Bagaimana Pertempuran Salamis Menjadi Mimpi Buruk Kekaisaran Persia?

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 17 Februari 2024 | 18:00 WIB
Pertempuran Salamis. Lukisan oleh Wilhelm di Kaulbach, 1868. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id –“Xerxes, Raja Persia, sudah tidak sabar menanti-nantikan hal ini,” kata Julian. “Xerxes menempatkan singgasananya di tanjung yang menghadap ke dua armada dan duduk untuk menikmati apa yang dia pikir akan menjadi tontonan yang penuh kemenangan.”

Sayangnya, dendam kesumat Persia terhadap Yunani segera menjadi kekalahan besar. Pasukan Yunani terlalu cerdik untuk dilawannya.

Julian Humphyrs, seorang sejarawan dan pakar militer dari Inggris, menceritakan bagaimana pasukan Yunani yang lemah berhasil memukul mundur pasukan Persia yang besar dalam Pertempuran Salamis.

Pertempuran paling berdarah ini memiliki dampak yang besar terhadap sejarah dunia kuno dan berperan penting dalam menentukan arah peristiwa selanjutnya.

Pertempuran Salamis: Perang Besar dalam Sejarah Dunia Kuno

Perang Salamis adalah pertempuran laut yang terjadi pada tahun 480 SM. Pertempuran ini merupakan puncak dari konflik Yunani-Persia yang telah terjadi selama bertahun-tahun.

Bangsa Athena pertama kali membuat murka Persia ke Yunani pada tahun 498 SM. Mereka mendukung orang-orang sebangsanya di Asia Kecil, yang sedang memberontak melawan penguasa Persia.

Namun, Persia berhasil menumpas pemberontakan tersebut. Darius, raja Persia saat itu, memutuskan untuk melancarkan invasi kepada Yunani sebagai aksi balas dendam. Sayangnya pada tahun 490 SM, pasukannya mengalami kekalahan telak di Marathon.

Sepuluh tahun kemudian, pengganti Darius, Xerxes, kembali ke Yunani. Kali ini benar-benar lebih serius.

Potret Xerxes I atau Ahasyweros I. Ia berencana menguasai Yunani dengan kampanye militer besar-besaran, tetapi berbuah kekalahan. (Guillaume Rouille/Wikimedia)

“Dengan mengumpulkan pasukan yang sangat besar, dia menyeberangi Hellespont (Dardanelles modern) dengan dua jembatan apung panjang yang dia perintahkan kepada para insinyurnya untuk dibangun, dan berbaris melewati Thrace dan Makedonia menuju Athena,” ungkap Julian.

Merespon invasi besar ini, berbagai negara kota Yunani mengadakan pertemuan di Korintus. Kursi dalam pertemuan ini banyak yang kosong, mereka telah menyimpulkan bahwa satu-satunya pilihan adalah menyerah atau bahkan berpihak pada Persia.

Di sisi lain, mereka yang hadir tetap ingin memberikan perlawanan. Mereka menunjuk Sparta untuk mengambil alih komando pertahanan Yunani.

Pada akhir musim panas, Julian menjelaskan, “armada Yunani dan Persia bertempur dalam pertempuran laut yang tidak menentu di Artemisium. Sementara itu, di daratan, pasukan Yunani berusaha menghadang pasukan Persia yang besar di Thermopylae.” 

Meskipun upaya berani tersebut membuat pasukan Persia terkendala, “pasukan Yunani pada akhirnya kewalahan dan harus mundur.”

Athena segera jatuh ke tangan Persia, beberapa penduduk yang masih bertahan dibantai, dan kota itu dibakar habis.

Setelah bencana ini, keriuhan segera terjadi. Orang-orang Yunani terpecah tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. 

Banyak yang berpikir bahwa satu-satunya kesempatan mereka untuk bertahan hidup adalah dengan mundur ke semenanjung Peloponnese dan membangun tembok di tanjung yang menghubungkannya dengan daratan.

Namun Themistocles, komandan armada Athena, tidak setuju. Dia tahu bahwa selama Xerxes memiliki angkatan laut yang kuat, dia dapat dengan mudah menembus tembok apa pun yang mungkin dibangun oleh Yunani.

Satu-satunya cara menurut Themistocles adalah menghancurkan Armada Persia. Themistocles percaya bahwa cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan memaksakan pertempuran di Salamis, tempat armada Yunani berlabuh.

Ilustrasi Themistocles oleh Evald Hansen (1875). (Public Domain/wikimedia Commons)

Strategi pun mulai disusun. Hal pertama yang harus dilakukan adalah membujuk rekan-rekan komandanya yang alot. Namun sang komandan Athena tak kehabisan akal, dia memanfaatkan kekurangan orang-orang Yunani terkenal sebagai kelompok yang mudah terpecah belah.

“Dengan mengaku sebagai pendukung rahasia Persia, Themistocles mengirim pesan kepada raja Persia yang mengatakan bahwa pasukan Yunani sedang kacau balau dan mereka berencana untuk menyelinap pergi dari Salamis saat malam hari,” terang Julian.

Mendengar hal ini, Xerxes memerintahkan armadanya, yang mungkin berkekuatan 800 kapal, untuk mendekat ke Salamis.

Armada utama Persia akan menyerang melalui selat sempit antara Salamis dan daratan. Inilah yang diinginkan oleh Themistocles. Dia menyadari bahwa di tempat yang sempit seperti itu, Persia tidak akan bisa memanfaatkan keunggulan jumlah mereka.

Pasukan Yunani terus memancing armada Persia ke dalam selat yang jauh lebih sempit. Tidak butuh waktu lama bagi pasukan Persia untuk menyadari bahwa segala sesuatunya berjalan dengan buruk.

Mereka mulai bertabrakan satu sama lain dan semua formasi dan keteraturan hilang. Para pendayung Persia menjadi lelah, dan keadaan diperparah oleh gelombang besar yang menyebabkan kapal mereka terombang-ambing. Inilah yang ditunggu-tunggu Themistocles.

Dalam kekacauan tersebut, armada Yunani mampu menggunakan kecepatan dan manuverabilitas kapal-kapal trireme mereka dengan efektif. Mereka menyerang dengan taktik yang terkoordinasi dan menghancurkan kapal-kapal Persia yang lemah dan terisolasi.

“Duduk di atas singgasananya, Xerxes menyaksikan kejadian-kejadian yang terjadi dengan amarah yang semakin memuncak,” kata Julian. 

Strategi cerdik Themistocles membawa kemenangan bagi Yunani. Namanya segera menjadi sangat bersinar sebagai pemimpin militer yang brilian.

Namun, pada tahun 470 SM, Themistocles dikucilkan oleh warga Athena yang menganggapnya terlalu berkuasa. Dia juga mempromosikan kebijakan anti-Sparta, yang menyebabkan konflik.

“Dia berakhir di istana Persia dan menghabiskan tahun-tahun terakhirnya untuk memberi nasihat kepada raja baru, Artahsasta I, tentang bagaimana cara melawan Yunani,” jelas Julian.