Darah Gladiator Jadi 'Minuman Kehidupan' di Sejarah Romawi Kuno

By Hanny Nur Fadhilah, Jumat, 16 Februari 2024 | 14:00 WIB
Darah gladiator menjadi obat epilepsi dalam sejarah Romawi kuno. (Stefano Bianchetti/Corbis)

Nationalgeographic.co.id—Pengobatan di sejarah Romawi kuno menggabungkan pengetahuan ilmiah dengan keyakinan supernatural dan agama.

Para dokter Romawi mengadopsi banyak praktik dan filosofi dokter Yunani Hippocrates serta para pengikutnya, khususnya setelah kedatangan Archagathus dari Sparta pada tahun 219 SM. Dia dianggap sebagai dokter Yunani pertama yang berpraktik di kota tersebut.

Namun, orang Romawi kuno juga memakai jimat untuk menangkal penyakit dan mempersembahkan nazar di kuil kepada dewa yang dipercaya memiliki kekuatan penyembuhan.

Perpaduan kedua pendekatan ini menghasilkan beberapa fakta mengejutkan tentang kesehatan dan pengobatan dalam sejarah Romawi kuno.

Darah Gladiator Jadi Obat Epilepsi

Darah dan hati para gladiator yang dibunuh dipercaya sebagai obat epilepsi. Tumpahan darah seorang gladiator di sejarah Romawi kuno belum tentu berakhir setelah kalah dalam pertarungan sampai mati.

Tanpa pemahaman ilmiah tentang penyebab epilepsi, dokter Romawi merekomendasikan agar mereka yang menderita penyakit misterius meminum darah hangat yang diambil dari tenggorokan gladiator yang terbunuh sebagai obat mujarab.

”Darah para gladiator diminum oleh penderita epilepsi seolah-olah itu adalah minuman kehidupan,” ujar pakar Romawi, Pliny the Elder.

Dokter juga menganjurkan konsumsi hati gladiator sebagai pengobatan. Dokter Romawi, Scribonius Largus, mengatakan bahwa para penonton akan “melangkah maju dan mengambil sepotong hati dari seorang gladiator yang tergeletak di dalam debu.”

Dokter mungkin telah meresepkan pengobatan mengerikan tersebut karena gladiator dipandang sebagai simbol kejantanan yang meninggal dengan sehat. 

Pengobatan Galen Mempengaruhi Praktik Kedokteran

Dokter paling terkemuka di Roma kuno mempengaruhi praktik kedokteran selama 1.300 tahun setelah kematiannya.