Nero Kekaisaran Romawi: Manusia Dibakar Untuk Dijadikan Obor

By Tri Wahyu Prasetyo, Senin, 11 Maret 2024 | 14:00 WIB
Nero Kaisar Romawi, menggunakan orang-orang Kristen sebagai obor di taman-tamanya. Aksi ini hanyalah salah satu dari tindakan kejinya. (Public Domain/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Apa yang telah sejarah katakan tentang kaisar Nero? Sepertinya sebagian besar akan mengatakan sebagai pria muda yang bermasalah, daripada kepiawaiannya dalam memerintah.

Salah satu kejahatan yang melekat dengan nama Nero adalah “Kebakaran Besar Roma”. Namun, para sejarawan masih memperdebatkan keterlibatan sang kaisar dengan insiden ini. Kendati demikian, hal ini tidak serta merta membuat nama Nero menjadi wangi.

Hal lain–tentang kejahatan Nero–yang akan selalu tertanam dalam ingatan sejarah adalah ketika dirinya menganiaya orang-orang Kristen dengan sangat brutal, termasuk menggunakan mereka sebagai obor manusia di taman-tamannya.

Naiknya Nero ke Tampuk Kekuasaan

Nero, kaisar dari Kekaisaran Romawi kuno. (The Collector)

Nero merupakan kaisar Romawi kelima dari dinasti Julio-Claudian, putra dari Gnaeus Domitius Ahenobarbus dan Agrippina.

Agrippina melakukan berbagai upaya agar Nero dapat naik ke tampuk kekuasaan. Di sisi lain, awalnya Nero tak menginginkan posisi ini. Dia lebih suka menjadi seorang seniman daripada penguasa.

Namun keinginan Nero tak memadamkan ambisius ibunya. Dia membujuk paman dan suaminya–Kaisar Claudius–untuk mengadopsi Nero sebagai pewarisnya, bukan keponakannya, Britannicus. 

Dia juga mempekerjakan salah satu pemikir terbaik di Kekaisaran Romawi, Seneca, seorang filsuf terkenal, untuk membimbing Nero cara memerintah.

Tak sia-sia, upaya Agrippina membuahkan hasil. Dengan persetujuan senat, remaja berusia 17 tahun itu kini menjadi penguasa Kekaisaran Romawi.

Namun, menurut penulis dan peneliti Hongaria, Vedran Bileta, pada tahap awal pemerintahannya, kaisar muda itu dibayangi oleh ibunya yang ambisius; Agrippina memerintah melalui putranya.

“Meningkatnya campur tangan Agrippina dalam politik kekaisaran dan kehidupan pribadi putranya memperburuk hubungan antara ibu dan anak,” jelas Bileta.