Adapun temuan antropolog Gregory Forth yang bertahun-tahun hidup di pegunungan tengah Flores bersama masyarakat Lio pada 1990-an dan 2000-an. Dia mendengar berbagai cerita tentang manusia kera kecil yang menempati gua Lia Ula dan ditulis di buku bertajuk Between Ape and Human: An Anthropologist on the Trail of a Hidden Hominoid.
Orang Lio bercerita pada Forth, Ebu Gogo sekarang sudah tidak ada lagi karena dibunuh oleh masyarakat 'Ua sekitar 200 tahun yang lalu. Namun, sebagian orang tidak sependapat dan yakin bahwa Ebu Gogo masih tinggal di gua-gua dan hutan terdekat. Akan tetapi, ketika hendak dibuktikan oleh Forth, tidak ada satupun dari mitologi Flores ini muncul.
Ebu Gogo mungkin bukan manusia katai FloresMeski pemaparan Roberts dan Forth sangat menarik, tidak jarang cerita tentang kertekaitan Ebu Gogo dan Homo floresiensis disangsikan ilmuwan lain. Paige Madison dari Institute of Human Origins at Arizona State University berpendapat bahwa tidak ada hubungannya antara keduanya.
"Namun, legenda [tentang Ebu Gogo] tersebut dilihat dari sudut pandang yang sama sekali baru, ketika tulang belulang kerabat manusia yang sama kecilnya dan sebelumnya tidak diketahui ditemukan jauh di dalam gua di pulau yang sama," Madison berpendapat di Aeon.
"Sejak awal, terdapat hubungan lemah dalam dugaan hubungan antara tulang prasejarah dan legenda mitos," lanjut Madison.
Madison sangsi dengan hubungan mitologi Flores dan manusia katai di Liang Bua. Pasalnya, mitologi tersebut berasal dari wilayah yang berbeda secara kebudayaan di Flores. Cerita Ebu Gogo berasal adari masyarakat suku Nage yang tinggal di Flores tengah, tepaut lebih dari 100 kilometer dari Liang Bua.
"Gua Hobbit malah menjadi rumah bagi masyarakat yang berbeda secara budaya dan bahasa yang dikenal sebagai Manggarai. Meskipun tidak dapat dibayangkan bahwa H. floresiensis dapat berkeliaran di wilayah ini, terdapat kecurigaan bahwa Ebu Gogo bukanlah tuturan orang Manggarai," terangnya.
Madison berpendapat, cerita tentang orang mungil yang tinggal di hutan bukan hanya ada di Flores. Seluruh Indonesia memiliki mitologi tentang makhluk ini yang kemungkinan berhubungan dengan primata lainnya seperti orangutan sebagai "orang dari hutan" oleh masyarakat di Sumatra.
"Meskipun Flores tidak memiliki orangutan, namun terdapat banyak monyet ekor panjang," lanjutnya. Kemungkinan besar, Ebu Gogo berhubungan dengan primata-primata non-manusia lain yang pernah bersitegang dengan masyarakat.
"Bukti ilmiah baru juga membuat hubungan ini semakin tidak masuk akal, terutama revisi penanggalan yang menyebabkan hilangnya para Hobbit hampir 50.000 tahun yang lalu," lanjut Madison. "Bagi para ahli, Ebu Gogo sama nyatanya dengan dongeng peri gigi."
Homo floresiensis tidak hidup seprimitif legenda Ebu Gogo. Berdasarkan analisis paleoantropologi, terang Madison, Homo floresiensis memiliki kehidupan yang rumit. Lingkungan di masa lalu juga lebih berbeda dari hari ini yang mendukung campur aduk evolusi, migrasi tak terduga, dan kehidupan di meda lain yang penuh kejutan.