Nationalgeographic.co.id - Berbagai peradaban kuno telah melahirkan sistem berpolitik yang demokratis. Yang paling tua adadalah Yunani kuno dan Kekaisaran Romawi yang menyelenggarakan sistem pemilihan umum.
Meski demikian, sejarah pemilu modern hari ini bermula pada abad ke-17 di Eropa dan koloninya di Amerika Utara.
Awalnya, seperti pada zaman Yunani dan Romawi kuno, pemilu hanya dilakukan secara perwakilan yang masih digunakan pada Abad Pertengahan. Kemudian, gagasan suara individu diperhitungkan seiring perkembangan waktu.
Misalnya, pada zaman Romawi kuno, kelas pekerja memiliki suara di Dewan Pleb (Concilium Plebis). Dewan sejenis masih berlaku di beberapa kerajaan atau negara di Eropa setelah kejatuhan Romawi.
Namun kesadaran individu berkembang pada era Pencerahan Eropa, seperti hasil pemikiran John Locke. Di Inggris, ketika jajak pendapat untuk undang-undang awalnya harus dari keputusan setiap kelompok seperti perkebunan, korporasi, dan kepentingan pribadi.
Lalu, perubahan parlemen berubah. Inggris tidak lagi menganggap perwakilan di parlemen bukan lagi sebagai kelompok, melainkan suara manusia sebenarnya.
Lebih lanjut, suatu kawasan tidak lagi dikuasai oleh satu keluarga, melainkan setiap individu berhak untuk menyatakan pendapat. Perubahan ini didorong oleh UU Reformasi tahun 1832 di Inggris yang mengusung representasi individu.
Hanya saja, dalam sejarah pemilu, selama abad ke-18 pemilihan belum terbuka seperti sekarang. Negara-negara merdeka seperti Amerika Serikat dan Prancis yang telah melancarkan revolusi dari monarki ke republik memang telah mendeklarasikan kesetaraan suara individu warga. Namun, instrumen kekuasaan politik masih dipegang segelintir orang, terutama aristokrat.
Inggris, bahkan, memberikan jumlah suara besar bagi kalangan menengah ke atas seperti lulusan universitas dan pebisnis di daerah pemilihan (Dapil). Sampai tahun 1948, kalangan ini mendapatkan surat suara lebih dari satu.
Pemilu untuk menentukan kepala negaraAmerika Serikat merupakan salah satu negara republik yang menyelenggarakan pemilu untuk menentukan kepala negara. Pada awal konstitusinya, AS tidak menetapkan hak suara tertentu, namun mempersilakan setiap negara bagian mengatur pemungutan suara.
Pemungutan suara hanya boleh dilakukan oleh penduduk kewarganegaraan AS. Akan tetapi, hampir setiap negara bagian mensyaratkan hanya laki-laki kulit putih pemilik tanah yang berhak.
Rakyat berhak untuk menentukan perwakilannya. Sedangkan senator atau setingkat DPD di Indonesia dipilih oleh badan legislatif negara bagian, lembaga setingkat DPRD. Sementara presiden ditentukan oleh badan legislatif negara bagian.