Karma Pizarro: Pengkhianat Kekaisaran Inca dalam Sejarah Dunia

By Galih Pranata, Rabu, 14 Februari 2024 | 08:34 WIB
Sebuah upaya pengkhianatan oleh Pizzaro demi merebut kekuasaan dari Kaisar Inca, Atahualpa. Lukisan karya John Everett Millais ini menjadi saksi pengkhianatan bangsa Spanyol kepada Inca dalam catatan sejarah dunia. (John Everett Millais/Fine Art America)

Nationalgeographic.co.id—Penakluk Francisco Pizarro, dari Spanyol menyerang Kaisar Inca, Atahualpa dalam catatan sejarah dunia. Penaklukan ini mengawali kisah yang membuktikan adanya sebuah karma, balasan dari seorang yang khianat.

Pada tahun 1525, Atahualpa mewarisi separuh bagian utara Kekaisaran Inca, sementara saudaranya Huascar mendapat bagian selatan. Lima tahun kemudian, Atahualpa menyerang Huascar.

Kemudian pada tahun 1532, Atahualpa mengalahkan Huascar dan berhasil menyatukan kembali kekaisaran. Namun pemerintahannya terbukti singkat, karena Pizarro muncul segera setelahnya.

Pizarro bersama dengan armada perangnya mendarat di Peru pada tahun 1532 dari Spanyol. Ia mendirikan koloni kecil, lalu berangkat untuk menaklukkan wilayah-wilayah di Peru dengan kekuatan kecil sekitar 200 orang.

"Dalam perjalanannya, Pizarro bertemu dengan utusan dari Atahualpa," tulis Khalid Elhassan kepada History Collection dalam artikelnya Weirdest and Pettiest Causes of Wars and Diplomatic Disputes, terbitan 8 November 2023.

Utusan Atahualpa mengundang Pizarro untuk mengunjungi kamp tempat kaisar Inca beristirahat bersama 100.000 tentara setelah kemenangannya baru-baru ini untuk penyatuan kembali kekaisaran.

Pizarro mengiyakan dan berangkat menemui Atahualpa bersama dengan 110 infanteri dan 67 kavaleri, lapis baja dan dipersenjatai baja, ditambah tiga arquebus dan dua meriam kecil.

Sebuah pertemuan diatur pada tanggal 16 November 1532, di alun-alun kota Cajamarca. Pada malam tanggal 15 November 1532, Pizarro menguraikan kepada anak buahnya rencana berani untuk merebut kekuasaan Atahualpa.

Pizarro terilhami pendahulunya. Ia meniru perebutan kuasa dari Kaisar Aztec Montezuma oleh Cortes dari Spanyol beberapa tahun sebelumnya. Momentum ini dipersiapkannya sebaik mungkin.

Benar saja, Atahualpa gagal mempersiapkan perlindungan yang memadai terhadap kemungkinan pengkhianatan. Sang kaisar tidak pernah berpikir orang yang baru ia temui ini akan melakukan pengkhianatan dalam kesepakatan ini.

Atahualpa meninggalkan pasukannya berkemah di luar Cajamarca, dan tiba di alun-alun kota dengan menaiki tandu bagus yang dibawa oleh 80 orang istana terkemuka, dan diikuti oleh sekitar 5000 bangsawan dan pejabat.

Rombongan Atahualpa berpakaian mewah dalam balutan pakaian upacara. Mereka juga tidak bersenjata, kecuali kapak batu upacara kecil. Atahualpa seharusnya lebih berhati-hati: Pizarro punya intrik di balik pertemuan itu.

Intrik dan siasat pengkhianatan telah oleh Pizarro direncanakan di balik pertemuan ramah tamah itu. Pizarro berupaya keras mencari alasan untuk memulai perselisihan yang dapat memicu konflik di antara mereka dan berujung menjadi kekerasan.

Raja Atahualpa dieksekusi karena dikhianati oleh Penjajah Spanyol. (Britanicca)

Orang-orang Spanyol dengan persenjataan lengkap bersembunyi di gedung-gedung di sekitar alun-alun Cajamarca, dengan kavaleri bersembunyi di gang-gang terdekat.

Ketika Atahualpa tiba, Pizarro mengirim seorang biarawan yang membawa salib untuk menemuinya. Biarawan itu menyebut bahwa ia utusan Pizarro yang hendak menyerahkan sebuah Alkitab kepada Atahualpa.

Sontak Alkitab itu dibuang oleh Atahualpa. Mereka asing dengan buku dan menganggap itu sebagai tindak teror. Dan memang, sikap itulah dapat menjadi alasan yang dibutuhkan orang-orang Spanyol.

Membuang Alkitab adalah bentuk penghinaan bagi bangsa Spanyol. Mereka lantar menyerang suku Inca atas sinyal dari Pizarro, dan mulai membantai mereka. Pengawal kaisar yang tengah menandu dan tak dipersenjatai menjadi terkejut.

Mereka tidak dapat melawan apalagi mempertahankan diri mereka dari sergahan pedang baja, tombak, peluru, atau baut panah milik orang Spanyol, sementara kapak batu upacara penduduk setempat hanya benda ritus yang terbukti tidak berguna menangkis semua itu.

Setelahnya Pizarro mulai merangsek menyerbu penduduk sipil. Ribuan penduduk sipil Inca terbunuh. Beberapa yang selamat melarikan diri dengan panik, dan tidak ada satupun warga Spanyol yang kehilangan nyawanya.

Sang kaisar merasa dikhianati setelah pasukannya diserbu dan dirinya ditangkap. Atahualpa berusaha membeli nyawanya dengan tawaran untuk memberi sebuah tempat di istananya yang penuh dengan emas dan perak.

Setelah dibayar, Pizarro mulai mengambil seluruh isi dari ruang yang penuh dengan emas dan perak itu. Namun, ia adalah manusia yang keji. Setelahnya, ia kembali mengkhianati Atahualpa dengan menangkapnya kedua kalinya.

Dia mengadili Atahualpa secara bertahap. Orang Spanyol dari mandat Pizarro beralasan menghukum kaisar karena ia memberontak, penyembahan berhala—yang ditentang Alkitab, dan pembunuhan saudaranya, Huascar.

Atahualpa dihukum mati dengan api, meskipun pada akhirnya ia terhindar dari hukuman keji itu karena ia setuju untuk dibaptis. Namun, Pizarro tetaplah manusia keji. Bukannya dibaptis, Atahualpa mati dicekik.

Pengkhianatan itu membuahkan hasil bagi Pizarro. Dari kematian Atahualpa, ia mengumpulkan banyak kekayaan dan kekuasaan. Ia menjadi orang Spanyol yang berkuasa atas Inca, sampai karma menimpanya pada tahun 1541.

Saat itu, terjadi perselisihan yang sengit antara orang-orang Spanyol di Peru. Pada tanggal 26 Juni 1541, sekelompok pendukung oposisinya yang bersenjata lengkap menyerbu istana Pizarro.

Dalam penyerbuan itu, kubu oposisi dari Pizarro berhasil menikamnya di tenggorokan. Pizarro pun terhunus, ambruk ke tanah. Sejarah dunia mengukir karma seorang pengkhianat demi kekuasaan.

Pada saat terakhir hidupnya, Pizarro membuat gambar salib dengan darahnya sendiri sambil merongrong dengan teriakan minta tolong kepada Yesus, namun tidak berhasil. Pizarro menjemput ajal, mati kehabisan darah.