Meski Terasing, Era Edo Bawa Banyak Kebaikan bagi Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 13 April 2024 | 11:00 WIB
Tahun 1603 menandai dimulainya Era Tokugawa di Kekaisaran Jepang. Era ini juga dikenal sebagai Periode Edo. (Utagawa Hiroshige)

Nationalgeographic.co.id—Tahun 1603 menandai dimulainya Era Tokugawa di Kekaisaran Jepang. Era ini juga dikenal sebagai Periode Edo. Periode Edo dimulai ketika Kekaisaran Jepang mengasingkan diri selama lebih dari dua abad dan menjadi sebuah misteri.

Namun selama periode perubahan besar ini, budaya Kekaisaran Jepang berkembang pesat. Perkembangan besar terjadi di bidang seni, bisnis, dan budaya yang lebih luas.

Akhir dari kekacauan di Kekaisaran Jepang

Pada tahun 1600, dua rival terbesar di Kekaisaran Jepang, Tokugawa Ieyasu dan Toyotomi Hideyoshi, bentrok di Sekigahara. Tokugawa menang, menyingkirkan lawan-lawannya, menjadi Shogun, dan mengambil alih bakufu (pemerintahan militer). Kekaisaran Jepang saat itu akhirnya memiliki satu pemerintahan.

Potret Tokugawa Ieyasu (1543-1616) zaman Edo. Ieyasu berhasil merebut kekuasan Kekaisaran Jepang setelah melalui era perang saudara. (Kanō Tan'yū)

Kemenangan Tokugawa mengakhiri Era Sengoku atau periode “Negara-Negara Berperang”, yang dimulai pada tahun 1460-an. Ketika perang berakhir, klan Tokugawa menetap di Edo, yang kemudian menjadi Tokyo. Tokugawa menjadikan Edo sebagai ibu kota mereka pada tahun 1603.

Genggaman kekuasaan Tokugawa Bakufu tetap mutlak hingga tahun 1860-an dengan gaya pemerintahan mereka. Tokugawa telah mengokohkan reputasinya sebagai salah satu dari tiga “Pemersatu Hebat” di Kekaisaran Jepang. Sebagian besar Jepang modern terbentuk di bawah pemerintahan Tokugawa dari bisnis, budaya, dan seni.

Perubahan yang terjadi di Kekaisaran Jepang

Perubahan pertama yang dilakukan Tokugawa Bakufu adalah kontrol ketat terhadap perdagangan luar negeri. Mereka juga mengatur struktur kelas yang kaku, agama, dan bahkan kelas bangsawan atau daimyo.

Dekrit penting pertama dikeluarkan pada tahun 1612 yang melarang agama Katolik, yang dikhawatirkan dapat menumbangkan kendali atas penduduk. Pilihan yang dihadapi umat Katolik di Kekaisaran Jepang hanya ada dua: pindah agama atau mati syahid. Pemberontakan Shimabara tahun 1637 yang gagal secara efektif mengakhiri agama Katolik di Kekaisaran Jepang hingga tahun 1873.

Selanjutnya, Bakufu kemudian memberlakukan sakoku atau “negara terkunci” pada tahun 1630-an. “Perjalanan ke luar negeri dilarang dan perdagangan dibatasi di pelabuhan seperti Nagasaki,” tulis Matt Whittaker di laman The Collector. Hampir semua orang asing diusir kecuali orang Belanda dan Tiongkok. Sedangkan yang lainnya dianggap pelanggar dan mereka yang tertangkap biasanya dieksekusi.

Bakufu memang takut pada daimyo karena orang-orang ini mempunyai banyak kekuasaan dan uang. Untuk menghilangkan hal ini, kebijakan Sankin Kotai atau kehadiran bergantian menjadi sebuah norma. Daimyo terpaksa membangun tempat tinggal mewah di Edo. Di sana mereka tinggal selama satu tahun jauh dari wilayah kekuasaan mereka. Keluarga mereka tetap menjadi sandera di Edo ketika daimyo kembali ke wilayahnya.