Dokter Muslim: Pelopor Pengobatan Gangguan Jiwa di Era Keemasan Islam

By Tri Wahyu Prasetyo, Minggu, 5 Mei 2024 | 10:03 WIB
Para dokter muslim tertarik pada berbagai cabang ilmu kedokteran, termasuk psikologi. (Wellcome Collection)

Di sisi lain, masyarakat Yudeo-Kristen memiliki pemahaman yang kompleks. Gangguan jiwa bisa dilihat sebagai hukuman ilahi, namun juga karunia.

Peradaban Mesopotamia Kuno, Mesir Kuno, Persia, India, dan Tiongkok pun telah mengenal berbagai macam gangguan jiwa.

Kemudian, Islam muncul dan membawa revolusi di berbagai bidang ilmu, termasuk psikologi. Hal ini sangat memengaruhi perkembangan psikologi modern Barat.

Para dokter muslim menunjukkan ketertarikan pada semua cabang ilmu kedokteran, termasuk psikologi. Awalnya, psikologi masih tergabung dalam kedokteran umum.

Namun, seiring waktu, psikologi diklasifikasikan sebagai cabang ilmu kedokteran yang terpisah, dengan nama "'ilaadj an-nafs" (pengobatan jiwa) atau "tib al-qalb" (penyembuhan hati atau pengobatan mental).

Menurut Afifa Thabet, sejarawan Islam dan masyarakat Arab, para dokter muslim menulis tentang banyak penyakit mental, seperti kecemasan, depresi, melankolia, epilepsi, skizofrenia, paranoid, pelupa, gangguan seksual, delusi persekusi, dan gangguan obsesif-kompulsif.

"Mereka adalah orang pertama yang menambahkan 'gangguan psikosomatis' ke dalam kosakata sejarah psikologi," kata Afifa.

"Mereka juga percaya bahwa penyakit mental disebabkan oleh ketidakseimbangan kimiawi yang mempengaruhi otak," lanjut Afifa.

Kala ODGJ Justru Diperlakukan Baik

Di masa Islam pertengahan, orang dengan penyakit mental disebut "madjnun". Namun, mereka tidak dikucilkan. Justru, dalam keyakinan Islam, mereka harus diperlakukan dengan baik.

Banyak rumah sakit didirikan pada masa awal Islam, terinspirasi dari "rumah sakit" pertama di Masjid Nabawi Madinah pada masa Nabi Muhammad.

Baca Juga: Ibnu Hawkal dan Kisah Penjelajahan Sang Ahli Geografi Muslim