Buku Sibylline, Kumpulan Ramalan Misterius di Sejarah Romawi Kuno

By Hanny Nur Fadhilah, Selasa, 30 Januari 2024 | 11:00 WIB
Buku Sibylline adalah kumpulan ramalan Romawi kuno. (Public domain)

Nationalgeographic.co.id—Buku Sibylline adalah kumpulan ramalan Romawi kuno. Buku-buku ini dianggap sebagai sumber penting di sejarah Romawi kuno untuk memahami kehendak para dewa dan diyakini ditulis oleh Sibyl, peramal wanita yang disebut tinggal di berbagai belahan dunia kuno.

Selama berabad-abad, Buku Sibylline mempunyai tempat misterius dan penuh teka-teki dalam masyarakat Romawi, diselimuti kerahasiaan dan diyakini berisi kebijaksanaan para dewa dan rahasia nasib kekaisaran.

Diwariskan dari generasi ke generasi, ramalan kenabian ini dimintai pendapatnya pada saat krisis, perang, dan bencana.

Dari Pertempuran Cannae hingga kebangkitan Augustus dan bahkan kekeringan dan kelaparan, Buku Sibylline memainkan peran penting dalam membentuk nasib Roma. Tapi apa sebenarnya buku-buku ini, dan ramalan macam apa yang dikandungnya?

Sayangnya, sebagian besar isinya masih menjadi misteri, karena pemerintah Romawi menjaga Kitab Sibylline dengan ketat dan merahasiakan isinya.

Namun demikian, pengaruh dan kekuatan teks-teks kuno ini tidak dapat diremehkan, dan rincian ramalan tertentu yang menggiurkan masih bertahan selama ribuan tahun.

Melalui rekonstruksi yang cermat terhadap bukti-bukti yang tersisa, para sejarawan mampu menyatukan kembali beberapa informasi.

Asal usul Buku Sibylline diselimuti mitos dan legenda. Menurut tradisi, awalnya ada sembilan buku yang dibawa ke Roma oleh seorang Sibyl bernama Cumae, yang didekati oleh sekelompok pejabat Romawi untuk meminta nasihat tentang cara menangani wabah yang melanda kota. 

Sibyl menawarkan buku-buku itu kepada orang-orang Romawi, tetapi mereka menolak membayar harga yang diminta. Sebagai tanggapan, dia membakar tiga buku dan menawarkan enam sisanya dengan harga yang sama.

Bangsa Romawi masih menolak, jadi dia membakar tiga lagi dan kembali menawarkan tiga sisanya dengan harga yang sama.

Akhirnya, pihak Romawi setuju untuk membeli tiga buku yang tersisa, yang ditempatkan di bawah pengawasan dua penjaga yang dikenal sebagai 'duoviri sacris faciundis'.