Mengenal Superbenua Terakhir Pangea, Terpecah Menjadi Tujuh Benua

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 7 Maret 2024 | 07:00 WIB
Pangea adalah superbenua terakhir di bumi sebelum akhirnya terpecah-pecah menjadi tujuh benua yang kita kenal hari ini. Proses geologi bumi yang terus bergerak sejak awal penciptaannya, membuat bentuk benua terus berubah dalam waktu yang lambat. (Blamtroid/Deviantart)

Nationalgeographic.co.id—Manusia mengenal bumi memiliki tujuh benua, yakni Asia, Eropa, Afrika, Australia, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Antarktika. Akan tetapi, jauh sebelum manusia muncul, rupanya ketujuh benua ini pernah bergabung menjadi satu benua bernama Pangaea.

Nama Pangaea atau Pangea sendiri berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti "semua daratan". Merujuk pada pan yang berarti "semua" dan gaia yang berarti "bumi" atau "daratan". 

Teori keberadaan Pangea ini muncul oleh ahli meteorologi Jerman abad ke-20 Alfred Wegener. Dia juga yang mengungkapkan bahwa benua-benua di bumi seperti puzzle yang bisa bergabung dan berpisah berkat lempeng. Hal ini menyebabkan benua bisa bergeser untuk membuat bentuk baru dan bergeser ke posisi yang berbeda. Pangea sendiri dicetuskan olehnya pada 1927.

Sampai saat ini, penelitian tentang Pangea terus berkembang. Ada banyak bukti-bukti purbakala dan geologi yang ditemukan di seluruh dunia, walau tak sedikit yang skeptis tentang teori Pangea.

Sebagian ilmuwa yakin bahwa Pangea berkembang lebih dari 300 juta tahun silam. Bentuknya menjadi semakin sempurna sekitar 270 juta tahun silam. Perlahan-lahan, benua besar ini terpencar-pencar menjadi benua yang menghiasi muka bumi yang kita kenal sekitar 200 juta tahun silam.

Sebenarnya, Pangea bukanlah superbenua pertama di bumi. Sekitar 1 miliar tahun yang lalu, benua Gondwana yang besar terbentuk dan berbentuk sempurna pada 420 juta tahun yang lalu yang berlokasi dekat Kutub Selatan bumi.

Kemudian pada 300 juta tahun silam, benua ini perlahan-lahan bertabrakan dengan benua kecil atau pulau besar yang disebut Euramerika di utara. Ukurannya semakin bertambah ketika benua Angaran di dekat Kutub Utara mulai bergerak ke selatan dan menyatu dengan begian utara benua Euramerika yang juga sedang berkembang.

Perkembangan ini membuat semua benua bergabung menjadi yang dikenal sebagai Pangea. Proses penyatuan ini berakhir pada 270 juta tahun yang lalu. Pergerakan ini memakan waktu bertahun-tahun. Sementara itu, arus magma di bawah bumi yang mentransfer panas inti ke litosfer (kerak bumi) terus bergerak.

Pergerakan ini disebut sebagai konveksi mantel. Aktivitas ini menyebabkan material baru bermunculan ke permukaan bumi dari celah-celah antara lempeng tektonik di zona yang retak. Zona retak ini disebabkan arus divergen, yakni dua lempeng bumi yang saling menjauh.

Bukti Batuan Pangea

Petunjuk yang membuktikan bahwa benua-benua di bumi pernah bersatu ratusan juta tahun lalu bisa dilihat dari catatan geologis. Misalnya, komposisi deposit batu bara di Pennsylvania, AS ternyata serupa dengan yang tersebar di Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa dulunya Amerika Utara dan Eropa berada dalam satu daratan.

Fosil tanaman purba Pteridosperma yang tersisa di bongkahan karbon di sebuah pertambangan batubara Pennsylvania. Fosil sejenis ini membuka tabir bagaimana hutan hidup di zaman es Pangea. (James St. John/Flickr)