Kisah Mata-Mata Wanita yang Berjaya dalam Sejarah Perang Dunia II

By Sysilia Tanhati, Rabu, 6 Maret 2024 | 15:00 WIB
Dalam sejarah Perang Dunia II, sekelompok perempuan pemberani bekerja sebagai mata-mata dan agen intelijen di seluruh dunia. Mereka rela mempertaruhkan nyawa untuk mencari informasi rahasia yang memengaruhi hasil perang. (U.S. Air Force)

Noor Inayat Khan (Public Domain)

Atkins mengirim Khan ke Prancis. Di sana ia kerap menghindari penangkapan dengan sering berpindah dari satu tempat persembunyian ke tempat persembunyian lainnya.

Pada bulan September 1943, dia menjadi operator SOE terakhir yang masih melakukan transmisi ke London dari Paris. Khan akhirnya dikhianati oleh seseorang yang mengetahui operasinya. Ditangkap pada bulan Oktober, dia diinterogasi secara brutal dan berusaha melarikan diri.

Cobaan beratnya berakhir di Dachau, sebuah kamp konsentrasi di mana dia dieksekusi pada bulan September 1944. Saat algojo menodongkan pistol ke belakang kepalanya, kabarnya kata terakhirnya adalah liberté.

Josefina Guerrero

Tepat sebelum Jepang menduduki Filipina pada tahun 1942, Josefina Guerrero terjangkit penyakit Hansen (juga dikenal sebagai kusta). Suaminya segera meninggalkannya dan dia menjadi terasing dari putri kecil mereka.

Persediaan medis semakin langka dan kondisi Guerrero memburuk. Saat itu ia pun memutuskan untuk mengambil risiko dan menjadi mata-mata perlawanan Filipina.

Josefina Guerrero (Public Domain)

Jepang, yang terkenal dengan penggeledahan seluruh tubuhnya, tidak menggeledahnya saat dia melewati pos pemeriksaan karena penyakitnya. Hal ini memungkinkannya untuk mengirimkan pesan rahasia, pergerakan pasukan musuh, dan perbekalan penting. Ia bahkan bisa menyelundupkan senjata kepada perlawanan dan tentara.

Guerrero juga memetakan benteng dan tempat senjata Jepang. “Pemetaan tersebut digunakan oleh Amerika pada tanggal 21 September 1944, untuk menghancurkan pertahanan Jepang di pelabuhan Manila,” tambah Hyslop. Peristiwa itu sangat penting dalam merebut kembali ibu kota.

Sang mata-mata kemudian menempelkan peta lain di punggungnya dan berjalan lebih dari 40 km untuk melacak orang-orang Amerika. Ia membimbing mereka melewati ladang ranjau dalam perjalanan untuk bebas.

Setelah perang, Guerrero dikurung di rumah sakit kusta. Kepada seorang teman Amerika, ia menuliskan tentang kondisi rumah sakit yang mengerikan. Pada tahun 1948, berkat laporannya, pemerintah berupaya memperbaiki kondisi di rumah sakit kusta. Akhirnya, Guerrero dirawat di AS untuk menjalani pengobatan baru. Dia adalah orang asing pertama yang mengidap penyakit Hansen yang diberikan visa ke AS. Karyanya memberikan kontribusi besar dalam menghilangkan stigma terhadap penyakit kusta.