Nationalgeographic.co.id—Buku Sibylline adalah kumpulan ramalan Romawi kuno. Buku-buku ini dianggap sebagai sumber penting di sejarah Romawi kuno untuk memahami kehendak para dewa dan diyakini ditulis oleh Sibyl, peramal wanita yang disebut tinggal di berbagai belahan dunia kuno.
Selama berabad-abad, Buku Sibylline mempunyai tempat misterius dan penuh teka-teki dalam masyarakat Romawi, diselimuti kerahasiaan dan diyakini berisi kebijaksanaan para dewa dan rahasia nasib kekaisaran.
Diwariskan dari generasi ke generasi, ramalan kenabian ini dimintai pendapatnya pada saat krisis, perang, dan bencana.
Dari Pertempuran Cannae hingga kebangkitan Augustus dan bahkan kekeringan dan kelaparan, Buku Sibylline memainkan peran penting dalam membentuk nasib Roma. Tapi apa sebenarnya buku-buku ini, dan ramalan macam apa yang dikandungnya?
Sayangnya, sebagian besar isinya masih menjadi misteri, karena pemerintah Romawi menjaga Kitab Sibylline dengan ketat dan merahasiakan isinya.
Namun demikian, pengaruh dan kekuatan teks-teks kuno ini tidak dapat diremehkan, dan rincian ramalan tertentu yang menggiurkan masih bertahan selama ribuan tahun.
Melalui rekonstruksi yang cermat terhadap bukti-bukti yang tersisa, para sejarawan mampu menyatukan kembali beberapa informasi.
Asal usul Buku Sibylline diselimuti mitos dan legenda. Menurut tradisi, awalnya ada sembilan buku yang dibawa ke Roma oleh seorang Sibyl bernama Cumae, yang didekati oleh sekelompok pejabat Romawi untuk meminta nasihat tentang cara menangani wabah yang melanda kota.
Sibyl menawarkan buku-buku itu kepada orang-orang Romawi, tetapi mereka menolak membayar harga yang diminta. Sebagai tanggapan, dia membakar tiga buku dan menawarkan enam sisanya dengan harga yang sama.
Bangsa Romawi masih menolak, jadi dia membakar tiga lagi dan kembali menawarkan tiga sisanya dengan harga yang sama.
Akhirnya, pihak Romawi setuju untuk membeli tiga buku yang tersisa, yang ditempatkan di bawah pengawasan dua penjaga yang dikenal sebagai 'duoviri sacris faciundis'.
Peran Buku Sibylline di Sejarah Romawi Kuno
Buku-buku ini disimpan di Kuil Jupiter di Bukit Capitoline dan dikonsultasikan oleh Senat Romawi pada saat krisis.
Buku-buku tersebut ditulis dalam bahasa Yunani, yang dianggap sebagai bahasa nubuat, dan dirahasiakan dari semua orang kecuali beberapa pejabat tertentu.
Menurut catatan sejarah Romawi kuno, Buku Sibylline memainkan peran penting dalam sejarah Romawi selama masa krisis, seperti perang, kelaparan, dan wabah penyakit.
Pemerintah Romawi membaca buku-buku tersebut untuk mendapatkan panduan tentang cara menenangkan para dewa dan menghindari bencana.
Penggunaan Buku Sibylline yang Terkenal
Selama Pertempuran Cannae pada tahun 216 SM, tentara Romawi mengalami kekalahan telak di tangan jenderal Kartago Hannibal. Setelah kekalahan tersebut, otoritas Romawi membaca Buku Sibylline untuk mendapatkan panduan tentang cara menenangkan para dewa dan menghindari bencana lebih lanjut.
Menurut catatan sejarah Romawi kuno, sang peramal memerintahkan orang-orang Romawi untuk melakukan berbagai ritual, termasuk pengorbanan dua orang Galia dan dua orang Yunani, untuk menenangkan para dewa dan mencegah bencana lebih lanjut. Namun, terlepas dari upaya tersebut, Romawi terus menderita kekalahan di tangan Hannibal hingga akhir Perang Punisia Kedua.
Dikutip History Skills, Buku Sibylline juga berperan dalam naiknya kekuasaan Augustus di sejarah Romawi kuno. Pada tahun 31 SM, setelah Pertempuran Actium, yang mengakhiri perang saudara Romawi antara Oktavianus (kemudian dikenal sebagai Augustus) dan Mark Antony, Senat Romawi berkonsultasi dengan Buku Sibylline.
Ramalan yang meramalkan kedatangan raja asing yang akan membawa kemakmuran besar bagi Roma. Hal ini kemudian diartikan merujuk pada Augustus, kaisar Romawi pertama. Senat mengikuti nasihat oracle (peramal), yang membantu menetapkan Augustus sebagai penguasa Roma yang tak terbantahkan.
Hilangnya Buku-buku secara Misterius
Isi Buku Sibylline diyakini sangat penting, dan kehilangannya dianggap sebagai bencana besar.
Pada tahun 83 SM, kebakaran terjadi di Kuil Yupiter, menghancurkan buku-buku aslinya. Untuk menggantikannya, Senat berkonsultasi dengan berbagai Sibyl dan oracle lainnya, menyusun serangkaian buku baru selama beberapa dekade.
Buku-buku baru tersebut berisi ramalan dan nasihat tentang berbagai topik, termasuk strategi militer, kesehatan masyarakat, dan bencana alam.
Namun, ketika Kekaisaran Romawi semakin berkuasa, buku-buku tersebut perlahan-lahan kehilangan pengaruhnya, dan arti pentingnya pun menurun.
Meskipun pengaruhnya memudar, Buku Sibylline terus dibaca sepanjang era Kristen awal. Pada abad ke-4 M, Kaisar Konstantinus memerintahkan agar buku-buku tersebut dikumpulkan dan dilestarikan, namun isinya tidak pernah dipublikasikan.
Pada saat jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5, sebagian besar buku-buku tersebut telah hilang dari catatan sejarah Romawi kuno.
Saat ini, Buku Sibylline dikenang terutama sebagai artefak misterius Roma kuno, sebuah bukti kekuatan nubuatan dan kepercayaan pada bimbingan ilahi.
Meskipun isinya mungkin telah hilang seiring berjalannya waktu, warisannya tetap bertahan sebagai simbol hubungan yang kompleks dan seringkali penuh teka-teki antara politik dan agama di zaman Romawi Kuno.