Marga Han, Kisah Kesohoran Tionghoa Peranakan yang Berawal dari Lasem

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 3 Mei 2024 | 08:00 WIB
Nuansan salah satu gerbang kuno Desa Babagan yang dipasangi lampion untuk mengembalikan suasana Lasem masa lampau sekaligus memberikan penerangan jalan desa untuk keamanan pengguna jalan. Keluarga Han di tanah Jawa berasal dari Lasem. Ada berbagai kutukan dan anugerah bagi salah satu marga Tionghoa berpengaruh di Jawa ini. (MTR Eriz)

Nationalgeographic.co.id - Marga Han adalah satu dari empat marga Tionghoa peranakan di Jawa dalam sejarah yang sangat kaya. Marga ini pun terlibat dalam peristiwa Geger Pacinan (1740-1743), kala masyarakat Tionghoa dan Jawa memberontak pada VOC.

"Kebanyakan dari keluarga Han, menjadi para opsir-opsir peranakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dari mulai opsir bergelar letnan, mayor, hingga bahkan kapitan," kata Yeremia Satria Yasobam Elprinda.

Sebagai mahasiswa Magister Sejarah, Universitas Diponegoro, Yeremia menelisik tentang peranan peranakan Tionghoa di Jawa Timur. Dia menjelaskan bahwa keluarga Han merupakan yang cukup berperan dalam laju sejarah, sejak Peristiwa Geger Pecinan hingga akhir pemerintahan Hindia Belanda.

Yeremia menjelaskan bahwa leluhur marga Han di kalangan peranakan Tionghoa di Jawa berasal dari masa menjelang Geger Pacinan. Leluhur mereka adalah Han Siong Kong (Han Chun Du). Han Siong Kong sendiri merupakan generasi ke-21 dari marga Han dari Tianbao, Fujian, Tiongkok semasa Dinasti Ming.

Tanpa alasan yang jelas, Han Siong Kong berlayar dari Tiongkok ke Jawa dengan mendarat di Lasem. Dengan demikian, Lasem menjadi jejak pertama marga Han yang kini tersisa kejayaannya pada rumah abunya.

Berbeda dengan keturunannya, Han Siong Kong sendiri "datang dalam keadaan miskin," terang Yeremia. Tidak diketahui kapan ia mendarat di Lasem, namun Han Siong Kong memperistri putri Tumenggung dari Kadipaten Rajegwesi (Bojonegoro). Dia menetap di Lasem sampai akhirnya wafat di Rajegwesi pada 1743.

Kelak, keturunan Han Siong Kong akan menyebar pengaruhnya di Jawa. Yeremia menjelaskan bahwa keluarga Han sendiri membagi dua jenis keluarganya menjadi Han Putih dan Han Hitam. Han Putih adalah anggota keluarga Han yang bergiat di dalam pengelolaan pabrik gula dan produksinya. Han Hitam lebih terlibat dalam birokrasi pemerintahan dan dunia pendidikan.

Mitos Keluarga Han

Dalam sebuah artikel bertajuk "The Han Family of East Java Entrepreneurship and Politics (18th-19th Century) di jurnal Archipel tahun 1991 oleh Claudine Salmon, ada banyak mitos legenda yang mengiringi keluarga Han. Mitos ini bahkan merujuk masa setelah kematian Han Siong Kong.

Terdapat tradisi lisan yang dipercaya oleh keluarga Han. Disebutkan bahwa pada saat Han Siong Kong dimakamkan, terjadi hujan dan petir hebat yang membuat petinya dibiarkan teronggok. Anehnya, peti mati tersebut terkubur secara misterius.

Konon, arwah Han Siong Kong mengutuk keturunannya karena tidak berbakti. Sejak saat itu, sebagian dari keluarga Han meninggalkan Lasem.

Baca Juga: Menjadikan Arsip Museum Nyah Lasem Sebagai Memori Kolektif Bangsa