Limpahan Jejak Peradaban Purbakala dari Karst Bukit Bulan Jambi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 14 Maret 2024 | 13:00 WIB
Kawasan karst Bukit Bulan, Sarolangun, Jambi menyimpan jejak kehidupan manusia purbakala. Potensi temuan arkeologinya sangat besar, namun memiliki tantangan karena keberadaannya belum dilindungi sebagai kawasan cagar budaya. (Dhanang Puspita/Balai Arkeologi Sumatra Selatan)

Nationalgeographic.co.id—Kawasan karst Bukit Bulan mengundang Mohammad Ruly Fauzi pada 2015. Saat itu, ia tengah melakukan eksplorasi berdasarkan berbagai peta geologi. “Awalnya, menemukan situs itu gue pengin singkapan karst yang belum pernah diketahui dari peta geologi,” terang Ruly yang kini bekerja sebagai arkeolog prasejarah Pusat Riset Arkeometeri BRIN.

Tak dinyana Ruly. Kunjungannya ke Bukit Bulan ketika di masih menjadi peneliti di Balai Arkeologi Sumatra Selatan, justru menyingkap ragam situs arkeologi yang kaya. Bahkan, kawasan karst di Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Jambi ini memiliki gambar cadas terbanyak di Sumatra.

"Lebih banyak [di] Bukit Bulan, mas," kata Ruly setelah saya tanyakan perbandingannya dengan jumlah lukisan cadas di Sumatra Barat.

Setahun kemudian, Ruly menggagas serangkaian penelitian yang berlangsung hingga 2019. Penelitian ini berkolaborasi dengan para ahli multidisiliplin dan mahasiswa. Bersama tim, Ruly meneliti pada 82 gua dan ceruk di Bukit Bulan, 22 di antaranya merupakan situs gua hunian. Mereka berhasil mengekskavasi lebih dari 46.000 spesimen yang diperkirakan berasal dari 6.600 sampai 1.700 tahun yang lalu.

"Yang kami temukan ialah, untuk pertama kalinya dalam tradisi Austronesia mirip dengan cadas di timur Indonesia. Untuk pertama kalinya kami menjumpai hewan, manusia, antropomorfik, termasuk tanaman," Ruly menerangkan. Sebelumnya, gambar cadas di Sumatra diketahui hanya geometris dengan jejak purbakala. Lukisan cadas di Bukit Bulan berusia sekitar 3.000 tahun.

Bagi masyarakat berbagai desa di sekitar Bukit Bulan, kawasan karst ii punya makna tersendiri. Nama Bukit Bulan sendiri berasal dari morfologi karst ini. Di tebingnya, ada dua singkapan kapur putih yang tak tertutup oleh pepohonan sekitarnya sehingga terlihat seperti dua bulan purnama kala malam.

Bagi masyarakat, dua singkapan bak bulan ini merujuk pada laki-laki dan perempuan. Masyarakat Bukit Bulan yakin, kawasan karst ini berhubungan dengan asal-usul kependudukan kampung mereka.

Proses ekskavasi oleh tim penelitian 2016-2019 di Gua Mesiu, salah satu gua di kawasan karst Bukit Bulan. (Dhanang Puspita/Balai Arkeologi Sumatra Selatan)

Keyakinan ini bagai divalidasi oleh Ruly ketika melakukan penelitian arkeologi di sana. Dia tidak hanya menemukan cadas, tetapi juga berbagai temuan fisik berupa fragmen tulang jari manusia dan ragam perkakas, termasuk tembikar.

Kebanyakan situs prasejarah yang ditemukan berada di bagian barat karst Bukit Bulan, tepatnya di Desa Napal Melintang. Satu di antaranya adalah Gua Mesiu yang menunjukkan jejak hunian dari 6.600 (Pra-Neolitik) hingga 1.700 (Neolitik) tahun yang lalu.

Petunjuk kehidupan purbakala yang paling signifikan adalah temuan gigi dan tulang ruas jari manusia. Di Gua Harimau, jejak purbakalanya menunjukkan kehidupan berlangsung dari 4.000 hingga 5.000 tahun yang lalu oleh masyarakat penutur bahasa Austronesia. (Dhanang Puspita/Balai Arkeologi Sumatra Selatan)

Penghuni Bukit Bulan Purbakala