Kolaborasi Mamah Oday sang Penyintas Kanker dan KEHATI Sebarkan Ilmu Tanaman Obat

By Utomo Priyambodo, Rabu, 1 Mei 2024 | 15:00 WIB
Mamah Oday adalah seorang penyintas kanker yang mampu sembuh berkat tanaman obat dan oleh sebab itulah dia kini gigih melestarikan tanaman obat. (Utomo Priyambodo/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Baru-baru ini (30/4/2024) Yayasan KEHATI meresmikan Tugu Kalpataru di Taman Herbal Kebun Tanaman Obat (KTO) Sari Alam. KTO Sari Alam yang punya setidaknya 900 spesies tanaman obat Nusantara ini berlokasi di Desa Cukanggenteng, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Tugu Kalpataru yang dibangun di area KTO Sari Alam ini merupakan bentuk simbolis penghargaan Kalpataru 2018 yang diterima oleh Oday Kodariyah, atau akrab dipanggil Mamah Oday. Mamah Oday, sang pendiri KTO Sari Alam, menerima penghargaan Kalpataru untuk kategori Perintis Lingkungan Pelestari Sumber Daya Genetik Tanaman Obat.

Kontribusi Mamah Oday dalam melestarikan dan memperkenalkan tanaman obat Nusantara sangat besar. Sejak tahun 1999, setelah sembuh dari kanker serviks berkat memanfaatkan tanaman-tanaman obat Nusantara, Mamah Oday tak kenal lelah memberikan edukasi dan pelatihan tentang pemanfaatan obat tradisional kepada khalayak luas. Semangat ini sejalan dengan pengembangan program bioprospeksi yang dijalankan oleh Yayasan KEHATI.

“Merupakan suatu kehormatan Yayasan KEHATI dapat diberikan kepercayaan untuk meresmikan Tugu kalpataru Oday Kodariyah ini. Tugu ini merupakan simbol perempuan pejuang lingkungan dan tanaman obat di Indonesia. Hal ini tentunya dapat menjadi salah satu momentum dalam memperkenalkan tanaman obat nusantara dan khasiatnya untuk menjadi primadona dan mendukung pembangunan berkelanjutan karena dapat melindungi keanekaragaman hayati Indonesia, serta melindungi kearifan lokal,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, Riki Frindos.

Peresmian Tugu Kalpataru ini merupakan bentuk dukungan Yayasan KEHATI kepada Mamah Oday, perempuan pemulia alam. Bentuk dukungan lainnya dari KEHATI adalah pendanaan penerbitan buku biografi Mamah Oday yang juga memuat ilmu mengenai tanaman obat Nusantara, pengkayaan jenis tanaman obat di KTO Sari Alam, dan penyelenggaraan pelatihan tanaman obat dari Mamah Obat kepada masyarakat luas.

Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, Riki Frindos, menandatangi peresmian Tugu Kalpataru di KTO Sari Alam. (Utomo Priyambodo/National Geographic Indonesia)

"Jadi Bu Oday itu memberikan pelatihan ke masyarakat di sekitar KTO Sari Alam," ujar Direktur Program Yayasan KEHATI, Rony Megawanto. Materi pelatihan yang diberikan Mamah Oday, kata Rony, mencakup "pengenalan tanaman obat, bagaimana mengolah tanaman-tanaman obat yang ada di halaman rumah. Idenya bagaimana ilmunya Bu Oday itu bisa tersebar."

"Jadi semakin banyak orang yang tahu, itu semakin bagus," tegas Rony.

Mamah Oday, kini berusia 70 tahun, adalah penyintas kanker serviks yang pada tahun 1991-1993 telah berikhtiar menjalani pengobatan konvensional. Namun tubuhnya tak sanggup menerima obat-obatan kimia sehingga tubuhnya sering bengkak dan sakit. Dia kemudian divonis bahwa sisa hidupnya tak akan lama lagi.

Lalu dia bersama suaminya, mendiang Djadjat Sudradjat, memutuskan mencari tahu obat-obatan alternatif dari tanaman Nusantara dari kearifan lokal masyarakat Nusantara yang masih diingat oleh para sesepuh atau orang tua. Setelah enam tahun berjuang mengobati penyakitnya dengan mengonsumsi tanaman-tanaman obat Nusantara, Mamah Oday akhirnya berhasil sembuh pada 1999 dan secara tidak sengaja hingga kini jadi tekun menggeluti bidang tanaman obat Nusantara untuk terus menyebarkan kebaikan dari kearifan lokal ini kepada sebanyak mungkin orang lainnya.

Baca Juga: Mamah Oday sang Pelestari Tanaman Obat: Saya Berutang kepada Semesta

Ke depannya, Yayasan KEHATI berencana mendukung kegiatan yang dikelola Mamah Oday, antara lain inventarisasi pengetahuan tradisional, eksplorasi sumber daya genetik, serta koleksi spesimen. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi model bagi perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya genetik lokal dan pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan berkelanjutan tanaman obat.

Berbagai jenis produk tanaman obat yang ada di tempat pelatihan KTO Sari Alam. (Utomo Priyambodo/National Geographic Indonesia)

Sampai saat ini sudah terdapat lebih dari 900 jenis tanaman obat, 418 spesimen koleksi tanaman obat dari 102 famili (suku) dan 341 spesies yang sudah dikoleksi di Kebun Tanaman Obat (KTO) Sari Alam dengan luasan sekitar 5 hektare. Selain gencar mempromosikan khasiat dari tanaman obat nusantara, Mamah Oday juga aktif mempelajari beragam seluk beluk tanaman obat, baik secara tradisional maupun ilmiah. Delvi Tri Apriantini, putri ketiga Mamah Oday, adalah seorang sarjana farmasi dan apoteker lulusan Universitas Padjajaran yang kini membantu ibunya mengelola dan mengembangkan KTO Sari Alam.

Mamah Oday menuturkan untuk menambah keahliannya, dia pernah menempuh beragam pendidikan pelatihan, mulai dari pelatihan mengenai tanaman obat profesional, tanaman obat kelas pengobatan, diagnosis penyakit dengan cara kedokteran kelas pengobatan herbal, dan meramu jamu sesuai diagnosis kedokteran.

Semangat ini yang membuat KTO Sari Alam menjadi pusat konsultasi dan pengobatan berbasis tanaman obat di Indonesia. Tidak hanya pasien dari dalam negeri, pasien dari luar negeri pun turut berdatangan. Mamah Oday memanfaatkan kebun tanaman obatnya sebagai kebun koleksi, produksi dan klinik tanaman obat. Artinya kebun tersebut memiliki 3 fungsi, yaitu pelestarian, pengambangan dan pemanfaatan.

Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, Riki Frindos, memberikan sambutan di acara peresmian Tugu Kalpataru untuk Mamah Oday di KTO Sari Alam. (Utomo Priyambodo/National Geographic Indonesia)

Di sela-sela acara peresmian, Riki mengatakan bahwa Indonesia harus dapat memanfaatkan potensi bioprospeksi Indonesia yang sangat tinggi. Dalam perkembangannya, nilai ekonomi bioprospeksi diperkirakan mencapai USD 500 miliar (Rp 8.137 trilun) per tahun yang mencakup sektor farmasi, produk pertanian, tanaman hias, kosmetik, dan berbagai produk bioteknologi lainnya.

“Keberhasilan bioprospeksi bergantung pada informasi awal yang didapat dari masyarakat lokal (local knowledge) yang secara turun temurun memanfaatkan sumber daya keanekaragaman hayati untuk berbagai kebutuhan. Tak kalah penting, masyarakat harus mendapat manfaat dan memberi persetujuan terhadap pengembangan produksi bioprospeksi ini, sehingga tidak terjadi pembajakan kanekaragaman hayati (biopiracy),” jelas Riki.

Kegiatan penanaman bibit pohon alpukat di Taman Herbal Kebun Tanaman Obat (KTO) Sari Alam. (Utomo Priyambodo/National Geographic Indonesia)

Tanpa adanya dukungan dari banyak pihak dan payung hukum yang kuat dalam pengelolaan sumber daya genetik, maka masyarakat lokal sulit memperoleh manfaat dari bioprospeksi ini, terutama dari sisi komersial. Alhasil, Indonesia akan berpotensi kehilangan sumber daya genetik yang secara alami menjaga proses-proses ekosistem fundamental.

Pada acara peresmian ini, semua tamu undangan diajak untuk melihat herbarium tanaman obat, serta fasilitas informasi dan pengobatan di KTO Sari Alam. Di akhir perjalanan keliling kebun tanaman obatnya, Mamah Oday mengatakan bahwa penghargaan ini hanyalah bonus dari kerja keras yang dilakukan, dan tugu yang didirikan adalah pengingat bahwa perjuangan harus terus dilakukan agar dapat bermanfaat bagi generasi muda.