Ambisi Raja Richard I dan Pengaruhnya di Sejarah Perang Salib Ketiga

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 21 Januari 2024 | 17:20 WIB
Sejarah Perang Salib menjadi kesempatan untuk menegaskan kehebatan militer dan keterampilan kepemimpinannya, bagi Raja Richard I. (Public domain)

Hubungan antara Richard dan Leopold memburuk selama Perang Salib. Hal ini berpuncak pada insiden di Acre di mana anak buah Richard melepaskan panji Leopold dari kota.

Penghinaan ini berdampak serius bagi Richard, yang menyebabkan dia ditangkap dan dipenjarakan oleh Leopold dalam perjalanannya kembali ke Inggris.

Interaksi Richard dengan Saladin

Keterampilan diplomasi Richard juga diuji dalam hubungannya dengan Shalahuddin. Meski bermusuhan, namun ada rasa saling menghormati di antara kedua pemimpin tersebut. 

Pertempuran militer mereka, meski sengit, sering kali ditandai dengan sikap kesatria dan kode kehormatan tertentu.

Misalnya, ketika Richard jatuh sakit, Saladin mengiriminya hadiah buah dan es untuk membantu kesembuhannya, sebagai bentuk penghormatan kepada lawan yang layak.

Negosiasi yang menghasilkan Perjanjian Jaffa pada tahun 1192 merupakan bukti ketajaman diplomasi kedua pemimpin.

Meskipun tidak mencapai tujuan akhir untuk merebut kembali Yerusalem, hal ini merupakan pengakuan realistis terhadap situasi di lapangan dan mendapatkan beberapa konsesi penting.

Perjanjian Jaffa

Kampanye militer Perang Salib Ketiga diakhiri dengan perjanjian ini, yang mulai berlaku pada bulan September 1192.

Perjanjian tersebut menetapkan gencatan senjata selama tiga tahun antara Tentara Salib dan pasukan Saladin.

Hal ini memungkinkan Tentara Salib untuk mempertahankan sebidang wilayah di sepanjang pantai dari Tirus hingga Jaffa dan memberikan akses aman bagi peziarah Kristen ke Yerusalem, yang masih berada di bawah kendali Muslim.