Kekayaan Kwik Djoen Eng dan Hotel Estetis di Sudut Kota Yogyakarta

By Galih Pranata, Selasa, 14 Mei 2024 | 12:00 WIB
Kwik Djoen Eng atau Kwok Chun Yeung, merupakan pebisnis sukses dengan kekayaan yang luar biasa. Ia mendirikan rumah mewah bergaya Art Deco yang berpadu dengan nuansa arsitektur Jawa yang hari ini dikenal dengan The Phoenix Hotel Yogyakarta. (Historic Hotels Worldwide)

Nationalgeographic.co.id—Yogyakarta selalu memiliki kesan tersendiri bagi orang-orang yang mengunjunginya. Di sana-sini terpampang bangunan-bangunan tua estetis yang menyimpan kisah bersejarah di sebaliknya.

Salah satu bangunan itu adalah The Phoenix Hotel Yogyakarta - MGallery. Hotel ini terletak di Jl. Jendral Sudirman No.9, Cokrodiningratan, Kec. Jetis, Kota Yogyakarta. Di balik kemegahan dan kekunaan arsitekturnya, tersimpan kisah prestis sang empunya.

Ia adalah Kwik Djoen Eng, pedagang gula kaya raya yang menggurat kisah kesukesannya di balik hotel tua nan estetis itu. Dalam literatur asing, Kwik Djoen Eng rupanya juga dikenal sebagai Kwok Chun Yeung atau Chun Yang, kependekan dari Guo Chun Yang. 

Kisahnya bermula pada tahun 1890-an, ketika pengusaha keturunan Tionghoa ini tiba pertama kali di kota Yogyakarta. Tujuan awalnya untuk memfokuskan dirinya dalam perdagangan rempah-rempah.

Pada saat itu, perdagangan rampah yang menjanjikan telah menggiring langkah Kwik Djoen Eng dari Taiwan menuju Jawa. Namun seiring berjalannya waktu, Djoen Eng lebih dikenal sebagai "Raja Gula."

"Secara khusus, (ia) memulai ekspor gula dari Yogyakarta ke luar negeri," tulis reponden Historic Hotels Worldwide dalam artikelnya berjudul The Phoenix Hotel Yogyakarta - MGallery by Sofitel terbitan tahun 2024.

Dalam perjalanan bisnisnya, Kwik Djoen Eng berhasil mendirikan perusahaan yang cukup sukses bersama saudaranya, Kwik Siang Kaw, dengan perusahaannya bernama NV Kwik Hoo Tong Handel Maatschappij. 

Pada tahun 1914, setelah mendirikan firma dagang terkenal Kwik Hoo Tong (KHT) di Solo, ia kembali mengembangkan firmanya di Semarang. Di mana, ia mengimpor 17.000 boks teh pouchong dari Taiwan.

"Teh pouchong yang diimpor oleh KHT kemudian dijual ke pedagang retail," tulis Nugi Vibisono dalam skripsinya berjudul Hubungan Kwik Hoo Tong Handelmatschappij di Semarang dengan De Javache Bank Agentschap Semarang tahun 1909-1934, terbitan 2021.

Dapat dikatakan bahwa perusahaan KHT telah meraup banyak keuntungan dengan membangun jejaring bisnis teh yang luas di wilayah Jawa Tengah. Terlebih, kekuatan terbesarnya terletak di kawasan Vorstenlanden.

Usaha bisnisnya sukses sehingga Kwik Djoen Eng mulai membuka brand tambahan di seluruh Pulau Jawa, bahkan dia juga mulai menjadi pengusaha gula yang berhasil.

Baca Juga: Manisnya Tebu, Bermulanya Sejarah Kolonialisme Belanda di Jawa