Angpao, Simbol Perayaan Imlek dan Kebudayaan Masyarakat Tionghoa

By Laurensia Felise, Kamis, 8 Februari 2024 | 11:00 WIB
Angpao selalu dikaitkan sebagai bagian dari tradisi komunitas Tionghoa, terutama saat Imlek. Maknanya tak lepas dari berbagi keberuntungan dan berkat. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Salah satu tradisi khas dalam perayaan Imlek—atau tahun baru dalam penanggalan Tiongkok—yang masih bertahan sampai saat ini adalah angpao. Tradisi ini lekat dengan pemberian amplop atau kantong merah yang berisikan uang dalam jumlah tertentu.

Angpao atau hongbao bukanlah tradisi yang berlaku hanya dalam masa perayaan Imlek saja, tetapi juga pada perayaan khusus bagi masyarakat keturunan Tionghoa di dunia. Keberadaannya bisa ditelisik mulai dari legenda lama dalam perayaan Imlek.

Cerita ini terkait dengan keberadaan Sui, iblis yang meneror anak-anak saat mereka tidur pada tahun baru. Karena inilah, para orang tua berusaha membuat anak-anak mereka bangun dan melindunginya.

Salah satu cara untuk membuat anak-anak tetap bangun adalah dengan memainkan delapan koin emas. Sayangnya, salah satu anak tidak mampu menahan kantuk dan akhirnya tertidur dengan koin-koin tersebut di atas bantalnya.

Sui muncul pada saat tahun baru dan bersiap untuk meneror anak tersebut. Akan tetapi, upayanya gagal karena delapan koin itu merupakan samaran dari Delapan Dewa yang memunculkan cahaya sangat terang.

Legenda ini kemudian menjadi referensi bagi masyarakat pada masa Dinasti Han untuk membuat sebuah tipe koin khusus. Dikenal sebagai yasheng qian, koin ini identik dengan ukiran kalimat serta digunakan untuk melindungi seseorang dari arwah jahat, sakit, dan kematian.

Tradisi pemberian angpao ini kemudian berlanjut dalam masyarakat Tiongkok dengan beberapa penambahan. Setelah masa Dinasti Song dan Dinasti Yuan, pemberian angpao ini dilakukan bersamaan dengan pemasangan koin-koin pada tali merah.

Kemudian tradisi ini berkembang pada masa Dinasti Ming dan Dinasti Qing, di mana terdapat dua jenis angpao. Pertama, angpao diberikan dalam rupa koin-koin yang dipasang dengan tali merah dan kedua, angpao diberikan berupa kantong berisikan koin-koin.

Meski awalnya tradisi ini tak memiliki nama khusus, istilah yasui qian mulai hadir pada masa Dinasti Ming. Nama ini diambil dari legenda Sui, artinya "uang untuk menekan Sui".

Pemberian uang lembar dalam angpao terjadi saat Tiongkok sudah menjadi Republik Tiongkok pada 1912. Hal ini terjadi seiring dengan negara yang mulai mengadaptasi penggunaan uang tunai.

Namun, tradisi orang tua memberikan uang kepada anggota keluarga yang lebih muda telah berlanjut hingga Tiongkok dikenal sebagai Republik Rakyat Tiongkok. Maknanya pada masa kini berfokus pada mendoakan kebahagiaan, kesehatan, dan keberuntungan.

Tradisi Angpao pada Masa Tiongkok Modern

Pada masa modern, pemberian angpao tidak hanya berlaku bagi anak-anak. Dalam berbagai situasi, angpao juga bisa diberikan kepada anggota keluarga yang belum menikah, saudara jauh, teman, tetangga, hingga kolega.

Bahkan, pemberian angpao juga bisa dilakukan dalam lingkungan kerja di beberapa perusahaan. Biasanya, angpao ini merupakan bonus akhir tahun di dalam amplop merah.

Tak hanya pada masa Imlek, angpao merah juga secara khusus diberikan pada acara-acara spesial. Beberapa di antaranya adalah ulang tahun dan pernikahan, kecuali pada pemakaman yang hanya boleh menggunakan amplop putih.

Untuk aturan uang yang diberikan, tidak banyak aturan khusus dalam pemberiannya. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat memberikan angpao.

Pertama, jumlah uang dalam angpao bisa diberikan bergantung pada tingkat kedekatan antar anggota keluarga dan pendapatan yang diterima. Semakin dekat anggota keluarga dengan pemberi angpao, maka jumlah uang yang didapatkan bisa lebih tinggi.

Kedua, nominal yang diberikan memiliki angka genap seperti angka enam dan delapan. Angka empat (mis. 4, 40, atau 400) merupakan angka yang dikecualikan karena pelafalan sama dengan kata kematian dalam bahasa Mandarin.

Dalam beberapa kepercayaan, angka ganjil juga dikecualikan karena berkaitan dengan pemakaman. Oleh karena itu, pemberian uang sangat disarankan untuk menggunakan angka-angka genap karena maknanya yang baik.

Ketiga, kondisi uang yang diberikan harus dalam keadaan bersih dan rapi. Hal ini berkaitan dengan etika dalam memberikan uang yang sesuai bagi penerimanya.

Sementara itu, penerimaan angpao umumnya memiliki beberapa cara. Mengingat angpao merupakan bentuk berbagai keberuntungan dan berkat, hal yang utama adalah menyampaikan ungkapan "gong xi fa cai" (terj. semoga rezeki Anda bertambah) dan terima kasih saat menerimanya.

Hal yang tak boleh dilupakan saat menerima angpao adalah menerima amplop dengan dua tangan. Bahkan dalam beberapa kebiasaan keluarga, penerima angpao diharuskan berlutut di depan anggota keluarga yang lebih tua pada saat menerima.

Setelahnya, angpao boleh dibuka ketika pemberinya tidak ada atau dalam keadaan sendirian. Hal ini berbeda dengan adat budaya barat yang memperbolehkan membuka kado di depan pemberinya.

Adaptasi Angpao pada Era Digital

Kendati tradisi pemberian angpao fisik masih bertahan di berbagai komunitas masyarakat Tiongkok, ada beberapa adaptasi yang telah berjalan pada era digital.

Sejak 2014, Tiongkok mulai mengadaptasi penggunaan angpao virtual sejak platform media sosial WeChat mengenalkannya. Konsep ini hadir sebagai cara untuk memberikan angpao ketika seseorang tak bisa hadir secara fisik.

Hal ini kemudian juga membuat pembagian angpao melalui transfer bank turut populer. Sebagai contoh, e-hongbao di Singapura yang populer sebagai upaya digitalisasi dari otoritas keuangan setempat.

Melansir The Strait Times, pemberian angpao digital ini juga dilakukan untuk mengurangi kerumunan di dalam bank terutama bagi masyarakat yang menukarkan uang tunai fisik. Sebagai tambahan, kebiasaan ini ada kaitannya dalam pemberian uang dalam angpao yang bersih dan baru.

Tak hanya peralihan bentuk angpao ke bentuk digital, angpao pada masa ini juga memiliki ragam adaptasi. Salah satunya adalah amplop hijau, angpao versi masyarakat Asia Tenggara (terutama Malaysia, Indonesia, Brunei, dan Singapura) yang populer di kalangan masyarakat Islam dan diberikan saat perayaan Idul Fitri.