Darah Gladiator Jadi 'Minuman Kehidupan' di Sejarah Romawi Kuno

By Hanny Nur Fadhilah, Jumat, 16 Februari 2024 | 14:00 WIB
Darah gladiator menjadi obat epilepsi dalam sejarah Romawi kuno. (Stefano Bianchetti/Corbis)

Lahir dan besar di Yunani, Galen dari Pergamon mempelajari teori anatomi dan fisiologis di Alexandria, Mesir.

Dia mengasah keterampilan medisnya dengan merawat gladiator yang terluka di tempat kelahirannya sebelum menetap di Roma pada tahun 162 M.

Selain melakukan operasi seperti pengangkatan katarak, Galen menganjurkan olah raga, pola makan seimbang, kebersihan yang baik dan mandi serta berteori bahwa otak, bukan jantung, yang mengendalikan tubuh.

Dia adalah dokter pertama yang menunjukkan bahwa laring menghasilkan suara dan mengidentifikasi perbedaan antara darah vena dan arteri.

Melayani sebagai dokter pribadi untuk beberapa kaisar, Galen memajukan pengetahuan anatomi melalui perawatannya terhadap gladiator dan pembedahan serta pembedahan hewan.

Dia menulis ratusan risalah medis, beberapa di antaranya tetap menjadi referensi standar hingga tahun 1500-an.

Kunci kesehatan yang baik dianggap menjaga keseimbangan empat 'humor'. Para dokter Romawi berpegang pada teori yang dikembangkan di Yunani kuno bahwa kesehatan dan emosi seseorang diatur oleh empat zat internal yaitu darah, dahak, empedu kuning, dan empedu hitam. 

Humor ini dihubungkan dengan empat kualitas unsur (panas, dingin, basah dan kering). Para dokter Romawi menghubungkan berbagai penyakit dengan ketidakseimbangan dalam cairan tubuh.

Galen, percaya bahwa kelebihan empedu hitam menyebabkan tumor kanker. Keseimbangan dapat dipulihkan melalui perawatan seperti pertumpahan darah, muntah, enema, menginduksi keringat dan konsumsi makanan dalam jumlah besar yang diklasifikasikan sebagai panas atau dingin dan basah atau kering.

Tahukah kamu? Tidak diperlukan pelatihan formal untuk menjadi dokter di Romawi kuno. Siapa pun dapat menyandang gelar dokter tanpa mengikuti ujian atau memenuhi serangkaian kualifikasi.

Kesempatan Mempelajari Anatomi Manusia Terbatas

Larangan Roma kuno terhadap sebagian besar pembedahan mayat manusia karena masalah agama, etika, dan kesehatan masyarakat menghambat studi anatomi.