Oei Hui Lan, Putri Indonesia yang Berpengaruh dalam Sejarah Tiongkok

By Laurensia Felise, Jumat, 23 Februari 2024 | 17:00 WIB
Oei Hui Lan dikenal sebagai putri dari Oei Tiong Ham, pengusaha sekaligus miliarder asal Semarang, Hindia Belanda. Tak hanya dikenal sebagai ikon mode, dia juga dikenal sebagai sosialita dan istri diplomat yang royal. (Compton Collier)

Dengan gayanya yang khas dan unik, Oei Hui Lan kemudian diingat oleh sejumlah tokoh saat hadir dalam berbagai acara. Dalam beberapa kesempatan, dia juga kadang terlihat mengenakan qipao atau cheongsam untuk acara-acara sosialita.

Bahkan, penggunaan cheongsam di negara-negara barat oleh Oei Hui Lan dianggap memberikan kontribusi kepada dunia mode Tiongkok. Dia mempopulerkan cheongsam sebagai gaun ketat dengan belahan di bagian samping yang bisa dikenakan oleh perempuan dari berbagai kalangan masyarakat.

Pengaruhnya dalam dunia mode memiliki ciri khas pada penggunaan bahan-bahan tekstil dan sutra lokal dari Tiongkok. Bahkan, dia turut mempopulerkan, memodernkan, dan membuat cheongsam menjadi pakaian yang glamor.

Inilah yang membuat Oei Hui Lan tercatat sebanyak tiga kali sebagai perempuan dengan gaya pakaian terbaik pada era 1920an hingga 1940an. Majalah Vogue menyebutnya sebagai warga Tiongkok dunia dan sosok yang mendunia dengan kecantikannya.

Pernikahan Kedua Oei Hui Lan dan Awal Karier Politik

Hanya beberapa tahun setelah perceraian Oei Hui Lan dengan Beauchamp Forde Gordon Caulfield-Stoker, dia bertemu Vi Kyuin Wellington Koo atas desakan ibunya. Pertemuan ini dimulai di Paris pada Agustus 1920 dalam sebuah jamuan makan malam.

Hanya berselang beberapa bulan, keduanya kemudian bertunangan dan menikah pada tahun yang sama. Pernikahan ini membuat Oei Hui Lan kemudian dikenal sebagai Madame Wellington Koo.

Pernikahan ini membuat Oei Hui Lan sempat pindah ke Jenewa, Swiss hingga akhirnya mengikuti suaminya ke Beijing, Tiongkok. Alasan kepindahan ini berkaitan dengan peran Wellington Koo sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan Republik Tiongkok pada 1923.

Situasi politik Tiongkok pada era 1920an digambarkan cukup mencekam, di mana perebutan kekuasaan terjadi antara kalangan militer dan politikus. Saat inilah, Wellington Koo menjadi Pelaksana Tugas Perdana Menteri selama dua kali, yaitu pada 1924 serta pada 1926-1927.

Menariknya, masa jabatan sang suami yang kedua membuat Oei Hui Lan dikenal sebagai Ibu Negara Republik Tiongkok. Kendati singkat, posisi ini membuatnya sempat populer karena kontribusinya dalam mengembangkan hubungan sosial untuk keperluan diplomatis.

Dalam artikel buatan Xia Shi yang terbit dalam jurnal International Journal of Asian Studies, Oei Hui Lan berkontribusi pada pendanaan Kementerian Luar Negeri Republik Tiongkok yang kala itu mengalami kekurangan dana.

Penyebab dari pendanaan pribadi pada masa pemerintahan Beiyang (1912-1928) terletak pada kehilangan sumber pendapatan khusus. Hal ini juga ditambah dengan fenomena para utusan dari Tiongkok yang belum mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.