Fakta Menarik saat Dinasti Ming Berkuasa di Kekaisaran Tiongkok

By Sysilia Tanhati, Jumat, 26 April 2024 | 07:00 WIB
Kekaisaran Tiongkok memiliki sejarah menarik selama ribuan tahun berkuasa. Salah satunya adalah selama pemerintahan Dinasti Ming. (JLB1988)

Nationalgeographic.co.id - Kekaisaran Tiongkok memiliki sejarah menarik selama ribuan tahun berkuasa. Salah satunya adalah selama pemerintahan Dinasti Ming. Dalam sejarah Tiongkok, pemerintahan Dinasti Ming membawa banyak perubahan dan perkembangan bagi kekaisaran.

Ada beragam fakta dan sejarah menarik selama Dinasti Ming berkuasa. Mulai dari kisah tentang pendirinya hingga Dinasti Ming yang digulingkan dalam pemberontakan yang dipimpin oleh seorang mantan pekerja pos.

Pendiri Dinasti Ming Kekaisaran Tiongkok tumbuh dalam kemiskinan

Pendiri Dinasti Ming lahir sebagai Zhu Yuanzhang pada tahun 1328 dan menjadi yatim piatu pada usia 16 tahun. Ia bertahan hidup dengan mengemis sebelum menjadi samanera di sebuah biara Buddha. Biaranya dibakar beberapa tahun kemudian selama konflik antara tentara Dinasti Yuan dan pemberontak “Turban Merah”. Zhu kemudian bergabung dengan pemberontak.

“Ia dengan cepat naik pangkat dan bahkan menikahi putri salah satu anggota Turban Merah,” tulis Nate Barksdale di laman History.

Pada saat anak buahnya menggulingkan ibu kota Dinasti Yuan, Nanjing, Zhu telah menjauhkan diri dari ajaran pemberontak yang lebih esoteris. Ia memberi nama bagi dinasti barunya “Ming” yang berarti cerah.

Dinasti Ming terus melanjutkan pembangunan Tembok Besar selama 80 tahun

Bagian tertua Tembok Besar Tiongkok sepanjang 7.200 km berasal dari abad ke-7 SM. Saat itu, penguasa Kekaisaran Tiongkok pertama kali membangun benteng perbatasan untuk mencegah tentara utara.

Menanggapi ancaman baru dari utara pada akhir tahun 1500-an, kaisar Ming memulai renovasi tembok selama 80 tahun. Mereka membangunnya kembali dari granit lokal, batu kapur, dan batu bata dari tanah liat yang diperkuat dengan ketan.

Tembok yang lebih tinggi, lebih tebal, dan lebih panjang menampilkan menara pengawas, barak, dan gudang yang terintegrasi. Bagian Tembok Besar yang dibangun Dinasti Ming membentang dari Laut Bohai di timur hingga Jalur Jiayu (oasis Jalur Sutra yang penting) di barat.

Dinasti Ming menentang konvensi dengan beralih dari mata uang kertas ke koin

Biasanya, perekonomian moneter dimulai dengan koin yang terbuat dari logam mulia dan akhirnya berkembang menjadi uang kertas.

Di Kekaisaran Tiongkok, uang kertas diperkenalkan pada masa Dinasti Tang (abad ke-7) dan Song (abad ke-11). Namun, pada pertengahan era Ming, ketidakstabilan mata uang kertas menyebabkan mata uang tersebut digantikan oleh koin. Koin dicetak dari perak yang diimpor dari Spanyol dan Jepang.

Pada tahun 1639, perselisihan perdagangan di Hiroshima dan konflik diplomatik dengan Spanyol memutus pasokan perak Tiongkok. Penurunan impor memicu penimbunan, yang memperburuk krisis dan membuat para penguasa dinasti terguncang.

Laksamana dan navigator terhebat Dinasti Ming berlayar hingga ke Afrika

50 tahun sebelum penjelajah Portugis Vasco da Gama berlayar mengelilingi Tanjung Harapan dan pantai timur Afrika, Kekaisaran Tiongkok sudah melakukannya lebih dulu.

Zheng He merupakan penasihat tepercaya Kaisar Yongle di era Dinasti Ming. Setelah pelindungnya naik takhta, dia ditugaskan di korps kasim Kota Terlarang sebelum dipromosikan menjadi laksamana.

Antara tahun 1405 dan 1433, tujuh ekspedisi maritim Zheng He, yang mencakup 62 kapal dan 27.800 orang, menempuh rute perdagangan. Rute itu melalui Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika Timur. Sekitar 36 kerajaan setuju untuk membentuk hubungan upeti dengan Kekaisaran Tiongkok.

Namun setelah kematian Kaisar Yongle, rezim baru mengakhiri ekspedisi mahal tersebut.

Porselen bercat biru-putih Dinasti Ming menjadi salah satu tren global pertama

Di Jingdezhen, pembuat tembikar menggunakan tanah liat lokal dan kobalt Persia untuk membuat porseling Ming. Porselen ini dengan cepat menjadi populer, bahkan hingga ke luar Kekaisaran Tiongkok.

Pola tradisional seperti motif awan naga pada tembikar, sebagian dirancang untuk diekspor ke dunia Arab dan Eropa. Ketika Vasco da Gama berlayar ke Kekaisaran Tiongkok pada tahun 1497, Raja Manuel I dari Portugal memerintahkannya untuk membawa kembali dua komoditas berharga. Keduanya adalah rempah-rempah dan porselen. 2 tahun kemudian, da Gama kembali, setelah kehilangan separuh anak buahnya. Ia membawa selusin barang pecah belah.

Jingdezhen, khususnya, bertahan lebih lama dari Dinasti Ming sebagai produsen keramik dunia. Pada abad ke-18, kota ini memiliki 100.000 pekerja. Kesempurnaan teknik pembuatan porselen di Jingdezhen menjadi begitu terspesialisasi. Satu porselen harus melalui tangan 70 pekerja sebelum dianggap selesai (Public Domain)

Selama kekacauan setelah keruntuhan Dinasti Ming, ekspor ke Eropa terhenti. Hal ini pun memacu produksi Delftware, porselen biru-putih bergaya Tiongkok yang dibuat di Belanda.

Kompleks ibu kota Dinasti Ming di Beijing sebenarnya disebut Kota Terlarang Ungu

Pada awal abad ke-15 Kaisar Yongle mengawasi pemindahan ibu kota kekaisaran dari Nanjing ke kota baru di Beijing. Ibu kota Dinasti Ming yang baru dikelilingi oleh tembok sepanjang 24 km dan tinggi 12 meter.

Selain pusat administrasi dengan kantor pejabat pemerintah, di tengah kompleks terdapat istana kekaisaran. Hampir 10.000 kamar di istana hanya dapat dimasuki dengan izin kaisar.

Dikenal dalam bahasa Inggris modern sebagai Kota Terlarang, istilah Tiongkok untuk kota tersebut, “Zijin Cheng,” berarti “Kota Terlarang Ungu”. Nama tersebut merujuk pada warna-warni bukan pada tembok kota, tetapi pada langit malam. “Khususnya konstelasi keunguan dengan bintang utara di pusatnya,” tambah Barksdale. Kaisar ingin meniru konstelasi itu, dengan ibu kota barunya sebagai versi duniawi dari bintang navigasi ini.

Kaisar Ming terakhir digulingkan dalam pemberontakan yang dipimpin oleh seorang mantan pekerja pos

Pada awal abad ke-17, ancaman terbesar terhadap supremasi Ming terletak di timur laut Tembok Besar di Manchuria. Pengeluaran militer untuk menghadapi ancaman Manchu memaksa pemerintahan Ming menaikkan pajak sambil mengabaikan wilayah lain di Tiongkok.

Banyak pekerja yang tidak puas dan kehilangan pekerjaan karena krisis ekonomi. Salah satunya adalah Li Zicheng, seorang kurir pos di Xian. Setelah bertugas sebentar di tentara Kekaisaran Tiongkok, Li bergabung dengan kelompok bandit. Ia menjadi pemimpin pemberontakan petani yang semakin berkembang.

Pada tahun 1644, pasukan Li berhasil merebut Beijing yang nyaris tidak dapat dipertahankan. Ditinggalkan oleh penasihat terdekatnya, kaisar Dinasti Ming terakhir, Chongzhen, gantung diri di pohon di taman kekaisaran. Ironisnya, kemenangan Li mendorong jenderal Ming Wu Sangui untuk pergi ke Manchu. Dengan gabungan kekuatan, Wu Sangui kemudian mengalahkan para pemberontak. Setelah itu, Dinasti Qing pun berkuasa sekaligus menjadi dinasti terakhir di Kekaisaran Tiongkok.