Nationalgeographic.co.id – Pada abad pertengahan, anjing memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Mereka tidak hanya dianggap sebagai hewan peliharaan, tetapi juga bekerja dalam berbagai kapasitas
De Canibus karya seorang dokter dan cendekiawan Inggris abad ke-16, John Caius, menggambarkan hierarki anjing, yang ia klasifikasikan berdasarkan fungsinya dalam masyarakat.
Di posisi paling puncak adalah anjing pemburu. Salah satu dari mereka adalah anjing ras greyhound yang terkenal karena kecepatannya.
Ada juga ras bloodhound, dengan indra penciuman tajamnya–mampu melacak dan mengejar targetnya dalam jarak yang jauh–menempatkan ras ini di posisi atas.
Bahkan, ras mongrel atau ras campuan yang menduduki posisi paling bawah dari tangga sosial anjing pun memiliki ciri khas dalam hal pekerjaan atau status mereka. Misalnya sebagai pengamen jalanan, atau mengerjakan tugas-tugas dapur--berlari di atas roda yang memutar daging di panggangan.
“Keberadaan anjing di masyarakat berubah ketika berburu menjadi hobi aristokrat alih-alih sebuah kebutuhan,” kata Emily Savage, dosen Studi Abad Pertengahan Universitas St Andrews, pada laman The Conversation.
Pada saat yang sama, Emily menambahkan, “anjing disambut baik di dalam rumah-rumah bangsawan–terutama oleh para wanita.”
Meskipun gereja secara resmi tidak menyetujui adanya hewan peliharaan, para pendeta sendiri sering kali memiliki anjing. Seperti halnya kebanyakan wanita, anjing para pendeta umumnya adalah anjing peliharaan, yang cocok untuk kegiatan di dalam ruangan.
Hewan Istimewa Abad Pertengahan
Di abad pertengahan, pandangan terhadap anjing tidak selalu dipenuhi dengan kasih sayang dan kepedulian. Beberapa pemerintah kota di Inggris mengatur pemeliharaan anjing, terutama yang memiliki peran sebagai anjing penjaga.
Hal ini dimaksudkan untuk mengendalikan potensi kekerasan dan konflik di masyarakat. Regulasi ini mungkin mencakup batasan jumlah anjing yang diizinkan, pemeliharaan, dan pelatihan agar anjing tetap dapat dikendalikan.