Kisah Kegagalan Maximinus Thrax sebagai Penguasa di Kekaisaran Romawi

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 16 Maret 2024 | 17:00 WIB
Sejarah Kekaisaran Romawi yang luas dan kuat ditentukan oleh banyak penguasanya. Sepanjang sejarahnya, ada banyak kaisar yang berbakat dan cakap dalam memimpin. Namun, tidak semua kaisar terampil dan beberapa di antaranya digolongkan sebagai kaisar yang gagal. (José Luiz Bernardes Ribeiro /CC BY-SA 4.0)

Tidak seperti kaisar-kaisar sebelumnya yang berasal dari jajaran aristokrasi senator, Maximinus Thrax adalah seorang tentara.

Thrax menerima perannya sebagai kaisar dengan tekad dan keyakinan yang mengejutkan. Sebagai kaisar, ia berusaha mengonsolidasikan otoritasnya dan memperkuat posisi militer di Kekaisaran Romawi. Sang kaisar baru melimpahkan bantuan kepada prajurit serta meningkatkan gaji dan tunjangan mereka. Ia bahkan menambah hak-hak istimewa mereka dengan mengorbankan penduduk sipil.

Sebagai kaisar, Maximinus Thrax berusaha mengonsolidasikan otoritasnya dan memperkuat posisi militer di Kekaisaran Romawi. Sang kaisar baru melimpahkan bantuan kepada prajurit serta meningkatkan gaji dan tunjangan mereka. Ia bahkan menambah hak-hak istimewa mereka dengan mengorbankan penduduk sipil. (Matthias Kabel)

Tindakan tersebut membawa Thrax ke dalam konflik dengan kelas senator. Mereka memandang pemerintahan otokratisnya dan mengabaikan institusi tradisional dengan kecurigaan dan penghinaan. “Terlebih lagi, kenaikan gaji tentara berarti pajak di seluruh kekaisaran harus dinaikkan,” tambah Vučković. Para pemungut pajak menggunakan berbagai cara yang keras untuk mengumpulkan lebih banyak uang. Hal ini semakin menjauhkan kaisar dari rakyatnya.

Pemerintahan Maximinus juga diwarnai dengan konflik militer di berbagai bidang. Misalnya ancaman eksternal dari Persia Sassanid di timur dan suku-suku Jermanik di sepanjang perbatasan Rhine dan Danube.

Thrax segera memulai serangan militer yang ambisius untuk mengamankan perbatasan Kekaisaran Romawi dan memperluas wilayahnya. Awalnya ia berhasil dalam menangkis serangan dan mengamankan kemenangan strategis utama. Namun kemudian ekspansionisme agresif Thrax mulai membebani sumber daya kekaisaran dan merugikan rakyatnya.

Pemerintahan Maximinus Thrax yang memicu pemberontakan dari banyak pihak

Secara internal, pemerintahan otokratis dan kebijakan keras Thrax memicu kebencian dan perbedaan pendapat di kalangan penduduk sipil. Upayanya untuk memusatkan kekuasaan dan melemahkan pengaruh Senat mendapat tentangan keras dari elite senator. Senator merasa hak istimewa dan hak prerogatif tradisional mereka terancam oleh bangkitnya seorang diktator militer.

Sementara itu, beban pendanaan serangan militer Thrax ditanggung secara tidak proporsional oleh kaum tani. Hal tersebut menimbulkan ketidakpuasan dan keresahan yang meluas.

Pada tahun 238 M, ketegangan antara Maximinus Thrax dan lawan-lawannya memuncak dengan pecahnya serangkaian pemberontakan di seluruh kekaisaran. Di Afrika, kaum tani yang tidak puas memproklamasikan Gordian I sebagai kaisar. Pengangkatan itu memicu pemberontakan yang dengan cepat menyebar ke provinsi lain. Gordian mendapat dukungan dari Senat, namun dengan cepat dikalahkan oleh salah satu saingan mereka, Numidian Capelianus.

Di Roma sendiri, Senat panik. Dukungannya pada Gordian menimbulkan kemarahan Maximinus Thrax. Dalam upaya untuk melanjutkan perjuangan, mereka mendukung dua anggota mereka sendiri, Balbinus dan Pupienus. Senat menyatakan mereka sebagai rekan kaisar dan Maximinus sebagai musuh publik. Namun, massa Roma membenci kedua pria terpilih tersebut, dan malah lebih memilih cucu Gordian I, yang juga disebut Gordian (yang ketiga). Karena itu, jalanan dilanda kekacauan dan perkelahian.

Pada akhirnya, senat menyerah dan rekan kaisar yang baru menunjuk Gordian III sebagai kaisar mereka. Sementara itu, Maximinus Thrax bergerak menuju Roma dengan pasukannya. Ia bertekad untuk mengakhiri pemberontakan dan memperkuat klaimnya atas takhta Kekaisaran Romawi.