Pemilu Republik Romawi: Polusi Visual Kampanye dan Kuasa Kelompok Kaya

By Utomo Priyambodo, Rabu, 21 Februari 2024 | 12:00 WIB
Ilustrasi kampanye pemilu di era Republik Romawi. (Silvestre David Mirys/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Pemilu telah ada setidaknya sejak zaman Republik Romawi. Republik Romawi meneruskan beberapa prinsip demokrasi Athena.

Akan tetapi, sistem ini membagi pemilih berdasarkan kelas dan menciptakan sistem yang menguntungkan kelompok kaya, kata Del Dickson. Ia adalah seorang profesor ilmu politik di University of San Diego dan penulis The People's Government: An Introduction to Democracy.

Romawi kuno menegaskan fakta bahwa negara ini adalah sebuah republik, yang diperintah bukan oleh raja, tetapi oleh rakyat, dengan kekuasaan legislatif dipegang oleh majelis rakyat.

Namun, seperti yang diungkapkan oleh Dr Valentina Arena dari University College London, sistem ini tidak menjamin partisipasi yang setara bagi seluruh warga negara

A res publica, menurut filsuf Romawi Cicero, adalah bentuk persemakmuran yang sah jika, dan hanya jika, rakyatlah yang memiliki kekuasaan berdaulat, dan mereka mempercayakan kedaulatan mereka ke tangan elite yang mampu.

Pada awal perdebatan konstitusional dalam de re publica, sebuah dialog tentang politik Romawi oleh Cicero, yang ditulis dalam enam buku antara tahun 54 dan 51 SM.

Cicero secara efektif mengatakan: “res publica, dengan demikian, adalah milik suatu bangsa (res populi ). Lebih jauh lagi, suatu bangsa bukanlah sekadar perkumpulan manusia yang berkumpul dengan cara apa pun,  melainkan kumpulan orang-orang dalam jumlah besar yang terikat dalam kemitraan satu sama lain berdasarkan kesepakatan umum mengenai hukum (iuris consensu) dan pembagian keuntungan (utilitatis communione).”

Konstruksi definisi a res publica sebagai res populi memungkinkan Cicero menyatakan bahwa dalam bentuk pemerintahan apa pun yang sah, rakyat harus memiliki resnya sendiri.

Untuk melakukan hal tersebut dengan cara yang berarti, masyarakat harus memiliki hak untuk mengelolanya. Hal ini, pada gilirannya, sama saja dengan memiliki kebebasan dan kemampuan untuk melaksanakannya.

Menelusuri perkembangan konstitusi Romawi sebagai inkarnasi historis dari bentuk pemerintahan terbaik, Cicero menunjukkan bagaimana Roma memperoleh matriks hak-hak sipil dan politik yang penting untuk pembentukan status kebebasan warga negara.

Dari hak-hak tersebut, yang paling penting adalah hak atas hak pilih. Hal ini memberikan masyarakat partisipasi politik pada tingkat tertentu, sehingga menjamin bahwa mereka adalah pemilik de facto atas harta benda mereka sendiri, yang dapat mereka kelola sesuai keinginan mereka.

Dalam bentuk pemerintahan ini, kekuasaan kedaulatan dipercayakan kepada aristokrasi terpilih, yang akan menjalankan urusan rakyat dengan tetap memperhatikan keuntungan bersama, dan sesuai dengan rasa keadilan yang umum. Setidaknya inilah teorinya.