Saat Pusat Pendidikan Milik Plato Dihancurkan Diktator Romawi Kuno

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 10 Maret 2024 | 07:00 WIB
Plato, filsuf Yunani kuno mendirikan pusat pendidikan Akademi namun dihancurkan oleh diktator Romawi kuno. (Public domain)

Plato melanjutkan metode ini setelah kematian Socrates, ketika ia menghabiskan bertahun-tahun bepergian dan belajar setelah kematian mentornya, sebelum kembali ke Yunani dan mendirikan Akademi. 

Konsep Politik yang Berpengaruh pada Zaman Modern

Plato dianggap sebagai pendiri filsafat politik, dan memfokuskan sebagian besar filsafatnya pada politik.

Dalam buku Plato yang terkenal, The Republic tertulis bahwa masyarakat terdiri dari penguasa, pembantu, dan warga negara. Masing-masing bagian dapat hidup harmonis, melalui akal, ketertiban, dan rasionalitas.

Plato menentang demokrasi dengan mengatakan bahwa demokrasi bersifat anarkis dan tidak memiliki kesatuan. Ia percaya bahwa dalam negara demokrasi, manusia lebih mementingkan kekayaan pribadinya dibandingkan kesejahteraan umum.

Bagi Plato, negara ideal adalah aristokrasi yang dipimpin oleh orang-orang terbaik dan terpandai. Penguasa yang baik hati dan memahami kebaikan dan keadilan adalah sistem politik yang ideal.

Plato percaya bahwa kita memiliki jiwa, tetapi hidup di dunia material. Dalam masyarakat saat ini terdapat banyak agama dan sistem kepercayaan spiritual yang berbeda, meskipun elemen umum di antara banyak agama tersebut adalah konsep jiwa.

Kebanyakan orang menganggap jiwa adalah bagian dari diri manusia yang bersifat non-materi yang sering kali dianggap melampaui ruang dan waktu sehingga bersifat abadi.

Agama-agama besar seperti Kristen, Yudaisme, dan Islam semuanya mempunyai jiwa sebagai komponen integral dan inti dari keyakinan mereka.

Sistem kepercayaan yang lebih baru seperti Wicca dan gerakan New Age berbicara tentang jiwa.

Namun mungkin pengaruh Plato dalam hal ini paling nyata terlihat dalam budaya sekuler arus utama yang diterima oleh sebagian besar orang.

Orang yang tidak mengamalkan suatu agama sering kali terbuka terhadap gagasan tentang jiwa. Tentu saja, ada juga ateis yang berdedikasi, tetapi mereka biasanya adalah para intelektual yang telah meluangkan waktu untuk membentuk posisi dalam perdebatan apakah jiwa itu ada atau tidak.

Bagi yang belum terlalu memikirkannya, gagasan tentang jiwa biasanya dianggap sangat masuk akal, yang merupakan pengaruh langsung Plato sejak 2500 tahun lalu.

Menurut Plato, jiwa mempunyai tiga bagian yaitu Akal, Jiwa, dan Nafsu Makan. Setiap bagian terletak di bagian tubuh kita yang berbeda.

Nafsu Makan adalah keinginan kita akan kesenangan, kenyamanan dan kepuasan fisik. Letaknya di perut kita. Roh terletak di dada kita, dan merupakan bagian jiwa tempat kita menjadi marah atau mudah marah.

Akal budi adalah bagian jiwa yang mencintai kebenaran dan berupaya belajar. Ia berpendapat bahwa Akal yang terletak di kepala merupakan bagian terkecil dari jiwa, tetapi harus menguasai bagian lainnya.

Selama 2500 tahun orang terus mempelajari filsafat Plato. Pengaruhnya terlihat secara halus di seluruh masyarakat di zaman modern.