Pada 1831, Muhammad Ali Pasha menduduki Palestina yang saat itu sudah berpusat administrasi di Acre. Dia bersama putranya, Ibrahim Pasha, memodernisasi pemerintahannya dengan membuka negara bagian itu dengan pengaruh Barat. Proses modernisasi ini juga didorong oleh reformasi yang dilakukan oleh Sultan Ottoman Mahmud II (berkuasa 1808-1839).
Keterbukaan ini membuat Palestina semakin menjadi tempat modern yang majemuk. Berbagai misionaris Kristen dapat beraktivitas dengan lebih mudah, termasuk mendirikan sekolah.
Namun, penguasaan Muhammad Ali sebagai Pasha provinsi otonom Kekaisaran Ottoman ini sangat besar, seperti mendirikan negara sendiri. Pengaruhnya yang semakin meningkat ini mendorong Mesir memberontak untuk menyingkirkan kuasa Kekaisaran Ottoman.
Pemerintah Kekaisaran Ottoman, di bawah Sultan Abdul Majid, bersama Inggris, Austria, dan Rusia memaksa mundur Mesir pada 1840. Perlawanan ini membuat Pasha Mesir kembali pada otoritasnya di Mesir dan Sudan, sementara Palestina dikelola langsung dari Konstantinopel.
Reformasi Ottoman
Hasil dari Mesir-Ottoman membuat negara-negara Eropa menaruh minat di Palestina. Banyak negara yang membuka konsulatnya di Yerusalem dan kota-kota pelabuhan Palestina.
Pada tahun yang sama dengan pengembalian Palestina ke pangkuan Kekaisaran Ottoman, Sultan Abdul Majid menerapkan reformasi yang bertahap berlaku di Palestina. Dia meningkatkan keamanan di desa.
Reformasi ini mewujudkan Undang-Undang Pertanahan pada 1858. Undang-undang ini mendorong kepemilikan pribadi, produksi pertanian, pengurangan peranan organisasi berdasarkan kesukuan, dan meningkatkan pertumbuhan populasi.
Kelak, inilah yang menyebabkan pendirian zionisme untuk menguasai Palestina. Kepemilikan lahan pribadi ini nantinya dimanfaatkan organisasi zionisme sebagai wacana pendirian negara Yahudi pada 1896. Pemukiman Yahudi sangat berkembang pada 1882 oleh kalangan Yahudi Rusia.
Kekaisaran Ottoman baru matang dalam pembagian administrasinya pada 1888. Kawasan Palestina dibagi menjadi tiga distrik, yakni Distrik Nablus, Acre, dan Yerusalem. Nablus dan Acre, secara administrasi berada di bawah Ilayet (provinsi) Beirut, sedangkan Yerusalem berjalan secara otonom di bawah mandat dari Konstantinopel.
Kebangkitan bangsa Arab dan Zionisme