Oei Hui Lan, Putri Indonesia yang Berpengaruh dalam Sejarah Tiongkok

By Laurensia Felise, Jumat, 23 Februari 2024 | 17:00 WIB
Oei Hui Lan dikenal sebagai putri dari Oei Tiong Ham, pengusaha sekaligus miliarder asal Semarang, Hindia Belanda. Tak hanya dikenal sebagai ikon mode, dia juga dikenal sebagai sosialita dan istri diplomat yang royal. (Compton Collier)

Nationalgeographic.co.id—Banyak masyarakat Indonesia mengenal Oei Hui Lan karena lukisannya yang terpajang di Hotel Tugu, Malang. Ada pula yang mengenalnya sebagai putri dari Oei Tiong Ham, pebisnis kaya saat Indonesia masih menjadi Hindia Belanda.

Sejarah dunia mencatat bahwa Oei Hui Lan telah banyak dikenal dalam bidang politik. Namun, dia juga diketahui karena pengaruhnya sebagai sosialita yang memengaruhi dunia mode.

Oei Hui Lan lahir pada 21 Desember 1889 di Semarang, Jawa Tengah dari pengusaha Oei Tiong Ham dan Goei Bing Nio. Datang dari keluarga Tiongkok Peranakan, sang ayah berasal dari keluarga konglomerat sedangkan sang ibu berasal dari keluarga kelompok Cabang Atas yang diisi kalangan priayi.

Dengan latar belakang keluarganya, Oei Hui Lan mendapatkan pendidikan yang cukup baik. Ini turut didukung oleh posisi sang ibu sebagai istri sah di dalam keluarga Oei Tiong Ham.

Oei Hui Lan mendapatkan dukungan pendidikan dari berbagai tenaga pendidik Eropa yang tinggal di Semarang. Perempuan yang dikenal dengan nama Angele saat masih belia ini mendapatkan edukasi modern yang menggambarkan kelompok Cabang Atas di Hindia Belanda pada abad ke-19.

Pendidikan ini membuatnya mampu berbicara dalam beberapa bahasa seperti Melayu, Inggris, Prancis, Hokkien, Mandarin, dan Belanda. Ini juga ditambah dengan kemampuan musik yang didapat dari masa belajar di Singapura.

Kehidupannya mulai berubah sejak dia menikah dengan Beauchamp Forde Gordon Caulfield-Stoker, penjabat konsulat Inggris yang berdomisili di Semarang. Pernikahan ini membuatnya pindah ke London selama beberapa tahun demi mengikuti pekerjaan suaminya.

Oei Hui Lan sebagai Sosialita Dunia Mode

Setibanya di Inggris, Oei Hui Lan mulai menarik perhatian, hingga dikenal sebagai Countess Hoey Stoker di kalangan sosialita. Tak lama pindah, dia memiliki satu anak meski akhirnya bercerai setelah belasan tahun menikah.

Sejumlah laporan pada 1920an memberitakan bahwa perceraian Oei Hui Lan dengan Beauchamp Forde Gordon Caulfield-Stoker diduga dipicu oleh ketidakcocokan pasangan tersebut. Lebih rinci, publikasi Malaya Tribune menyebutkan bahwa kepribadian hingga ambisi sosial Hui Lan menjadi beberapa pemicunya.

Tak hanya karena kebiasaannya menyetir mobil Rolls Royce sendirian di kota London, kepopuleran Oei Hui Lan juga mulai dipicu karena pengaruhnya dalam dunia mode. Bukti ini hadir dalam beberapa publikasi, salah satunya menyebutkan tentang klaim gaya pakaiannya yang populer pada masanya.

"... [Berada] di ambang era flapper dan saya cocok dengan pesonanya. Saya memiliki figur yang sesuai, mungil dengan dada yang kecil, serta vitalitas. Jika Anda membayangkan flapper Tiongkok, itu adalah saya," tulis Oei Hui Lan dalam buku No Feast Lasts Forever.

Dengan gayanya yang khas dan unik, Oei Hui Lan kemudian diingat oleh sejumlah tokoh saat hadir dalam berbagai acara. Dalam beberapa kesempatan, dia juga kadang terlihat mengenakan qipao atau cheongsam untuk acara-acara sosialita.

Bahkan, penggunaan cheongsam di negara-negara barat oleh Oei Hui Lan dianggap memberikan kontribusi kepada dunia mode Tiongkok. Dia mempopulerkan cheongsam sebagai gaun ketat dengan belahan di bagian samping yang bisa dikenakan oleh perempuan dari berbagai kalangan masyarakat.

Pengaruhnya dalam dunia mode memiliki ciri khas pada penggunaan bahan-bahan tekstil dan sutra lokal dari Tiongkok. Bahkan, dia turut mempopulerkan, memodernkan, dan membuat cheongsam menjadi pakaian yang glamor.

Inilah yang membuat Oei Hui Lan tercatat sebanyak tiga kali sebagai perempuan dengan gaya pakaian terbaik pada era 1920an hingga 1940an. Majalah Vogue menyebutnya sebagai warga Tiongkok dunia dan sosok yang mendunia dengan kecantikannya.

Pernikahan Kedua Oei Hui Lan dan Awal Karier Politik

Hanya beberapa tahun setelah perceraian Oei Hui Lan dengan Beauchamp Forde Gordon Caulfield-Stoker, dia bertemu Vi Kyuin Wellington Koo atas desakan ibunya. Pertemuan ini dimulai di Paris pada Agustus 1920 dalam sebuah jamuan makan malam.

Hanya berselang beberapa bulan, keduanya kemudian bertunangan dan menikah pada tahun yang sama. Pernikahan ini membuat Oei Hui Lan kemudian dikenal sebagai Madame Wellington Koo.

Pernikahan ini membuat Oei Hui Lan sempat pindah ke Jenewa, Swiss hingga akhirnya mengikuti suaminya ke Beijing, Tiongkok. Alasan kepindahan ini berkaitan dengan peran Wellington Koo sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan Republik Tiongkok pada 1923.

Situasi politik Tiongkok pada era 1920an digambarkan cukup mencekam, di mana perebutan kekuasaan terjadi antara kalangan militer dan politikus. Saat inilah, Wellington Koo menjadi Pelaksana Tugas Perdana Menteri selama dua kali, yaitu pada 1924 serta pada 1926-1927.

Menariknya, masa jabatan sang suami yang kedua membuat Oei Hui Lan dikenal sebagai Ibu Negara Republik Tiongkok. Kendati singkat, posisi ini membuatnya sempat populer karena kontribusinya dalam mengembangkan hubungan sosial untuk keperluan diplomatis.

Dalam artikel buatan Xia Shi yang terbit dalam jurnal International Journal of Asian Studies, Oei Hui Lan berkontribusi pada pendanaan Kementerian Luar Negeri Republik Tiongkok yang kala itu mengalami kekurangan dana.

Penyebab dari pendanaan pribadi pada masa pemerintahan Beiyang (1912-1928) terletak pada kehilangan sumber pendapatan khusus. Hal ini juga ditambah dengan fenomena para utusan dari Tiongkok yang belum mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kontribusi terhadap bidang diplomatik ini meliputi bantuan renovasi perumahan pejabat Tiongkok saat berada di Inggris, kemampuan untuk menjamu tamu dari luar negeri, serta berpakaian sesuai tren terbaru.

Tak hanya saat berada di Inggris, bantuan ini juga dilakukannya saat suaminya pindah ke Tiongkok untuk menjadi menteri. Sama seperti di negara sebelumnya, dia juga melakukan hal serupa seperti renovasi dan revitalisasi hunian negara.

Contoh dari bantuan ini adalah saat Wellington Koo dan Oei Hui Lan menjamu Pangeran dan Putri Swedia pada Oktober 1926. Dalam kunjungan tersebut, mereka menyiapkan jamuan khusus di Ruang Makan Biru dengan 48 tamu.

Kendati hal yang dilakukannya cukup besar, Oei Hui Lan sempat diingatkan oleh Wellington Koo bahwa hal-hal yang dilakukannya kelak akan menjadi milik negara. Tentu hal ini datang dengan risiko bahwa negara belum tentu membayar seluruh hal tersebut.

Selesai menjadi menteri, Wellington Koo kemudian terpilih sebagai Duta Besar Tiongkok untuk Prancis pada 1932. Perubahan jabatan ini membuat Oei Hui Lan ikut pindah ke Paris hingga 1940.

Tak lama setelahnya, Oei Hui Lan pindah ke London pada 1946 karena jabatan suaminya sebagai Duta Besar Tiongkok di Inggris. Baik di Prancis maupun Inggris, dia dikenal sebagai sosialita yang sering mengadakan jamuan dan acara mewah.

Hal ini tentu tak bisa lepas dari kekayaan ayahnya yang diwariskan kepadanya, terutama dalam menjamu tamu-tamu diplomat di dua negara tersebut. Meski sering menjamu tamu dan datang ke acara-acara mewah, Oei Hui Lan tak lupa akan pembiayaan pendidikan kedua anaknya, Yu-chang Wellington Koo Jr. dan Fu-chang Freeman Koo, di Amerika Serikat.

Pernikahan Oei Hui Lan dan Wellington Koo berakhir dengan perceraian pada 1958, lalu sempat mengalami kisah tragis dengan gurita bisnis keluarganya yang dihancurkan oleh Soekarno pada masa kemerdekaan.

Oei Hui Lan sempat menghabiskan masa-masa terakhirnya di New York City, Amerika Serikat setelah perceraian tersebut. Dia meninggal pada 1992 dengan meninggalkan mantan suami beserta kedua anaknya.