Politik Demokrasi Sejagat, dari Mana Sistem Pemilu Modern Hadir?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 18 Februari 2024 | 13:00 WIB
Jari bertinta ungu identik dengan pemilu. Sistem pemilu banyak diterapkan oleh negara-negara demokrasi. Meski telah dilakukan sejak zaman Yunani dan Romawi kuno, sistem yang lebih modern muncul pada abad ke-17. (GeorginaCaptures/iStockphoto)

Perlahan-lahan, AS semakin terbuka dalam demokrasi. Keterbukaan ini dimulai pada 1856 ketika semua laki-laki kulit putih dewasa bisa memilih tanpa harus memiliki properti sampai hak pemilih wanita pada 1920 dan kulit hitam pada 1965.

Revolusi Prancis yang membuat Napeoleon sebagai kaisar menghadirkan sistem pemilihan demokratis terbatas. Pemerintah Prancis memberikan kesempatan pemungutan suara dari masyarakat yang beragam, namun terbatas pada kelas ekonomi tertentu.

Pemilihan langsung secara massalPemilu secara massal yang kompetitif berjalan selama abad ke-19 dan ke-20. Negara-negara di Eropa Barat adalah pengusungnya. Pemilu seperit ini berdampak pada keberagaman masyarakat seperti kehadiran partai.

Namun, konsekuensinya adalah di bawah rezim otoriter komunis yang menggunakan sistem satu partai. Sistem seperti ini berlangsung tidak kompetitif. Penerapan ini dilakukan oleh negara-negara Eropa Timur dan Uni Soviet. Sampa hari ini, negara satu partai berlaku di Tiongkok dan Korea Utara.

Pemilu yang dilakukan secara langsung oleh rakyat sebuah negara terjadi setelah dekolonisasi. Banyak negara-negara merdeka mulai menetapkan pemilihan umum untuk presiden-wakil presiden, dan lembaga legislatif (DPR dan DPD).

Namun, tidak sedikit negara-negara yang kembali ke rezim otoriter akibat pemilihan umum dan sistem pemerintahan demokratis yang lemah.

Gubernur jenderalAda banyak koloni atau jajahan milik negara-negara Eropa, sampai hari ini. Setiap koloni dipimpin oleh gubernur jenderal.

Pemerintah menunjuk gubernur jenderal sebagai agen pemerintahnya di koloni dan perwakilan raja. Baik raja maupun pemerintah dapat menolak gubernur jenderal. Biasanya kandidat gubernur jenderal berasal dari kalangan panglima tertinggi angkatan bersenjata di wilayahnya.

Sistem ini diadopsi oleh negara-negara Eropa, termasuk Indonesia yang saat itu masih menjadi Hindia Belanda di bawah Kerajaan Belanda. Sejak era VOC, pemerintah Belanda menentukan gubernur jenderal ditunjuk oleh raja Belanda. Pada 1848, gubernur jenderal dipilih oleh raja atas saran kabinet metropolitan Belanda.

Di Inggris, peraturan penentuan gubernur jenderal berubah pada 1920-an, terutama sejak Deklarasi Balfour. Fungsi gubernur jenderal bergeser menjadi lebih independen, namun tetap mewakili raja Inggris.

Sampai saat ini, di bawah Raja Charles III, ada tiga koloni yang memiliki status independen secara pemerintahan, yakni Kanada, Australia, dan Selandia Baru.