Gajah Purba Menyeruak dari Ladang Jagung di Situs Purbakala Patiayam

By National Geographic Indonesia, Selasa, 23 Januari 2024 | 09:31 WIB
Arkeolog Ruly Fauzi (berbaju merah) bersama Wagiran, pemilik kebun jagung tempat fosil ditemukan di hamparan ladang jagung di Patiayam. Temuan elephas yang diekskavasi baru sebatas tulang rusuk sampai kepala. (Feri Latief)

Formasi Kancilan, lapisan di atas formasi Jambe yang berupa batuan vulkanik dari letusan Gunung Muria ketika kawasan ini masih lautan, berasal sekitar 0,9 juta tahun silam. 

Formasi Slumprit, lapisan tanah yang sangat kaya akan tinggalan fosil mamalia darat, usianya Plestosen tengah sampai 0,8 juta tahun silam.

Formasi Kedungmojo, lapisan yang didominasi pasir kasar batuan konglomerat dengan butiran-butiran krikil dan krakal keras, yang menyimpan fosil vertebrata berasal sekitar 800.000 – 100.000 ribu tahun yang lalu.

Formasi Sukobubuk, lapisan berupa bongkah-bongkah batuan yang merekat bersama pasir kasar, diduga bagian bencana erupsi Gunung Muria yang memusnahkan kehidupan di atasnya, sekitar 10.000 tahun silam.

Fosil yang tersingkap akibat longsoran lapisan tanah di Situs Patiayam. Raden Saleh Syarif Bustaman, pada 1850-an, mengumpulkan fosil-fosil di kawasan ini untuk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. (Feri Latief)

Para peneliti yang terlibat: Retno Handini, Ruly Fauzy, Sofwan Noerwidi, Harry Octavianus, Mirza Ansori, Unggul Prasetyo, Ferry Fredy Kawur, Ngadiran, dan pakar biomolekuler Wuryantari, serta mahasiswa Departemen Arkeologi FIB-UGM. Mereka juga dibantu tenaga lokal yang berpengalaman dalam penelitian arkeologi. Mereka melakukan eskavasi di beberapa lokasi pada 8 sampai 21 Januari 2024. Namun survei pendahuluan telah dilakukan sebelumnya pada November silam.

Histori Penelitian Patiayam 

Situs purbakala ini telah memikat Raden Saleh Syarif Bustaman dan Frans Wilhelm Junghuhn yang tertarik mengumpulkan fosil-fosil di kawasan Patiayam pada 1857. 

Dua serdadu KNIL, Anthonie de Winter dan Gerardus Kriele, melaporkan pengamatan mereka tentang fosil-fosil di Patiayam kepada Eugene Dubois pada 1891.

Willem Albertus "Wim" van Es meneliti aspek paleontologi, arkeologi, dan geologi Patiayam. Kajiannya berdasar sembilan fosil yang ditemukan di kawasan itu pada 1931.

Bukit-bukit Patiayam yang diduga terbentuk setelah erupsi Gunung Muria. Bentang alamnya bercerita tentang manusia-manusia purba yang beradaptasi dengan lingkungan setempat dan fauna-faunanya. (Feri Latief)

Reinout Willem van Bemmelen, pada 1949, mengungkapkan hasil pengamatannya bahwa terjadinya bukit-bukit Patiayam berkaitan dengan erupsi Gunung Muria. 

Sartono dari Departemen Teknik Geologi dan Hidayat Syarif dari Departemen Biologi pada Institut Teknologi Bandung memimpin penelitian di Situs Patiayam pada 1978. Mereka melanjutkan penelitian Willem Albertus van Es, menemukan gigi premolar, fragmen tengkorak manusia purba, dan 17 spesies fauna.

Elephas hysudrindicus, generasi ketiga dari gajah purba, di Museum Geologi Bandung. (Wikimedia Commons)

Truman Simanjuntak memimpin penelitian arkeologi di Patiayam, sekaligus pengamatan permukaan tanah sepanjang dua aliran sungai dari hulu hingga hilir pada 1981-1983. 

Belakangan, pada 2007, Balai Arkeologi Yogyakarta menemukan perkakas batu berupa serpih, kapak genggam, serut, dan kapak perimbas di Situs Patiayam.

Patiayam merupakan salah satu situs manusia purba terpenting yang kita miliki. Bentang alamnya tidak hanya bercerita tentang migrasi dan adaptasi manusia, tetapi juga hubungan erat fauna antara fauna yang menghuni daratan Asia dan fauna di sebaran pulau di tenggaranya.