Urdubegis, Prajurit Perempuan di Balik Tembok Harem Kekaisaran Mughal

By Tri Wahyu Prasetyo, Jumat, 23 Februari 2024 | 13:00 WIB
Urdubegis adalah para pejuang perempuan yang bertugas melindungi kaisar Mughal dan haremnya. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Para wanita di harem mempraktikkan parda, atau kerudung, di depan semua pria kecuali kaisar. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Para urdubegis adalah para prajurit terlatih dan sering kali berasal dari suku-suku yang tidak mempraktikkan parda. Mereka dapat terlihat oleh para pria dalam kesempatan-kesempatan tertentu. 

Mereka dilatih dalam penggunaan semua senjata, seperti penggunaan busur, tombak, serta belati dan pedang pendek.

Dalam beberapa sumber, dijelaskan bahwa urdubegis merupakan pengawal raja yang paling ditakuti di kekaisaran, tak terkecuali sekelas pangeran.

Bibi Fatima

Sementara para kaisar Mughal telah meninggalkan catatan yang luas tentang kehidupan mereka, jarang sekali ada penyebutan tentang urdubegi.

Satu-satunya nama yang muncul dalam catatan adalah Bibi Fatima. Dia merupakan kepala pasukan wanita bersenjata pada masa pemerintahan Humayun (memerintah 1530-1540 dan 1555-1556) dan Akbar.

“Pengabdiannya selama masa pemerintahan Kaisar Humayun dicatat dalam Humayun-Nama, yang ditulis oleh saudara tirinya, Gulbadan Begum,” jelas Khadija.

Peran utama para urdubegis mungkin adalah untuk memberikan keamanan, “tetapi beberapa penyebutan dalam Humayun-Nama menunjukkan bahwa mereka mungkin juga dipercayakan dengan tugas-tugas lain.”

Pada tahun 1546, ketika Humayun jatuh sakit, hanya ada beberapa orang yang dipercaya di sekelilingnya untuk merawat pangeran muda tersebut.

Seperti yang ditulis oleh Putri Gulbadan: "Ia dikatakan tidak sadarkan diri selama empat hari. Ia dirawat oleh Māh-chūchak dan Bibi Fatima, seorang wanita bersenjata (ordū-begi) dari tanah haram.”

Tidak diketahui alasan pasti mengapa hanya nama Bibi Fatima yang disebut sepanjang pembahasan urdubegis. Apakah karena prajurit ini sangat tertutup? Atau karena kontribusi dari Bibi Fatima yang layak untuk disebutkan dan layak untuk diakui oleh generasi mendatang?