Nationalgeographic.co.id—Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) masih terus berjalan. Pada awalnya, ada banyak perdebatan, terutama dari pegiat lingkungan mengenai proyek besar yang akan berdiri di atas kawasan hutan di Kalimantan Timur.
Atas pertimbangan yang selama ini ramai diperbincangkan umum, pihak Otorita IKN (OIKN) harus turut terlibat dalam upaya konservasi lingkungan. Pembangunan kota harus bisa menyeimbangkan antara kebutuhan manusia dan alam. Ditambah lagi, ibu kota baru itu rencananya dibangun dengan konsep kota hutan (forest city).
Selain itu, dalam radius 50 kilometer dari IKN merupakan alam bagi 3.889 spesies. Dari jumlah itu, 105 spesies terancam punah dan 34 spesies sangat terancam punah dalam daftar IUCN.
"Otorita Ibu Kota Nusantara berkomitmen untuk mendukung beberapa langkah untuk melestarikan lingkungan," kata Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kehutanan dan Sumber Daya Air Otorita IKN Pungky Widiaryanto, dalam pertemuan media pada Senin, 25 Maret 2023.
Pungky menuturkan, komitmen ini juga didukung karena Indonesia telah meratifikasi Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework. Pihaknya pun telah membahas tentang strategi agar menjadikan IKN sebagai kota bebas emisi pada akhir tahun lalu.
Lanskap IKN sendiri berdiri di atas hutan industri yang dikelilingi hutan produksi, kawasan konservasi, dan hutan lindung. Setidaknya ada tujuh kawasan yang tinggi dengan nilai kekayaan keanekaragaman hayati di sekitar IKN, baik di daratan maupun perairan.
Di antaranya adalah Hutan Raya Bukit Soeharto, Muara Jawa, Hutan Wain, Teluk Balikpapan, Samboja Lestari, Gunung Beratus, dan Gunung Parung. Akan tetapi, infrastruktur seperti jalan dan bangunan sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan kota baru ini. Tentunya pembangunan seperti ini bisa berdampak pada kawasan konservasi dan hutan lindung.
Oleh karena itu, Pungky menuturkan, OIKN mengupayakan agar dampak pembangunan kota merusak keanekaragaman. "Komitmen pemerintah menetapkan beberapa bentang alam ini sebagai yang dinamakan koridor alam keanekaragaman hayati," tuturnya.
Dalam tata ruang IKN, koridor-koridor tersebut awalnya adalah zona budidaya. Kemudian, pemerintah menaikkan status hukumnya menjadi zona lindung.
Pemerintah merencanakan akan ada sekitar 177.000 hektare lahan dialokasikan sebagai kawasan lindung. Hanya 16 persen di antaranya yang baru tertutup hutan. Pungky menjelaskan, ketiadaan tutupan hutan pada kawasan ini disebabkan aktivitas perusakan yang terjadi sebelum kedatangan IKN seperti penebangan liar, tambang liar, dan perluasan kebun sawit.
"Kita make sure, memastikan bahwa lanskap-lanskap dengan nilai keanekaragaman hayati terebut dilindungi, dan beberapa program juga telah kita laksanakan untuk melindungi lanskap tersebut," jelas Pungky.
Laporan sebelumnya di National Geographic Indonesia, pegiat konservasi satwa liar berharap kehadiran IKN di Kalimantan Timur bisa mempermudah tindakan tegas terhadap aktivitas perburuan dan perdagangan satwa.
OIKN menyatakan pertimbangan perlindungan satwa liar diperhitungkan dalam pembangunan ini. Pungky menjelaskan bahwa pihaknya telah mencatat berbagai usaha yang bisa beroperasi di IKN. Salah satu usaha yang dilarang beroperasi adalah perdagangan satwa.
"Akan ada citizen forester," kata Pungky. Rencananya, citizen forester adalah satuan masyarakat yang ingin turut terlibat dalam pemantauan konservasi satwa liar dengan cara kerja serupa jurnalisme warga (citizen journalist). Dengan demikian, masyarakat bisa memantau aktivitas perburuan liar di kawasan lindung sekitar IKN.
Selain itu, pemerintah akan membangun jalur bawah tanah sebagai jalan penyeberangan satwa liar di sekitar IKN. Jalur ini akan dibangun di Jalan Tol Kariangau yang akan menghubungkan Balikpapan dan IKN.
"Jadi untuk beberapa satwa lintasannya ada di atas [jalan tol] dan beberapa satwa lintasannya ada di bawah [jalan tol]," ungkap Pungky. "Ini sudah dilakukan survei, baik survei bentang alam maupun survei satwa yang melintas di area tersebut."
Karena berada di kelilingi hutan dan berkonsep kota hutan, warga IKN akan dihadapkan dengan permasalahan interaksi manusia dan satwa liar. Hal ini sudah diwanti-wanti oleh para pegiat konservasi yang dapat menimbulkan pergesekan antara manusia dan hewan.
Untuk menghadapi respons tersebut, pemerintah berencana menanam berbagai tumbuh-tumbuhan di tepi IKN. Tumbuh-tumbuhan tertentu akan berfungsi sebagai penyangga kota.
"Buffer ini bisa berfungsi, sebagai untuk menghalau supaya hewan-hewan 'memang liar' dan berpotensi konflik dengan manusia tidak lari ke kota," terang Pungky. Pihak IKN akan bekerja sama dengan berbagai lembaga konservasi untuk penanganan satwa liar.
Vegetasi penyangga ini juga berfungsi sebagai penghalau jika ada kebakaran hutan, supaya kebakaran tidak membakar lingkungan dalam IKN.
Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna Safitri mengatakan, bahwa warga IKN akan diajari untuk hidup berdampingan dengan satwa. Hal ini bisa meminimalisasi konflik antara manusia dan satwa.
"Untuk bisa begini, ini adalah cara pandang baru untuk berbagi ruang dengan satwa liar," kata Myrna. "Tentunya akan sulit. Masyarakat akan gagap. Tapi kami akan terus kampanyekan."
Memegang komitmen IKN
Semua rencana dan komitmen ini akan dibawa OIKN dalam peluncuran lunak pada Selasa, 26 Maret 2023. Acara ini akan melibatkan berbagai pihak konservasi dan pegiat lingkungan untuk mengungkapkan apa saja gagasan yang selama ini diterima dan dipertimbangkan dalam pembangunan OIKN.
Berbagai masukan telah ditampung oleh pemerintah dan OIKN dalam pembangunan berkelanjutan. Hal ini pula yang membuat proyek IKN 'sedikit bergeser' lebih ke pedalaman, setelah sebelumnya diwacanakan di Teluk Balikpapan atas pertimbangan konservasi mangrove.
"Jadi kita akan perbaiki. Jadi kalaupun memang ada masukan di tengah [pengerjaan proyek], walaupun sudah lonceng, dan ada masukan, akan tetap kita perbaiki seperti adanya masukan ataupun temuan-temuan baru," tutur Pungky.