Kido Butai: Armada Udara Jepang Tangguh dalam Sejarah Perang Dunia II

By Tri Wahyu Prasetyo, Minggu, 4 Februari 2024 | 13:00 WIB
Pesawat-pesawat Jepang lepas landas dari kapal induk Akagi untuk menyerang target musuh. (Via The Collector)

Kekaisaran Jepang berusaha memutus komunikasi Amerika dengan Australia dan menginvasi Papua Nugini. Laut Karang adalah batu kunci untuk operasi ini.

AS tahu hal ini tidak bisa dibiarkan. Gugus Tugas 17, dengan kapal induk Lexington dan Yorktown, berlayar. Armada Kido Butai menugaskan dua kapal induk besar, Zuikaku dan Shokaku.

Lexington tenggelam, dan Yorktown rusak. Di sisi lain, Angkatan Laut AS merusak Shokaku dan menghancurkan awak pesawat Jepang. 

“Tak satu pun dari kapal induk tersebut akan tersedia untuk operasi Yamato yang direncanakan berikutnya,” jelas Matt.

Pertaruhan Besar-besaran

Pulau Midway, 1942. (Via The Collector)

Pertaruhan terbesar Kido Butai terjadi pada Pertempuran Midway bulan Juni 1942. Yamamoto berharap dapat menduduki Atol Midway untuk serangan berikutnya terhadap Pearl Harbor, menekan Amerika untuk bernegosiasi untuk mengakhiri perang.

Persiapannya dilakukan dengan penuh kerahasiaan. Namun, Angkatan Laut AS telah lama memecahkan kode radio terenkripsi Jepang dan mereka telah siap jika suatu waktu perang meletus.

Armada Gabungan Jepang, yang dipimpin oleh Armada Kido Butai, berlayar pada akhir Mei. Angkatan Laut Amerika menempatkan diri di sebelah barat laut Midway, menunggu serangan Jepang.

Jepang menyerang lebih dulu, mengebom Midway. Segera, Pertempuran udara yang sengit dimulai. Pesawat pembom tukik Amerika mengepung Armada Kido Butai yang terbuka, dan melakukan penyerangan.

Segera pesawat-pesawat Amerika disambut secara bengis oleh gerombolan pesawat Armada Kido Butai. Meskipun demikian, pasukan Amerika berhasil mendaratkan bomnya pada empat kapal induk Jepang.

Keempat kapal induk tersebut hancur dan tenggelam, bersama mereka, ratusan penerbang veteran dan kru angkatan laut.

Di tengah jalan, Kido Butai mengalami kekalahan telak. Hilangnya empat kapal induk, ratusan awak pesawat spesialis yang tak tergantikan, dan para pelaut telah membuatnya lumpuh.