam hari memetakan langit, mencatat pergerakan planet dan fase bulan.

Pengamatan ini bukan hanya untuk rasa ingin tahu atau sains, melainkan untuk mencari pertanda, bimbingan dan tanda-tanda dari para dewa.

Meskipun teknologinya terbatas, para astronom Romawi dapat mengamati pergerakan planet dan membedakannya dari bintang, yang mereka anggap sebagai titik cahaya tetap.

Pertanian, hari raya keagamaan, dan bahkan kampanye militer semuanya dipengaruhi oleh pergerakan langit. Bagi orang-orang Romawi, planet-planet bukan sekadar benda langit, melainkan memiliki karakter dan tujuan ilahi.

Perpaduan antara mitologi dan astronomi ini menunjukkan bagaimana bangsa Romawi berusaha memahami alam semesta mereka.

Mereka menemukan keteraturan dan makna di langit, menciptakan sistem di mana kosmos dan budaya saling terkait erat.

Planet dan Kaitannya dengan Dewa Mitologi Romawi

Merkurius, yang melakukan perjalanan penuh mengelilingi Matahari hanya dalam 88 hari Bumi, mendapatkan namanya dari utusan para dewa yang bergerak cepat.

Asosiasi dengan kecepatan dan ketangkasan ini sangat selaras dengan dewa Merkurius, yang dikenal karena kecepatan dan perannya sebagai pemberita.

Venus, bersinar lebih terang dibandingkan planet lain mana pun di langit malam, mengambil namanya dari dewi cinta dan keindahan Romawi. Keindahan planet ini menjadikannya pilihan yang wajar untuk dikaitkan dengan Venus, dewa yang dipuja karena pesona dan daya tariknya.

Mars, dengan rona merahnya yang khas diasosiasikan dengan dewa perang Romawi. Warna ini mengingatkan pada darah dan api. Hal ini menjadikan Mars nama yang tepat untuk planet ini, mencerminkan sifat agresif dan suka berperang yang dikaitkan dengan dewa Mars. Penampilan planet yang kemerahan menjadi simbol kecakapan dan kekuatan bela diri dewa tersebut.

Jupiter, planet terbesar di tata surya kita, dinamai menurut nama raja para dewa Romawi. Penamaan ini juga mencerminkan pentingnya Jupiter dalam agama Romawi sebagai penguasa para dewa dan manusia.

Saturnus dengan cincin indah dan orbitnya yang lebih lambat, dinamai menurut nama dewa pertanian dan waktu Romawi. Nama tersebut menggambarkan keberadaan planet yang lebih jauh dan tenteram di langit.

Saturnus, sang dewa, dikaitkan dengan menabur dan memanen, dan hubungannya dengan waktu sejalan dengan perjalanan panjang planet mengelilingi matahari.

Mengapa Planet yang baru Ditemukan Diberi Nama Sesuai Nama Dewa?

Penemuan teleskop pada awal abad ke-17 menandai momen penting dalam sejarah astronomi. Dengan alat baru ini, para astronom dapat melihat langit dengan kejelasan dan detail yang belum pernah ada sebelumnya.

Galileo Galilei, salah satu orang pertama yang menggunakan teleskop untuk tujuan astronomi, melakukan pengamatan inovatif yang menantang gagasan umum tentang tata surya.

Ia menemukan bulan-bulan yang mengorbit Jupiter dan mengungkapkan bahwa tidak semua benda di luar angkasa berputar mengelilingi Bumi, sebuah konsep yang revolusioner pada saat itu.

Kemajuan ini mengarah pada penemuan planet di luar lima planet yang diketahui para astronom kuno. 

Uranus ditemukan pada tahun 1781 oleh William Herschel, memperluas batas tata surya yang diketahui. Penemuan ini diikuti oleh Neptunus pada tahun 1846 dan kemudian Pluto pada tahun 1930, meskipun Pluto diklasifikasikan ulang sebagai planet katai pada tahun 2006.

Dengan setiap penemuan baru, konvensi penamaan yang ditetapkan oleh bangsa Romawi dilanjutkan, menghormati tradisi penamaan planet dengan nama tokoh mitologi.

Nama Uranus diambil dari nama dewa Yunani kuno, mengacu pada akar Yunani dalam mitologi Romawi, sedangkan Neptunus dan Pluto masing-masing diberi nama sesuai dengan nama dewa laut dan dunia bawah Romawi.

Kemajuan dalam peralatan dan teknik astronomi tidak hanya memperluas peta kosmik kita namun juga menyempurnakan pemahaman kita tentang planet itu sendiri.

Ciri-ciri seperti cincin Saturnus atau Bintik Merah Besar Jupiter diamati secara mendetail, menambah kekayaan pengetahuan kita tentang dunia yang jauh ini.

Era penemuan dan eksplorasi ini menegaskan kembali ketertarikan manusia terhadap kosmos dan menunjukkan bagaimana kemajuan teknologi dapat memperdalam pemahaman kita tentang alam semesta.

Budaya Lain Memberi Nama pada Planet

Praktik penamaan benda langit merupakan fenomena universal, dan setiap budaya membawa perspektif dan mitologinya sendiri ke dalam kosmos.

Berbeda dengan pendekatan Romawi yang memberi nama planet dengan nama dewa mereka, budaya lain telah mengadopsi metode dan alasan berbeda dalam memberi nama benda langit, yang sering kali mencerminkan pandangan dunia unik dan kisah mitologis mereka. 

Di Mesopotamia kuno, salah satu peradaban paling awal yang melakukan pengamatan astronomi sistematis, planet diberi nama sesuai nama dewa mereka, mirip dengan nama dewa Romawi.

Namun, pilihan nama mereka berakar pada panteon Sumeria dan Babilonia. Misalnya, Jupiter dikenal sebagai Marduk, dewa utama dalam mitologi Babilonia. 

Konvensi penamaan ini menggarisbawahi hubungan mendalam yang dilihat orang Mesopotamia kuno antara peristiwa langit dan keyakinan agama mereka.

Bangsa Mesir kuno juga mempunyai tradisi astronomi yang kaya. Penamaan benda langit sering dikaitkan dengan dewa dan dewi mereka, namun dengan penekanan unik pada hubungan peristiwa langit dengan Sungai Nil dan siklus pertanian.

Misalnya, bintang Sirius dikaitkan dengan Isis, dewi utama dalam mitologi Mesir. Dalam astronomi Tiongkok, planet-planet secara tradisional diberi nama berdasarkan karakteristik fisiknya dan unsur-unsur yang dianggap mewakili filsafat Tiongkok.

Venus, yang dikenal sebagai 'Bintang Logam', diasosiasikan dengan logam dalam sistem Wu Xing. Pendekatan ini mencerminkan pemahaman yang lebih filosofis dan mendasar tentang kosmos, berbeda dari personifikasi mitologis yang terlihat dalam tradisi Romawi dan Yunani.