Gagasan tentang Huaxia sebagai identitas budaya bersama menjadi populer pada Periode Negara-negara Berperang, yang berlangsung dari pertengahan abad ke-5 SM hingga penaklukan Qin pada tahun 221 SM.
Pada masa ini pula, menurut Mike, tokoh-tokoh pemersatu seperti halnya Kaisar Kuning menjadi sangat populer.
“Baik Kaisar Kuning maupun raja-raja lokal yang terkait dengannya berjasa dalam mengembangkan pertanian dan menciptakan gaya pemerintahan birokratis yang menjadi ciri khas budaya Han. Mereka dikontraskan dengan tokoh-tokoh seperti Chi You, yang mewakili peradaban suku yang bukan bagian dari Huaxia,” jelas Mike.
Salah satu perkembangan besar lainnya yang datang dari Tiongkok pra-Qin adalah sistem agama yang lebih terpadu dan terkodifikasi.
Taoisme menjadi terkenal pada abad ke-4 SM, bersamaan dengan pemujaan terhadap Kaisar Kuning dan penekanan pada Huaxia. Ini adalah kekuatan lain yang menyatukan rakyat Tiongkok.
Dalam konsep Taoisme, mereka lebih memilih menggabungkan dewa-dewa animisme dan pahlawan budaya dari budaya sebelumnya, alih-alih menggantikannya.
Sepertinya Yu Shi adalah salah satu dewa kuno yang mendahului periode Negara-negara Berperang dan dimasukkan ke dalam Taoisme sebagai musuh Huaxia.
Penampilannya tentu saja berbeda dengan tokoh-tokoh yang lebih manusiawi dan agung yang diasosiasikan oleh suku Han. Berbeda dengan banyak dewa Tao, dia tampak seperti binatang dan liar.
Lantas, kelompok mana yang awalnya memuja Yu Shi? Hal ini masih belum jelas. Namun, menurut Mike, besar kemungkinan jika ia bukanlah dewa orang-orang Han.
“Meskipun dia dimasukkan ke dalam agama rakyat mereka, dia adalah dewa yang lebih penting bagi salah satu kelompok non-Han di Tiongkok,” jelas Mike.