Jejak Kekaisaran Ottoman dan Pengaruhnya Bagi Arab Hingga Eropa

By Hanny Nur Fadhilah, Selasa, 12 Maret 2024 | 12:00 WIB
Kesultanan Utsmaniyah atau Kekaisaran Ottoman pernah memiliki hubungan dengan dunia Arab hingga Eropa. (Public domain)

Tembok kota Wina menandai puncak kekuasaan Kekaisaran Ottoman dan awal kehancurannya secara perlahan dan bertahap. Kekaisaran ini menjadi subjek kekaguman di pengadilan Eropa.

Kehidupan budayanya menarik perhatian para pemikir dan seniman Eropa Barat. Organisasi dan kekuatan militernya menarik perhatian para ahli teori dan politisi.

Ottoman menjadi salah satu subjek utama gerakan estetika dan ilmiah abad ke-18 dan ke-19 yang dikenal sebagai Orientalisme. 

Yang terpenting, Kekaisaran Ottoman sebagian merupakan kerajaan Eropa. Jangkauannya meluas ke wilayah-wilayah seperti Balkan dan Eropa Tenggara yang kini sepenuhnya menjadi wilayah Eropa.

Meskipun kekuatan mereka berkurang pada abad ke-18 dan ke-19, populasi Kristen dan Muslim di Balkan dan Mediterania timur hidup berdampingan dalam masyarakat yang relatif toleran.

Hal ini mulai berubah pada pertengahan abad ke-19 karena sentralisasi kekuasaan dan administrasi kesultanan yang jauh dari bagian-bagiannya yang beragam dan berjauhan.

Pada awal abad ke-20, provinsi-provinsi kekaisaran di Eropa menjadi tempat kekerasan dan konflik etnoreligius.

Titik baliknya adalah Perang Balkan (1912-1913), yang memisahkan beberapa provinsi paling beragam dan terkaya di Eropa Tenggara dari kekaisaran.

Hubungan Kekaisaran Ottoman dengan Dunia Arab 

Kekaisaran Ottoman memperluas jangkauannya ke seluruh wilayah yang sekarang dikenal sebagai dunia Arab, mulai dari Kairo hingga Aljir.

Untuk waktu yang lama, kekuasaan Ottoman di Timur Tengah sangat minim. Fokus utamanya adalah pada perlindungan pos-pos perdagangan utama dan kota-kota suci Islam.

Memiliki hubungan perdagangan dan ekonomi yang saling menguntungkan membuat berbagai wilayah hidup bahagia sebagai satu kesatuan. Arab juga pernah mempertahankan kesetiaan kepada Kekaisaran Ottoman.