Warisan Kekaisaran Romawi bagi Praktik Kesehatan di Era Modern

By Sysilia Tanhati, Minggu, 19 Mei 2024 | 08:30 WIB
Ketika kebersihan saja tidak cukup untuk melawan penyakit dan patah tulang, masyarakat di Kekaisaran Romawi bergantung pada dokter. (C Gilbert)

Para ahli bedah Romawi melakukan penjahitan luka secara ekstensif. Ada juga banyak intervensi menarik lainnya yang mereka lakukan untuk mempertahankan (dan terkadang memperbaiki) bentuk asli wajah pasien mereka. “Rhinoplasties merupakan rekonstruksi hidung termasuk yang paling umum,” tambah Bakic.

Papirus Edwin Smith dari milenium ke-2 SM Mesir memberikan penjelasan rinci tentang cara memperbaiki hidung yang patah, seperti yang dilakukan dokter Yunani Hippocrates. Galen dan Celsus, dari era Romawi, juga menawarkan beberapa instruksi untuk memperbaiki hidung, mulut, dan telinga. Celsus, misalnya, menganjurkan tempering pada lubang hidung, telinga, dan bibir ketika organ tersebut rusak akibat mutilasi.

Objek operasi tersebut sebagian besar adalah gladiator dan tentara. Celsus memperingatkan ahli bedah untuk tidak berurusan dengan orang tua dan orang sakit untuk intervensi ini. Pasalnya luka mereka tidak akan sembuh dengan cepat dan baik.

Gambaran pertama yang biasanya terlintas dalam pikiran mengenai operasi plastik adalah operasi korektif yang dilakukan untuk kecantikan. Faktanya, operasi untuk kecantikan ini juga terjadi di zaman Romawi kuno! Celsus mengomentari operasi telinga bagi mereka yang telinganya memanjang karena memakai anting-anting yang berat.

Bahkan cangkok kulit sudah ada di zaman Romawi kuno, meskipun kemudian dilupakan hingga abad ke-19. Salah satu tujuan pencangkokan kulit, yang dijelaskan oleh Galen, adalah rekonstruksi kulup, untuk membantu pria Yahudi menyerupai orang Romawi.

Operasi caesar

Digunakan di mana-mana di zaman modern, operasi caesar bukanlah penemuan Romawi atau metode melahirkan anak yang populer di Romawi kuno. Meski menggunakan kata caesar, operasi ini juga tidak ada hubungannya dengan Julius Caesar.

Pliny mencatat bahwa anak-anak yang lahir caesi a matris utero disebut caesones.

Lex Regia, yang kemudian menjadi Lex Caesaris, secara eksplisit menyatakan bahwa wanita hamil yang meninggal tidak boleh dikuburkan bersama bayinya. Istilah Lex Caesaris menurut beberapa orang memengaruhi istilah prosedur operasi caesar.

Lex Regia melarang penguburan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan hamil, sebelum janinnya dikeluarkan. Barang siapa berbuat sebaliknya, dianggap menyebabkan musnahnya harapan hidup bersama ibu.”

Teks kedokteran kuno tidak menyebutkan metode melahirkan ini. Kasus operasi caesar yang diketahui semuanya merupakan post mortem dan semuanya berasal dari mitologi. Contohnya Dewa Dionysus dan Asclepius yang dilahirkan post mortem. Keduanya diambil dari tubuh ibu mereka yang telah meninggal. Dewa Adonis keluar dari pohon 10 bulan. Ibunya, Myrrha, diubah menjadi pohon oleh para dewa yang mencoba menyelamatkannya dari suaminya yang cemburu.

Melakukan prosedur operasi caesar pada ibu yang masih hidup tampaknya tidak populer. Namun beberapa peneliti modern mengeklaim hal itu dilakukan di komunitas Yahudi.