Bagaimana Peran Anjing dalam Sejarah dan Kebudayaan Tiongkok Kuno?

By Laurensia Felise, Rabu, 7 Februari 2024 | 16:00 WIB
Patung singa-anjing merupakan salah satu bentuk kepercayaan masyarakat terhadap anjing. Sejak zaman Tiongkok kuno, anjing telah dianggap sebagai pelindung dari arwah dan sihir jahat. (Metropolitan Museum of Art)

Nationalgeographic.co.id—Anjing menjadi salah satu hewan yang banyak tercatat dalam sejarah peradaban kuno. Baik dalam sejarah Mesir, Yunani, Romawi, Mesopotamia, hingga Persia, keberadaan anjing telah dikenal karena perannya dalam berbagai kehidupan manusia.

Namun, perkembangan anjing di Tiongkok memiliki cerita yang menarik. Perannya dalam keseharian hingga mitologi manusia di Tiongkok bisa ditelisik setidaknya puluhan ribu tahun yang lalu.

Anjing merupakan hewan hasil domestikasi terlama di Tiongkok Bukti domestikasi anjing paling lama tercatat 15 ribu tahun lalu, di mana sisa-sisanya ditemukan dalam kuburan masa Neolitikum di Desa Banpo, Shaanxi.

Pada masa-masa peradaban ini, anjing memiliki peran sebagai pemburu, peliharaan, penggembala, hingga sebagai sumber makanan dan hewan kurban. Namun, perannya dalam masyarakat Tiongkok kuno lebih banyak sebagai pekerja dibandingkan peliharaan.

"Anjing mungkin digunakan untuk makanan dan pakaian, tapi yang paling signifikan adalah untuk transportasi. Dalam kapasitas waktu mendatang sebagai hewan pembawa barang yang penting bagi masyarakat suku, anjing telah menjadi bagian dari teknologi efisiensi di hutan," tulis cendekiawan Judith M. Treistman sebagaimana dilansir dari World History.

Lebih rinci, anjing juga digunakan sebagai hewan pemburu bagi masyarakat setempat. Mulai dari menangkap ikan sampai membawa hewan yang sudah mati ke desa untuk dimasak. Hingga saat waktunya sudah tua, bagian bulu dan tubuh anjing lainnya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Anjing dalam Kepercayaan Mitologi & Cerita Rakyat

Tak hanya dalam rutinitas masyarakat, anjing pada masa Tiongkok kuno juga memiliki pengaruh dalam segi mitologi. Hal ini dibuktikan dengan temuan gambar-gambar yang menyerupai anjing di sebuah pecahan keramik bersamaan dengan gambar makhluk mistis berbentuk babi-naga.

Begitu pula dalam astrologi Tiongkok, di mana anjing merupakan hewan ke-11 dari 12 hewan dalam zodiak atau shio. Umumnya, orang-orang dengan shio anjing memiliki karakter yang loyal, bisa dipercaya, dan baik hati.

Kualitas karakter inilah yang membuatnya dihargai, bahkan dalam cerita rakyat China. Sebagai contoh, masyarakat etnis Yao dan She memuja anjing bernama Panhu, di mana anjing ini juga menjadi alasan kedua suku tersebut melarang konsumsi daging anjing.

Dalam salah satu mitosnya, Panhu dipercaya sebagai anjing milik Kaisar Ku yang melawan jenderal dari kerajaan lawan. Karena membawa kepala dari lawan tersebut, sang kaisar akhirnya memberikan Panhu putrinya sebagai hadiah.

Kisah ini diakhiri dengan Panhu membawa putri kaisar ke sebuah pegunungan di bagian selatan Tiongkok. Setelahnya, Panhu menjadi manusia laki-laki dan memiliki banyak anak bersama sang putri.

Selain kisah tentang Panhu, ada cerita rakyat Kepala Pemakaman Li yang dikenal sebagai sosok yang sering menyiksa hewan. Kisah ini berlanjut dengan dua orang berjubah ungu mendatangi Li dan mengatakan bahwa dia dikutuk para dewa saat kematian.

Li menganggap kabar tersebut sebagai lelucon, hingga muncul daftar tuntutan penyiksaan hewan dari 460 anjing dan kucing dari alam baka. Kejahatan ini kemudian membuatnya dinyatakan bersalah dan akan dihukum setelah meninggal.

Cerita lainnya yang berkaitan dengan anjing tak hanya berkaitan dengan hal-hal baik dari seekor anjing, tapi juga hal yang kurang baik seperti dalam kisah Tianghou. Kisah ini menggambarkan Tianghou sebagai anjing pemakan matahari atau bulan saat waktu purnama.

Tianghou sendiri juga dianggap sebagai penyebab dari pernikahan-pernikahan tanpa anak. Keberadaannya membuat hadir sosok Chang Hsien, pelindung perempuan hamil yang sering didoakan oleh wanita yang ingin memiliki anak.

Kepercayaan Spiritual terhadap Anjing

Secara spiritual, masyarakat Tiongkok juga percaya bahwa anjing bisa menjadi penjaga dari hantu gentayangan. Hantu dianggap sebagai entitas yang menakutkan dan mengancam, terutama karena penguburan yang tidak layak.

Jika sebelumnya kepercayaan ini berjalan dengan pengorbanan anjing, maka anjing tiruan kemudian ditempatkan di pagar rumah maupun perkotaan setelah tradisi penyembelihan ditinggalkan.

Hal ini sejalan dengan peletakan patung singa-anjing dari batu, di mana konsepnya berasal dari tradisi agama Buddha. Dalam praktiknya, muncul mitos bahwa Buddha bepergian di angkasa di atas punggung seekor singa.

Kendati tak pernah melihat singa, masyarakat telah menjumpai seekor anjing yang dikenal sebagai anjing Peking. Karena inilah, ras anjing tersebut dikembangbiakkan dan dirawat menyerupai deskripsi singa dan patung batu singa-anjing tersebut.

Di sisi lain, patung batu singa yang menyerupai anjing ini digambarkan selalu meraung. Dia juga menggunakan kalung bel sebagai tanda peringatan akan adanya arwah, ditambah dengan detail ukiran simbol untuk perlindungan.

Patung anjing dari batu ini selalu diletakkan berpasangan. Patung anjing jantan sebagai representasi kekuatan dan dominasi atas urusan manusia di dunia, sedangkan patung anjing betina menggambarkan kendali atas kekuatan alam.

Gambaran ini kemudian menjadi semakin dalam peletakan patung secara berpasangan. Patung anjing betina menggambarkan kekuatan yin dan patung anjing jantan melambangkan elemen yang.

Anjing dan Kepercayaan Masyarakat Masa Kini

Ada beberapa hal terkait dengan anjing yang masih ada hingga saat ini. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, yaitu peletakan patung batu singa-macan hingga kebiasaan dalam masyarakatnya.

Praktik penggunaan patung batu singa-macan maupun foto anjing masih dilakukan hingga saat ini di berbagai lokasi. Umumnya, tujuannya untuk menjaga dan melindungi sebuah tempat dari arwah dan sihir jahat.

Selain itu, kepercayaan terkait anjing yang masih ada hingga saat ini adalah penggunaan kalung anjing. Mengingat masyarakat Tiongkok masih percaya dengan hantu dan arwah, kalung dengan lonceng umumnya dipakaikan kepada anak mereka untuk menakuti makhluk tak kasat mata.

Dengan taktik ini, maka hantu akan berasumsi bahwa anak tersebut adalah seekor anjing dan berjalan ke arah yang berlawanan. Bahkan, hantu juga tidak akan menoleh ke belakang dan berjalan lurus sehingga anak-anak tetap aman.

Begitu pula dalam praktik penguburan jenazah, di mana Treistman mencatat pemakaman untuk orang-orang yang memimpin garis keturunan. Umumnya, mereka akan dikubur dalam makam yang besar dan ditemani oleh seekor anjing, sehingga nantinya sang anjing tetap melayani tuannya di alam baka.