Sejarah Abad Pertengahan: Era Emas dan Jatuhnya Kekhalifahan Abbasiyah

By Tri Wahyu Prasetyo, Rabu, 7 Februari 2024 | 09:00 WIB
Pemimpin sohor Kekhalifahan Abbasiyah, Harun al-Rasyid, dalam sebuah lukisan karya Julius Köckert. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Lebih dari 500 tahun, Kekhalifahan Abbasiyah pernah menjadi pemerintahan termegah dan terkuat dalam sejarah Islam.

Dinasti ini bangkit dari awal yang penuh darah hingga menjadi pusat dunia Muslim selama Zaman Keemasan Islam di bawah kepemimpinan Harun al-Rasyid yang legendaris. 

Namun, pada akhirnya, kekhalifahan ini menghadapi berbagai persoalan yang mengakibatkan keruntuhannya.

Salah satu pukulan paling berat bagi Kekhalifahan Abbasiyah datang dari serangan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada abad ke-13.

Kekhalifahan Abbasiyah, Zaman Keemasan Islam dan Kekhalifahan Pertama

Ketika berbicara tentang sejarah Islam, orang sering menggunakan kata "kekaisaran" dan "kekhalifahan" secara bergantian.

Meskipun keduanya mirip, terdapat perbedaan utama di antara keduanya. Sementara kekaisaran istilah yang lebih umum, kekhalifahan merujuk pada bentuk pemerintahan yang dipimpin khalifah–dianggap penerus politik dan agama Nabi Muhammad.

Sejarawan Robbie Mitchel menjelaskan, gagasan kekhalifahan pertama kali muncul pada tahun 632 Masehi setelah wafatnya Nabi Muhammad pada tanggal 8 Juni 632 Masehi.

“Para khalifah diharapkan untuk menegakkan dan menerapkan prinsip-prinsip Islam, memimpin masyarakat, dan berfungsi sebagai otoritas politik dan agama,” jelas Robbie, dalam tulisanya di laman Ancient Origins.

Kemunculan Kekhalifahan Abbasiyah ditengarai oleh ketidakpuasan terhadap pemerintahan sebelumnya, yaitu dinasti Umayyah–monarki absolut pertama di dunia Arab–di bawah kekuasaan raja Marwan II.

Seorang tokoh misterius yang disebut Abu Muslim, memimpin suatu pemberontakan yang menjadi cikal bakal Kekhalifahan Abbasiyah.

“Tidak banyak yang diketahui tentang dia kecuali fakta bahwa dialah yang mengakhiri kekuasaan Umayyah dan membawa Abbasiyah ke tampuk kekuasaan melalui manuver politik yang licik, meskipun dia sendiri bukan seorang Abbasiyah,” ungkap Robbie.

Revolusi Abbasiyah dimulai sebagai gerakan bawah tanah, namun segera sebuah revolusi besar-besaran meletus.

Salah satu momen penting dalam pemberontakan ini adalah kemenangan besar pasukan Abbasiyah di Pertempuran Zab pada tahun 750 Masehi. Hal ini mengakibatkan runtuhnya Dinasti Umayyah.

Masa-masa Awal Pemerintahan Abbasiyah

Penggambaran Abu Abbas as-Saffah, khalifah pertama Kekhalifahan Abbasiyah, dalam sebuah manuskrip abad ke-14. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Setelah kemenangan besar pasukan Abbasiyah dalam Pertempuran Zab pada tahun 750 M, Umayyah tidak mampu lagi mempertahankan kekuasaannya. Abu al-Abbas kemudian dinobatkan sebagai Khalifah pertama dari dinasti Abbasiyah pada tahun 750 M.

Tindakan pertamanya adalah membawa pasukannya ke Asia Tengah untuk menghadapi ekspansi Dinasti Tang dari Tiongkok. Ekspansi ini berakhir pada pertempuran Talas pada tahun 751 Masehi, dimana pasukan Muslim berhasil menghancurkan pasukan Tang.

Tentara Protektorat Anxi Barat Jauh dari Tang menghadapi pasukan yang dikomandoi oleh Kekhalifahan Islam Abbasiyah. (Via The History of China)

Alih-alih mendorong lebih jauh ke wilayah Tang, Abu Abbas malah memutuskan untuk berdamai. Ia tidak berfokus pada perluasan kekuasaan yang baru dimenangkannya, melainkan lebih memilih untuk mengamankan perbatasan dan melakukan penguatan struktur internal.

Hal tersebut adalah pendekatan yang diikuti selama sebagian besar pemerintahan Abbasiyah selama 500 tahun: stabilitas di atas ekspansi.

Abu Abbas memutuskan untuk memusnahkan seluruh keluarga Umayyah yang ia temui. Hal ini dilakukan untuk mencegah pemberontakan yang mungkin akan terjadi.

Bangkitnya Kekhalifahan Abbasiyah

Empat tahun setelah berkuasa, Abu Abbas meninggal dan digantikan oleh saudaranya, Abu Jafar (memerintah 754-775 M). Salah satu tindakan awalnya adalah membangun ibu kota Abbasiyah yang pertama (sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Abu Abbas).

Kota metropolitan ini dibangun di dekat Sungai Tigris dan diberi nama Baghdad. Wilayah ini akan segera tumbuh menjadi sebuah kota yang membuat semua kota di Eropa terlihat tidak berarti jika dibandingkan.

Abu Jafar kemudian mulai mengkonsolidasikan kekuatan Abbasiyah untuk menghadapi potensi ancaman di masa depan.

“Dengan Bani Umayyah yang hampir musnah, ia memusatkan kemarahannya pada keturunan Ali. Dia melakukannya dengan menipu mereka untuk melakukan pemberontakan dan kemudian menumpas pemberontakan tersebut pada tahun 763 Masehi,” jelas Robbie.

Bahkan, Robbi menambahkan, ia membunuh Abu Muslim dengan sangat kejam. “Tubuhnya yang termutilasi dibuang di Sungai Tigris, sebagai peringatan bagi orang-orang ambisius lainnya.”

Untungnya, putra Abu Jafar, al-Mahdi, tidak haus darah seperti ayah atau pamannya. Dia tahu bahwa gaya pemerintahan ayahnya yang brutal hanya akan menimbulkan simpati terhadap Bani Umayyah. Ia memutuskan untuk menjadi penguasa yang lebih baik hati.

Setelah berkuasa pada tahun 775 M, al-Mahdi membebaskan orang-orang yang telah ditangkap ayahnya. Ia juga menawarkan kompensasi sebagai ganti rugi atas anggota keluarga yang telah dibantai oleh ayahnya. 

Dengan melakukan hal tersebut, ia mengubah beberapa musuhnya yang paling berbahaya menjadi sekutu terbesarnya.

Hal ini bukan berarti al-Mahdi adalah seorang yang lemah. Di medan pertempuran, ia sama kejamnya seperti para pendahulunya.

Sayangnya, al-Mahdi dikhianati pada tahun 785 Masehi dan diracuni oleh salah satu selirnya. Ia digantikan oleh putra sulungnya, al-Hadi. Ia memerintah dalam waktu yang sangat singkat, yaitu kurang dari satu tahun. 

Ada beberapa versi tentang penyebab kematian al-Hadi. Beberapa sumber menyatakan bahwa ia meninggal karena penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Sementara yang lain menduga saudara laki-lakinya, Harun, atau ibunya berperan dalam kematiannya.

Membangun Zaman Keemasan Kekhalifahan Abbasiyah

Al-Hadi muda digantikan oleh saudaranya, Harun al-Rasyid. Sejauh ini, ia merupakan penguasa Abbasiyah yang paling terkenal. 

Ia membangun Perpustakaan Agung Baghdad, Bayt al Hikma, sebagai pusat seni dan pembelajaran. Ia mengirim utusan ke seluruh dunia untuk mengumpulkan karya-karya Yunani.

Dengan melakukan hal tersebut, ia melestarikan karya-karya yang akan menginspirasi Renaisans berabad-abad kemudian. 

Pada tahun 806 M, Bizantium sekali lagi mencoba untuk menyerang Abbasiyah. Di bawah komando al-Rasyid yang terjun langsung di medan perang, Bizantium menerima kekalahan.

Perang Saudara Melanda Kekhalifahan Abbasiyah

Perang Saudara dalam Kekhalifahan Abbasiyah dimulai setelah kematian al-Rasyid pada 809 M. Putra kesayangannya, al-Amin, diangkat sebagai khalifah dengan kesepakatan bahwa saudaranya, al-Ma'mun, akan diberi wilayah tertentu di bawah kendali Khalifah. 

Meskipun rencana tersebut dimaksudkan untuk mengakhiri konflik suksesi, perjanjian tersebut gagal. Hal ini memicu perang saudara besar-besaran dan berlangsung hingga 819 M.

Manuskrip Nigaristan yang menggambarkan kemenangan Al-Ma'mun dalam perang saudara. (Public Domain/Wikimedia Commons)
 

Meskipun beberapa wilayah mulai stabil pada 830-an, perang berkepanjangan ini berakhir dengan kekalahan al-Amin dan pemerintahan al-Ma'mun hingga 833 M.

Zaman Keemasan Islam secara resmi berakhir dengan kematian al-Ma'mun pada tahun 833 Masehi. Penggantinya, al-Mu'tasim dan al-Wathik, seorang penguasa yang lemah dan hedonis.

Pada tahun 847 Masehi, al-Mutawakkil naik tahta. Ia terkenal kejam terhadap minoritas non-muslim. Ia dibunuh pada tahun 861 M.

Orang-orang Turki, yang pada saat itu telah sepenuhnya menyusup ke dalam istana, kemudian menempatkan putranya yang masih muda, al-Muntasir, di atas takhta sebagai penguasa boneka. 

Serangkaian pemimpin Abbasiyah yang lemah dan tidak efektif, yang semuanya dikendalikan oleh Turki, mengilhami musuh-musuh lama untuk bangkit dan mengumumkan kekhalifahan mereka sendiri.

Ancaman terbesar adalah Buyids di Iran, sebuah dinasti Sunni, yang dipimpin oleh Ali bin Buya. Mereka dengan cepat berkembang dan pada tahun 945 M berhasil merebut Baghdad.

“Selama periode kemunduran ini, Kekhalifahan Abbasiyah terus mengalami disintegrasi karena daerah-daerah perlahan-lahan terlepas dari genggamannya, baik direbut oleh kekuatan-kekuatan saingannya maupun yang menuntut kemerdekaan,” jelas Robbie.

Bangsa Mongol dan Jatuhnya Kekhalifahan Abbasiyah

Penggambaran dari abad ke-14 tentang pengepungan Baghdad oleh bangsa Mongol pada tahun 1258, yang membuat Kekhalifahan Abbasiyah berakhir. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Sebuah ancaman baru muncul dari Asia Tengah–bangsa Mongol. Dipimpin oleh Jenghis Khan pada tahun 1206 M, bangsa Mongol telah memulai kebangkitannya dan menyebar dengan cepat

Tepat sebelum pertempuran besar melawan pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, al-Must'asim memutuskan untuk membubarkan sebagian besar pasukannya. 

Alasannya masih menjadi misteri, namun diperkirakan ia meremehkan musuhnya. Ia juga berpikir bahwa  akan mendapat bantuan dari kekuatan Islam lainnya (yang semuanya memiliki masalah sendiri).

Pada tahun 1258, bangsa Mongol berhasil mengepung Baghdad dan meratakannya dengan tanah. Khalifah dibunuh dengan cara digulung di dalam karpet dan diinjak-injak oleh kuda.

“Pada tahun 1260 M, Kesultanan Mamluk mengakhiri serangan Mongol. Mereka kemudian menjadikan Abbasiyyah yang masih hidup sebagai khalifah bayangan di Kairo,” jelas Robbie.

Namun, mereka tidak memiliki kekuasaan yang sebenarnya, dan digulingkan oleh Sultan Selim I dari Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1517 Masehi. Kekuasaan Abbasiyah, setelah berabad-abad mengalami kemunduran, secara resmi berakhir.