Namun, dengan pecahnya Perang Dunia I, hal ini mulai berubah. Bangkitnya nasionalisme Arab dan dinamika propaganda perang mengobarkan gerakan-gerakan di seluruh dunia Arab yang secara aktif berupaya memutuskan hubungan dengan negara Ottoman.
Runtuhnya Kekaisaran Ottoman Hingga Muncul Turki Modern
Kekalahan tentara Yunani di Anatolia pada tahun 1922 oleh kekuatan nasionalisme Turki menandai runtuhnya Kekaisaran Ottoman secara de facto dan munculnya negara penerus baru, Turki modern.
Perang Yunani-Turki menjadi seruan bagi gerakan pan-Islamis anti-kolonial di Timur Tengah dan India. Namun Mustafa Kemal Ataturk, pendiri dan pemimpin pertama Turki, ingin melakukan terobosan radikal dari warisan Ottoman.
Ia memindahkan ibu kota negara baru dari Konstantinopel ke Ankara dan memprakarsai serangkaian reformasi yang cepat, seperti perubahan alfabet dan penghapusan kekhalifahan serta gagasan monarki absolut di dunia Islam.
Meskipun terjadi perpecahan radikal dengan masa lalu kekaisaran, perdebatan antara tradisi dan modernisasi terus membentuk evolusi kehidupan politik Turki.
Dalam beberapa dekade terakhir, Turki telah menyaksikan kembalinya gerakan politik dan budaya yang menentang orientasi negara Barat dan sekuler, serta secara selektif melihat kembali masa lalu Ottoman sebagai panduan untuk masa kini.
Keputusan pemerintahan Erdogan untuk mengubah kuil Bizantium yang terkenal, Hagia Sophia, kembali menjadi masjid pada tahun 2020 meskipun ada kecaman internasional yang luas, memberikan contoh nyata dari pengakuan masa lalu Ottoman di Turki modern.