Kisah Da Yu Sang Pengendali Air dalam Mitologi Tiongkok, Apakah Nyata?

By Tri Wahyu Prasetyo, Selasa, 27 Februari 2024 | 13:00 WIB
Penggambaran dinasti Han tentang Yu dari kuil Wu Liang. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Da Yu dipercayai oleh sebagian orang sebagai pendiri dinasti tertua dalam sejarah Tiongkok, Dinasti Xia (2070–1600 SM). Dalam mitologi Tiongkok, dia dikenal sebagai pengendali Air Bah yang membanjiri wilayah kekaisaran.

Menurut penulis budaya dan mitologi kuno dari Australia, Dani Rhys, masa pemerintahan Yu mendahului catatan tertulis tertua yang ditemukan di Tiongkok. 

“Namanya tidak tertulis pada artefak yang ditemukan dari masanya, juga tidak tertulis pada tulang peramal yang ditemukan kemudian,” kata Dani, dalam tulisannya di laman Symbol Sage.

Kurangnya bukti arkeologis telah menyebabkan beberapa kontroversi tentang keberadaannya, dan sebagian besar sejarawan menganggapnya sebagai sosok yang hanya legenda.

Namun, terlepas dari keabsahan sejarah mengenai keberadaannya, Da Yu tetap menjadi salah satu tokoh berpengaruh dalam sejarah Tiongkok.

Mitologi tentang Da Yu

Di Tiongkok kuno, para pemimpin dipilih berdasarkan kemampuan. Begitu pula dengan Da Yu. Namanya terkenal karena berhasil mengendalikan banjir di Sungai Kuning, sehingga ia akhirnya menjadi kaisar dinasti Xia.

Dalam kisah mitologi Tiongkok, semua sungai di antara Sungai Kuning dan Sungai Yangtze meluap dan menyebabkan banjir besar. Bencana ini berlangsung selama beberapa dekade.

Orang-orang yang selamat meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan di pegunungan tinggi. Ayah Yu, Gun, pertama kali mencoba untuk menghentikan banjir dengan tanggul dan tembok namun gagal.

Kaisar Shun memerintahkan Yu untuk melanjutkan proyek ayahnya. Hal ini membutuhkan waktu bertahun-tahun, namun Yu bertekad untuk belajar dari kesalahan ayahnya dalam mengatasi banjir.

Peta yang menunjukkan Sembilan provinsi yang ditentukan oleh Yu, Sang Agung selama banjir legendaris. Peta ini menggambarkan kisah-kisah legendaris. (Seasonsinthesun/Wikimedia Commons)

Untuk mengalirkan air ke laut, Dani menjelaskan, “dia membangun sistem kanal, yang membagi sungai dan mengurangi kekuatannya yang tak terkendali.”

Dalam beberapa versi legenda, Yu memiliki dua pembantu yang fantastis, Kura-kura Hitam dan Naga Kuning.  Sementara naga menyeret ekornya ke dalam bumi untuk membuat saluran, kura-kura mendorong tumpukan lumpur yang sangat besar.

Dalam kisah lainnya, Yu bertemu dengan Fu Xi, seorang dewa yang memberinya Tablet Giok, untuk membantunya memperbaiki sungai. Dewa sungai juga memberinya peta sungai, gunung, dan anak sungai yang membantu menyalurkan air.

Karena keberhasilannya, Kaisar Shun, memberi hadiah berupa takhta kepadanya. Dia kemudian dikenal sebagai Yu yang Agung.

Kelahiran Yu dalam Mitologi Tiongkok

Ayah Yu, Gun, pertama kali ditugaskan oleh Kaisar Yao untuk mengendalikan banjir, namun gagal dalam usahanya. Dia dieksekusi oleh penerus Yao, Kaisar Shun. 

Menurut beberapa kisah, Yu lahir dari perut ayah ini, setelah tubuhnya diawetkan secara ajaib selama tiga tahun.

Beberapa kisah lainya mengatakan bahwa Gun dibunuh oleh dewa api Zhurong, dan putranya Yu lahir dari jasadnya sebagai seekor naga dan naik ke surga. Karena hal inilah banyak orang menganggap bahwa Yu merupakan makhluk setengah dewa.

Teks Tiongkok abad ke-2, Huainanzi, bahkan menyatakan bahwa Yu lahir dari sebuah batu. Hal ini terhubung dengan kepercayaan kuno tentang kekuatan batu. 

Pada abad ke-3, ibu Yu dikatakan dihamili dengan menelan mutiara ilahi dan benih ajaib, dan Yu lahir di tempat yang disebut kenop batu, seperti yang dijelaskan dalam Diwang Shiji atau Catatan Silsilah Kaisar dan Raja.

Bukti arkeologis tentang Air Bah

Dani mengungkapkan, pada tahun 2007, para peneliti menemukan bukti-bukti banjir yang diceritakan dalam legenda di sepanjang Sungai Kuning. Bukti-bukti menunjukkan bahwa banjir tersebut sangat dahsyat.

Bukti ilmiah tersebut dapat ditanggali dari tahun 1920 Sebelum Masehi–periode yang bertepatan dengan awal Zaman Perunggu dan dimulainya budaya Erlitou di lembah Sungai Kuning–yang banyak diasosiasikan dengan dinasti Xia.

Banyak yang berspekulasi bahwa jika bencana sejarah banjir benar-benar terjadi, maka pendirian dinasti Xia juga terjadi dalam beberapa dekade. 

“Kerangka-kerangka telah ditemukan di gua-gua di Lajia, menunjukkan bahwa mereka adalah korban gempa bumi yang mematikan, yang menyebabkan tanah longsor dan banjir besar di sepanjang tepi Sungai Kuning,” kata Dani.

Kuil Yu

Yu yang Agung sangat dihormati oleh rakyat Tiongkok, dan beberapa patung serta kuil dibangun untuk menghormatinya.

Setelah kematiannya, putra Yu menguburkan ayahnya di gunung tersebut dan mempersembahkan pengorbanan di makamnya. 

Gunung itu sendiri berganti nama menjadi Guiji Shan, dan menurut Dani, tradisi pengorbanan kekaisaran untuknya pun dimulai. 

“Para kaisar dari berbagai dinasti secara pribadi melakukan perjalanan ke gunung tersebut untuk memberikan penghormatan,” kata Dani.

Selama dinasti Song, pemujaan terhadap Yu menjadi upacara rutin. Pada masa dinasti Ming dan Qing, doa-doa dan teks-teks persembahan dipersembahkan, dan para pejabat istana dikirim sebagai utusan ke kuil.

Puisi, bait, dan esai bahkan dikarang untuk memujinya. Belakangan, pengorbanan untuk Yu juga dilanjutkan oleh para pemimpin Republik.

Saat ini, kuil Yu terletak di Shaoxing modern di provinsi Zhejiang. Ada juga kuil dan tempat suci yang ditemukan di seluruh Tiongkok, di berbagai bagian Shandong, Henan dan Sichuan. 

Dalam Taoisme dan agama-agama rakyat Tiongkok, Da Yu dianggap sebagai dewa air, dan kepala dari Lima Raja Dewa Air, yang disembah di kuil-kuil dan tempat-tempat suci.