Cerita dari Bali: Berziarah ke Desa Taro, 'Tempat Segala Keinginan Terkabul'

By Utomo Priyambodo, Senin, 4 Maret 2024 | 11:00 WIB
Para peserta Famtrip Desa Taro berfoto bersama di objek wisata Semara Ratih, salah satu destinasi wisata di Desa Taro yang berupa kawasan konservasi hutan bambu, dengan kafe menggantung di tepi jurang dan tempat melukat di sungai. (I Made Suparsa/Famtrip Desa Taro 2024)

Meniti jalan di jalinan bambu saat trekking di Sungai Yeh Pikat di Desa Taro. (Instagram @desawisatataro)

Belakangan kami, para peserta famtrip, baru tahu bahwa ada opsi jalur lain untuk mencapai air terjun itu. Jalur yang rutenya lebih pendek dan lebih mudah untuk dilalui. Saya bersyukur kami diarahkan pulang lewat jalur lain itu setelah sebelumnya melewati jalur yang lebih jauh dan berliku.

Di jalur pergi, kami semua "dipaksa" merendamkan kaki ke air sungai. Pada awalnya saya bisa melangkahi dan memijaki batu-batu di sungai agar kaki tak basah. Namun pada akhirnya saya harus menceburkan kaki juga di aliran air sungai karena di segmen tertentu tak ada batu yang bisa dipijak.

Sepatu saya lepas, saya ganti dengan sandal jepit. Air sungai yang dangkal, hanya sebetis, terasa dingin dan segar mengisi pori-pori kulit.

Saya terus jalan nyeker hingga mencapai Air Terjun Yeh Pikat. Air terjun ini adalah shower alami yang memikat.

Ramon membasuh mukanya dengan air dari Air Terjun Yeh Pikat. (Dok Pribadi)

Tak jauh dari air terjun ada kolam melukat. Kolam yang dipancuri dengan tiga pipa air alami. Melukat adalah upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia lewat metode membasuh tubuh dengan air.

Saya membasuh tubuh saya dengan air di kolam melukat itu. Segar! Terkadang kita memang perlu tahu bagaimana rasanya kesulitan mendapatkan air agar bisa menghargai betapa pentingnya keberadaan air bersih ini.

Keringnya tubuh saya yang belum mandi pagi lantaran perkara mesin air mati bisa terobati dengan segarnya air alami di Yeh Pikat. Keinginan saya untuk mendapatkan air segar untuk membilas tubuh akhirnya terkabul!

Udara segar pagi di Yeh Pikat juga menambah unsur kenikmatan. Jalur sungai Yeh Pikat ini dihimpit oleh tebing-tebing curam yang ditumbuhi oleh palem, bambu, dan pohon-pohon lainnya. Oksigen yang diproduksi oleh pohon-pohon hutan itu menyegarkan paru-paru saya seperti halnya air alami yang membasuh pori-pori kulit.

Di sekitar kolam melukat itu, rombongan kami kemudian menyantap bubur taro yang dibuat dari bubur beras tawar yang kemudian dibubuhi bumbu kacang, sayur-sayuran berupa labu, bayam, dan tauge, bawang goreng, dan kerupuk. Peralatan makan yang disediakan Pokdarwis Desa Taro ini seluruhnya terbuat dari alam dan ramah lingkungan.

Piring kami terbuat dari anyaman rotan yang bisa dipakan berulang lain, lalu dialasi daum pisang. Adapun sendok kami terbuat dari potongan janur, daun muda dari pohon palem-paleman.

Bubur taro yang dihidangkan di atas piranti makan yang ramah lingkungan. (Dok Pribadi)

Kearifan Lokal

Piranti makan itu hanya salah satu dari banyak bentuk kearifan lokal Desa Taro. Banyaknya destinasi wisata dan nila-nilai keberlanjutan yang ada dalam Desa Taro membuatnya masuk ke dalam Ppgrade Programme di United Nations World Tourism Organization (UNWTO) 2023.

Desa Taro menjadi salah satu dari 20 desa bimbingan yang dipersiapkan untuk menjadi Best Tourism Villages UNWTO di periode selanjutnya, yang berarti pada tahun 2024 ini. Desa-desa tersebut terdaftar di bawah UNWTO Best Tourism Villages Upgrade Programme yang merupakan desa-desa dengan potensi besar dari berbagai penjuru dunia.

Jalur trekking di Sungai Yeh Pikat di Desa Taro. (I Made Suparsa/Famtrip Desa Taro 2024)

Best Tourism Villages diadakan untuk menjaring desa percontohan yang berhasil mengembangkan pariwisata, dengan memberdayakan komunitas masyarakat setempat, dan melestarikan tradisi serta warisan lokal. Upgrade programme sendiri merupakan program pemberian dukungan dari UNWTO dan mitra kepada desa wisata yang hampir memenuhi kriteria sebagai Best Tourism Villages, tetapi masih kurang dalam beberapa aspek penilaian.

Dari kegiatan famtrip ini saya jadi tahu bahwa Desa Taro punya reputasi sebagai desa eco-spiritual. Ada banyak cerita "mistis" atau terkait spiritual yang saya temui di sini. Mulai dari cerita relawan pengurus objek wisata Lembu Putih hingga cerita keluarga jero mangku atau pemangku adat di Desa Taro.

Cerita kearifan lokal mengenai praktik-praktik menjaga lingkungan juga sarat di desa adat tertua di Bali ini. Cerita pengalaman saya menziarahi desa yang memiliki pura tertua di Bali ini masih akan terus berlanjut....