Bagi mempelai wanita yang keluar dari agama Hindu untuk menikah dengan pasangan Muslim, mepamit menjadi wajib sebelum prosesi pernikahan Islam dilangsungkan.
Hal ini menunjukkan penghormatan terhadap leluhur dan tradisi leluhur.
Upacara mepamit, seperti dilansir dari penilitian berjudul "Upacara Pawiwahan dalam Agama Hindu" karya Luh Sukma Ningsih dan O Wayan Suwendra yang diterbitkan dalam Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu pada 2020, biasanya diadakan di kediaman pengantin wanita.
Pihak keluarga pengantin pria datang membawa berbagai seserahan, seperti makanan khas Bali, buah-buahan, dan perlengkapan upacara.
Prosesi mepamit diawali dengan sambutan dari perwakilan keluarga, tokoh adat, dan tokoh agama.
Kemudian, dilanjutkan dengan persiapan berbagai peralatan upacara, seperti dupa, bunga, dan perlengkapan sembahyang.
Puncak acara mepamit adalah prosesi pamitan itu sendiri, di mana pengantin wanita secara simbolis memohon restu dan pamit kepada leluhur dan keluarganya.
Upacara diakhiri dengan memanjatkan doa di pura sesuai keyakinan.
Bagi pasangan Hindu yang bercerai, tradisi mepamit juga dilakukan setelah putusan cerai resmi keluar. Upacara ini dikenal dengan matur piuning atau mepamit cerai.
Melalui mepamit cerai, pasangan yang bercerai secara resmi berpamitan kepada leluhur dan keluarga, menandakan berakhirnya pernikahan mereka secara adat Bali.
Tradisi mepamit, baik dalam pernikahan maupun perceraian, merupakan wujud penghormatan terhadap leluhur dan tradisi, serta menjadi pengingat akan tanggung jawab dan komitmen dalam kehidupan berkeluarga.